Mata Misclean terpejam rapat saat ia bermeditasi di bawah air terjun.
Setiap kali ia mengosongkan pikirannya dan membiarkan air terjun menghantam tubuhnya, ia merasa kepalanya menjadi sedikit lebih jernih. Bahkan ketika Yoo Seodam melontarkan komentar bodoh seperti, “Ya iyalah, tempat latihan wajib itu kan air terjun,” saat melihatnya duduk di bawah air terjun, Misclean sama sekali tidak menggubrisnya.
Sejak awal, Misclean menggunakan greatsword sebagai senjatanya. Senjata berat yang bahkan seorang pendekar terlatih pun harus mengayunkannya dengan dua tangan. Namun pedang itu sangat cocok untuk dirinya yang memiliki kekuatan otot luar biasa. Sampai akhirnya ia menyadari sesuatu…
‘Longsword lebih cocok untukku dibanding greatsword.’
Meskipun kesadaran itu datang begitu tiba-tiba, tubuhnya masih terasa kaku. Bagi Misclean, greatsword bukanlah sekadar pilihan, melainkan kebutuhan. Itu adalah pedang yang sempurna untuk bertahan hidup, sehingga ia pikir akan menggunakannya seumur hidupnya.
Namun, ia kehilangan sebagian besar kekuatannya saat melawan Adonen. Dan dengan bantuan Yoo Seodam, ia berhasil mendapatkan kembali kekuatannya.
Dan sekarang, ia mampu mendistribusikan hampir seluruh kekuatannya sesuka hati.
“………”
Saat membuka mata, ia melihat Yoo Seodam sedang bermeditasi di bawah air terjun di hadapannya.
Ia bangkit perlahan dari duduknya dan menarik pedang. Bukan greatsword yang telah ia gunakan sepanjang hidupnya, melainkan pedang pendek yang ramping.
Perlahan… sangat perlahan, ia mengayunkan pedangnya ke samping.
Ia bisa merasakan bahwa pedang itu adalah yang paling ringan di antara semua pedang yang pernah ia pegang sepanjang hidupnya. Dan juga yang paling cepat.
[Skill Misclean ‘Iron-blooded Swordsmanship (SS)’ telah berubah menjadi ‘Iron Wind Swordsmanship (SSS)’]
Air terjun itu terbelah saat ia mengayunkannya.
“Kau punya bakat ilmu pedang yang lumayan. Lebih baik daripada kerikil di pinggir jalan.”
“………”
Aku duduk diam mendengarkan ucapan Misclean. Aku sama sekali tidak punya bantahan, bahkan ketika ia menyamakan bakat Hunter A-Rank dengan kerikil di pinggir jalan.
Alasan aku diam sederhana, bakat ilmu pedangnya jauh melampaui milikku. Bahkan, bakat asliku sebelum bantuan sistem benar-benar setara dengan kerikil itu. Jadi aku tidak berniat membantah.
“Namun begitu, levelmu sekarang sudah cukup untuk mempelajari ilmu pedangku.”
Ia hanya mengenakan pakaian ringan, dengan rambut peraknya diikat ke belakang kepala. Kulitnya yang kecokelatan dan terbuka tidak memiliki satu pun bekas luka. Sampai-sampai aku bertanya-tanya, apakah itu benar-benar kulit seorang prajurit.
Misclean memintaku memperagakan ilmu pedangku.
Maka aku menunjukkannya. Hanya ayunan pedang yang berulang-ulang tanpa bentuk khusus. Ilmu pedang yang sepenuhnya disesuaikan dengan diriku sendiri.
Ia mengamatiku dalam diam saat aku mengayunkan pedang ke udara, lalu membuka mulut.
“Menarik. Tidak mudah bagi seseorang untuk memiliki mata yang bisa mengenali ilmu pedang mana yang paling cocok untuk dirinya. Kau diberkati.”
“Kurasa begitu.”
Sebenarnya, alasan aku bisa menemukan ilmu pedang yang paling cocok untukku adalah berkat White Swordsmanship.
“Tapi…”
Ia berpikir sejenak lalu menatap ether blade-ku. Panjang pedang itu bisa diatur seperti mata cutter. Saat ini panjangnya hanya sekitar 120 cm tanpa energi yang mengalir di dalamnya.
“Pedang aneh itu… panjangnya bisa diatur sesuka hati?”
