Chapter 28: Aroth (3)

 

Walaupun Gilead sudah menawarkan pengawalan, Eugene menolak mentah-mentah. Toh, aneh juga kalau kemana-mana harus diikuti pengawal bersenjata.

“Keamanan di Aroth juga nggak seburuk itu, lagian aku cukup kuat buat jaga diri sendiri,” begitu alasan Eugene.

Kelima magic tower semuanya ada di ibukota Aroth. Jadi karena tujuannya ke kota besar yang ramai, bukan desa terpencil, dia merasa nggak perlu pakai pengawal.

Gion ikut membela, “Dengan kemampuan Eugene, pengawal nggak akan diperlukan.”

Karena Gion sendiri sudah bicara begitu, Gilead akhirnya hanya bisa mengangguk setuju.

Mereka berdua tahu, kemampuan dan pengalaman Eugene di usianya itu benar-benar di luar nalar. Ditambah lagi dia sudah sampai di Star ketiga White Flame Formula, jadi jelas nggak bisa diperlakukan kayak anak kecil lagi. Dengan level itu, Eugene memang harus mulai belajar buat ambil keputusan sendiri.

…Nggak kayak Eward.

Gilead menenggak anggur buat menelan rasa pahit yang muncul tiap kali ingat anak sulungnya itu.

***

Penerjemah: Idran

***

Keesokan harinya, semua orang sudah berkumpul buat mengantar Eugene ke warp gate yang ada di pinggir hutan estate. Gerhard, yang kemarin masih bisa senyum lebar, sekarang langsung meledak nangis lihat anaknya pergi.

“Jangan lupa makan yang sehat, jangan pernah skip makan.”

“Iya.”

“Kalau sakit, langsung cari tabib.”

“Iya.”

“Kalau rasanya terlalu berat dan kesepian… jangan maksa nahan sendiri, langsung pulang aja, ngerti?”

“Iya, ngerti kok.”

Eugene menjawab tiap nasihat itu setengah hati. Jujur aja, susah baginya menatap langsung ke Gerhard yang nangis lebay penuh cinta kayak gitu.

Dulu, perasaan Eugene ngakuin Gerhard sebagai ayahnya masih samar-samar. Tapi makin dewasa, dia makin sadar kalau Gerhard beneran ayah kandungnya sekarang, meski dia terlahir kembali.

…Dia memang ayahku yang asli.

“Udah deh, jangan nangis terus. Emangnya aku mau pergi buat mati?” Eugene akhirnya buka suara.

Gerhard langsung pucat, “Jangan asal ngomong gitu, nanti jadi beneran.”

“Aku cuma mau belajar Magic. Mungkin sekalian jalan-jalan juga di sekitar Aroth,” Eugene coba menenangkan.

“Kamu kan selama ini cuma hidup di Gidol, lalu empat tahun terakhir di estate utama. Belum pernah bener-bener lihat dunia luar. Ayah nggak yakin kamu bakal baik-baik aja sendirian di Aroth…,” Gerhard ngomel lagi.

“Aku bakal baik-baik aja. Jadi tolong berhenti nangis, semua pelayan ngeliatin tuh,” kata Eugene sambil narik sapu tangan dari rompinya dan langsung ngelap pipi ayahnya.

“Gimana kalau setidaknya bawa Nina?” tanya Gerhard.

“Nina juga dari kecil tinggal di estate, jadi sama aja nggak ngerti dunia luar. Lagi pula aku udah bilang dia ambil kesempatan ini buat liburan pulang kampung.”

“Terima kasih banyak, Tuan,” Nina menyelip masuk dengan senyum lebar.

Eugene memang udah minta izin khusus ke Patriark supaya Nina bisa liburan pulang, lengkap dengan uang banyak plus pengawalan.

“Ya udah, aku berangkat sekarang,” Eugene bilang sambil nyodorin sapu tangan yang udah basah sama air mata ke Gerhard. “Aku bakal nulis surat kadang-kadang, kalau inget. Jadi Ayah juga harus jaga diri baik-baik.”

Gerhard coba ngomong, tapi yang keluar malah isakan.

“Ya ampun, aku bilang stop nangis! Emangnya kalau Ayah nangis gini aku jadi nggak pergi?” Eugene mengomel.

“K-kamu pasti tetep pergi...” Gerhard terbata.

“Nah, Ayah udah tau jawabannya. Jadi stop nangis, tolong. Kirim anak laki-laki yang udah gede ini pergi dengan senyuman, dong.”

Akhirnya, Gerhard paksa diri buat senyum. Tapi Eugene langsung merasa kayak ada paku yang ditancapin di dadanya lihat wajah ayahnya masih belepotan air mata.

Meski begitu, keputusannya nggak berubah. Dengan senyum penuh air mata dari ayahnya, juga perpisahan dari keluarga utama, Eugene melangkah menuju warp gate. Dia nggak nengok ke belakang sama sekali. Sama seperti di kehidupan sebelumnya, sekali dia udah mutusin sesuatu, dia nggak pernah goyah.

***

Penerjemah: Idran

***

Ibukota Kerajaan magic Aroth disebut Pentagon. Lima magic tower membentuk sudut-sudut pentagon dengan Istana Kerajaan di tengahnya.