“Bisa.”
“Kalau begitu, kenapa kau menggunakannya seperti itu?”
“Apa yang salah?”
“Jika itu benar-benar pedang yang bisa diubah panjangnya dengan mudah, kau seharusnya bisa menggunakannya sebagai longsword, greatsword, shortsword, atau bahkan dagger sesuai situasi.”
“Itu benar… tapi menurutku tidak efisien menggunakannya begitu.”
“Tidak. Kau salah.”
“Itulah cara paling efisien bagimu.”
“Maksudmu?”
Misclean termenung sejenak sebelum kembali berbicara.
“Ilmu pedang yang kau perlihatkan padaku seperti kertas gambar kosong. Ada sedikit noda warna di beberapa bagian. Aku akan menggunakan kehadiranku sebagai pewarna untuk melukismu.”
Misclean berdiri dengan pedang pendek di tangannya, lalu mengambil posisi.
Aku hanya bisa terdiam kagum melihat kuda-kudanya.
Kesan yang ia berikan seperti seseorang yang memegang pedang besar dan berat. Saat ia mengayunkan pedangnya, udara seakan terbelah dengan tekanan berat.
Setelah tebasan itu, ia memperlihatkan berbagai macam ilmu pedang lainnya. Kadang cepat, kadang lambat. Kadang berat, kadang ringan.
[Misclean menggunakan ‘Sword of Swiftness (S)’]
[Misclean menggunakan ‘Quick Sword (S)’]
[Misclean menggunakan ‘Heavy Sword (S)’]
[Misclean menggunakan ‘Lightweight Sword (S)’]
Aku terpaku melihat fakta bahwa Misclean bisa menggunakan berbagai jenis ilmu pedang hanya dengan satu pedang.
“Inilah ‘warna’ yang akan kuajarkan padamu.”
Bakat A-Rank. Bakat yang hanya muncul sekali dalam seratus tahun. Jelas, bakat pedangku tergolong jenius di antara para jenius.
Namun… sejauh apa aku bisa mengembangkan ilmu pedang hanya dengan White Swordsmanship, yang selama ini hanya mencuri ilmu pedang orang lain tanpa pernah benar-benar diajari?
Dalam sejarah tak terhitung dunia, banyak jenius telah lahir. Beberapa bahkan memiliki bakat yang jauh melampaui diriku.
Mungkinkah aku bisa mengejar ilmu pedang yang telah direorganisasi dan dikembangkan secara efisien oleh seorang jenius sejati?
Jawabannya: mustahil.
Ilmu pedang Misclean di hadapanku membuat semua ilmu pedangku sebelumnya terasa seperti rongsokan sampah.
“Kau pasti sangat terkejut. Jangan khawatir. Fondasimu sangat kokoh. Seperti yang kukatakan, jangan cemas, ilmu pedang ini akan menjadi warnamu.”
“………”
Saat aku menyadari bahwa aku bisa mempelajari ilmu pedang yang baru saja ia tunjukkan
Cahaya memenuhi kepalaku.
“Bangkit.”
“Ya.”
“Mulai sekarang, kau akan berlatih tanding denganku sampai kau menguasai semua teknik pedang ini.”
“Maaf?”
Dengan wajah tanpa sedikit pun senyum, ia mengatakan sesuatu yang terdengar seperti lelucon tanpa berniat bercanda.
“Ini pertama kalinya aku mengajar seseorang. Jadi, aku akan mewarnaimu sendiri.”
“…..Ya?”
Sejak hari itu
Gerbang neraka pun terbuka.
***
[Tahap kedua dari skill ‘White Sword (S)’ akan segera terbuka.]
Bentuk pertama dari White Swordsmanship adalah refleksi diri. Aku menganggap diriku sebagai selembar kertas kosong dan mencari tahu batas kemampuanku. Lalu aku memilih ilmu pedang mana yang paling cocok untukku, jenis pedang apa yang harus kugunakan, langkah kaki seperti apa, dan pernapasan seperti apa yang kubutuhkan. Saat semua itu kupahami sepenuhnya, tahap kedua akan terbuka.
Waktu matahari terbit rata-rata di Benua Rostislav, dunia tempat pedang adalah segalanya sekitar satu jam lebih lambat dibanding Bumi. Aku selalu bangun dan pergi ke halaman setiap hari, dua atau tiga jam sebelum matahari terbit, untuk mengayunkan pedang kayu.
Kami berada di pegunungan, cukup jauh dari kota. Pondok kecil ini katanya adalah rumah Misclean saat ia ingin beristirahat. Tentu saja, aku melakukan berbagai pekerjaan seperti mengambil air dari sungai, membelah kayu bakar, dan banyak hal lainnya. Rasanya seperti menjadi murid seorang master dalam kisah bela diri.
“………”
Sambil mengayunkan pedang kayu, aku menoleh ke belakang dan mengingat pengalamanku selama dua bulan terakhir.
Aku dipukul… sangat, sangat keras.
Aku selalu dipukuli sampai babak belur.
Dan levelku sekarang adalah 49.
[Level: 49]
Status
[Strength 46]
[HP 45]
[Agility 49]
[Energy 1]
[Magic Power 50]
Talent
[Swordsmanship A+]
[Hunting D+]
[Shoot C]
[Cooking D-]
[Intuition A]
[Shrewdness A]
[Others, …]
Skill
[Protagonist Hunter Lv.3]
[White Swordsmanship (S)]
[Sixth Sense (F)]
[Araceli Mana Circling Method (SS)]
[Library of the White Witch (F)]
[Inventory (B)]
[Running Like the Wind (A)]
[Concentration (S)]
Yang mengejutkanku, baru dua bulan berlalu, dan dari semua stat yang kumiliki, hanya satu yang belum mencapai batas maksimal, namun justru status itulah yang untuk pertama kalinya naik level.
Bahkan, Mana Stat-ku sampai menembus batas levelku sendiri.
Semua itu berkat Misclean.
‘Kenapa kau pakai magic seperti itu?’
‘Kenapa? Menurutku aku sudah menggunakannya dengan cukup efektif, kan?’
‘Omong kosong apa itu? Seharusnya kau membakar mana lalu menggerakkannya! Kenapa kau malah membiarkannya menguap begitu saja?’
Kalau kupikir-pikir sekarang, masalah itu sebenarnya sangat sederhana.
Seorang superhuman menggunakan energi tak dikenal bernama Ether untuk memperkuat tubuh mereka.
Namun aku, aku tidak memperkuat tubuhku dengan ether ataupun mana, melainkan murni dengan kemampuan fisik semata.
Lalu apa yang terjadi jika energi tak dikenal bernama mana itu ditambahkan ke tubuhku?
Tentu saja, output-ku akan meningkat berkali-kali lipat.
Masalahnya, menyebarkan mana ke seluruh tubuh untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan bukanlah hal semudah yang dibayangkan. Kalau memang semudah itu, tentu sudah kulakukan sejak lama.
[Skill ‘Concentration (S)’ diaktifkan.]
Yah… tanpa skill ini, itu memang mustahil.
Saat aku menatap orang-orangan sawah yang berdiri beberapa meter di depanku, dunia langsung terasa melambat begitu skill itu aktif.
Dalam keadaan ini, aku bisa merasakan segalanya dengan jelas.
Napasku.
Tetesan keringat.
Bahkan hembusan angin yang menyentuh kulitku.
Aku menggerakkan mana yang berputar liar di sekitar jantungku menuju kedua tanganku.
Lalu aku mengayunkan pedang kayuku ke arah orang-orangan sawah dengan sekuat tenaga.
Fwoosshh!!
Orang-orangan sawah itu terbelah dua, seolah dipotong oleh pedang sungguhan yang tajam.
[Skill ‘Concentration (S)’ dinonaktifkan.]
“Huff… huff…”
Begitu tebasan itu selesai, posisiku langsung runtuh karena rasa sakit yang tak tertahankan di lenganku. Kepalaku terasa seperti terbakar, dan napasku tersengal-sengal.
Sejujurnya, saat pertama kali mendapatkan skill Concentration, aku tidak mengerti kenapa skill ini diberi peringkat S.
Itu hanya skill yang meningkatkan konsentrasi. Aku bahkan punya skill dengan efisiensi lebih tinggi yang hanya berperingkat F di daftar skill-ku.
Namun kemudian aku menyadarinya.
Skill Concentration memiliki sinergi yang luar biasa jika penggunanya memiliki mana di dalam tubuh.
Seperti sekarang.
Saat aku memaksakan diri menggunakan mana, energi itu mulai berputar dan menyebar ke seluruh tubuhku.
Dan lebih dari itu, hukum sistem yang mengatakan bahwa “stat tidak bisa melebihi level” telah dilanggar.
Hukum itu hanya bisa dilanggar karena yang meningkat adalah stat Mana, bukan stat fisik.
Sejak awal, jumlah mana di dalam tubuh level 49 milikku memang sudah tidak masuk akal.
Sejak hari itu, aku tidak pernah melewatkan satu hari pun tanpa menggerakkan mana yang mengelilingi jantungku menggunakan Araceli Mana Circling Method, sampai seluruh mana itu benar-benar terkuras, tanpa tersisa setetes pun.
[Skill ‘White Swordsmanship (S)’ diaktifkan]
[Skill ‘Concentration (S)’ diaktifkan.]
Kadang lambat, kadang cepat.
Kadang berat, kadang ringan.
Sekarang, aku bisa menggunakan ilmu pedang Misclean.
Belum sempurna, memang, tetapi aku sudah bisa dengan bebas melukis karyaku sendiri menggunakan pedang apa pun yang ada di dunia ini.
Dulu, aku harus memegang pedang yang benar-benar cocok denganku untuk membuka kemungkinan suatu ilmu pedang.
Sekarang?
Aku bisa menyesuaikan ilmu pedang apa pun dengan pedang apa pun.
Dengan perkembangan seperti ini, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kemajuan ilmu pedangku benar-benar melompat jauh.
Semua material yang dulu kubeli untuk mempelajari berbagai macam ilmu pedang sebelum bertemu Adonen kini terasa seperti sampah tak berguna.
Saat aku menatap ke langit, matahari sedang terbit.
Matahari terbit di world line B1, tempat pengaruh regresi telah sepenuhnya menghilang, terasa seperti fajar dari hari yang benar-benar baru.
Saat aku perlahan bangkit dari dudukku untuk membersihkan tubuh yang basah oleh keringat, pot bunga itu tiba-tiba berbicara.
[Hei, witch….]
“Ya?”
[Aku bosan…]
“Baca saja buku di perpustakaan.”
[Sudah kubaca semua…]
“Semuanya?”
Gila. Aku sendiri rasanya belum membaca sepuluh persennya. Entah karena ia spirit atau apa, pot bunga itu benar-benar pembaca cepat.
“Tunggu sebentar lagi. Aku mau menyelesaikan latihan ilmu pedang terakhir sebelum kita kembali.”
[Walaupun kita kembali, aku tetap akan bosan…]
“Yah… iya juga sih. Jadi, maumu apa? Alkohol?”
[ Tidaaak…]
Pot bunga itu terdiam sejenak, lalu membuka mulutnya dengan hati-hati.
[Tolong… buka pintunya…]
“Pintu? Jangan bilang… akses E-rank ke perpustakaan?”
[Eung…]
(ya, tapi versi imut)
“Hei, kau gila? Aku bisa celaka besar kalau membukanya.”
Aku hendak memarahinya lagi, tapi pot bunga itu lebih cepat bicara.
[Kenapa?]
“Aku sudah jelaskan sebelumnya, jadi aku tidak akan menjelaskan lagi”
[Sekarang kamu bisa membukanya…]
“apa?”
[Witch… buka pintunya…]
'Apa-apaan ini tiba-tiba?'
Sesekali pot bunga itu memang suka merengek seperti ini, tapi belum pernah aku melihatnya sekeras kepala sekarang. Kalau aku bilang tidak, biasanya ia cuma cemberut dan mengiyakan.
Meski awalnya enggan, akhirnya aku memutuskan untuk memanggil ‘Library of the White Witch (F)’.
[Skill ‘Concentration (S)’ diaktifkan.]
Batas perpustakaan yang biasanya transparan kini terlihat jauh lebih jelas. Rasanya seperti aku benar-benar berada di dalam perpustakaan sungguhan.
Saat aku mengulurkan tangan, aku bisa merasakan kasarnya rak buku.
Saat aku mengambil sebuah grimoire dan membukanya, sensasi kulit sampul dan kertas kering terasa jelas di ujung jariku.
Semuanya terasa… nyata.
“Gila… apa-apaan ini sebenarnya….”
Realitas tempatku berdiri sebelumnya menghilang begitu saja.
Saat aku sadar kembali
Aku telah tiba di Library white Witch.
0 komentar:
Posting Komentar