Eugene berdiri menatap pemandangan itu, matanya terbelalak. Walaupun dulu di kehidupan sebelumnya dia pernah datang ke Aroth, pemandangan yang dia lihat sekarang jauh lebih menakjubkan.

“...Gila….”

Lima magic tower yang megah itu bahkan lebih mencolok daripada istana. Wajar aja, menara-menara itu adalah simbol sekaligus sumber kekuatan Aroth. Berbeda dengan kerajaan lain, raja di sini hampir nggak punya kuasa. Aroth sebenarnya diperintah oleh perdana menteri dan parlemen.

“Woah….”

Dari atas sini, Eugene bisa lihat jelas kota luas itu.

Warp gate Pentagon semuanya ada di langit, di stasiun terapung. Dari semua kerajaan, cuma Aroth yang punya warp gate di udara. Tiap stasiun melayang berkat tumpukan magic, simbol kebanggaan Aroth sebagai Kerajaan magic.

Di hidupku yang dulu nggak ada beginian.

Bisa-bisanya ngangkat tanah segede ini ke udara dan menetapkan koordinatnya sebagai warp gate… selain pamer betapa hebat magic mereka, ini juga jadi strategi promosi.

Ribuan orang rela datang ke stasiun melayang itu cuma buat lihat ibukota dari ketinggian.

“Hebat kan?” suara melengking terdengar di samping Eugene. “Pemandangan ini bahkan disebut sebagai salah satu aset budaya Aroth. Ada lima belas stasiun melayang di sekitar Pentagon, dan semuanya diciptakan oleh sang Bijak Sienna.”

“...Wow,” Eugene nyeletuk agak kaku.

Suara itu lanjut ngoceh, “Kalau dari stasiun East Gate tempat Tuan Eugene berada sekarang ke Istana Kerajaan, naik kereta kuda bisa setengah hari. Tapi dengan warp antar stasiun melayang, jarak itu bisa dipotong drastis….”

Orang buta aja pasti paham maksudnya.

“Selain itu, tiap stasiun juga punya kereta udara! Jadi buat orang yang mabuk warp, bisa naik kereta udara ini sambil nikmatin pemandangan Pentagon dengan nyaman seolah lagi rebahan di tempat tidur.”

“...Itu juga idenya… ehm, Lady Sienna?” Eugene nahan nyebut ‘cewek’ di depan nama Sienna.

“Tentu saja! Ah, tapi tenang aja. Meski dibuat dengan teknik ratusan tahun lalu, semuanya terus diperbaiki dan ditingkatkan, jadi tingkat kecelakaannya sangat rendah tiap tahun.”

Yang berarti… nggak nol.

“...Hmm…,” Eugene menggumam.

Orang yang ngoceh di sampingnya adalah pemandu stasiun East Gate. Karena banyak turis, setiap stasiun melayang memang punya banyak pemandu. Kebanyakan dari mereka adalah mage muda yang gagal masuk menara, jadi kerja sampingan buat bayar biaya hidup dan kuliah.

Kayaknya salah banget pakai baju ini di sini, Eugene merutuk sambil melirik dadanya.

Dia memang pakai seragam resmi Lionheart, lengkap dengan lambang di dada kiri. Gara-gara itu, begitu keluar warp gate, langsung aja ada pemandu yang nempel ke dia.

“Tempat wisata di Pentagon ada...”

“Tunggu sebentar,” Eugene motong, lalu buka brosur wisata.

Setelah baca sebentar, dia mengangguk.

“...Aku mau sewa kamu buat hari ini aja.”

“Kalau tanda tangan sekarang, saya bisa kasih harga diskon: empat hari dapat seminggu penuh,” si pemandu cepat menawar.

“Cukup hari ini aja. Kontraknya mana?”

Begitu Eugene setuju, pemandu langsung keluarin kontrak. Setelah tanda tangan, Eugene ambil cek sejuta sals dari dompetnya dan nyodorin ke pemandu.

“Woaah!” si pemandu langsung teriak kegirangan.

Eugene menjelaskan, “Ini biaya sewa untuk hari ini, plus kalau ada pengeluaran tambahan.”

“Aku bakal lakukan yang terbaik buat nemenin anda jalan-jalan,” ucap si pemandu semangat.

“Untuk sekarang… aku pengen ke mansion yang dulu ditempati oleh si bijak Sienna.”

“Itu pilihan yang luar biasa,” puji si pemandu dengan senyum lebar. “Kalau mampir ke Pentagon, ada tiga tempat yang wajib banget dilihat: mansion si bijak Sienna, Towers of Magic, sama pemandangan malam dari floating stations.”

“Nanti aku juga bakal sempet lihat pemandangan malam. Sekarang, aku cuma pengen jalan-jalan sendirian di mansion itu.”

“Sendirian, maksudnya?”

“Ya, betul.”

“Kalau begitu baiklah,” si pemandu menundukkan kepala lalu berbalik menuntun jalan.

‘…Jadi ini Eugene Lionheart,’ gumam pemandu itu sambil melirik nama yang tertera di kontrak. ‘Tapi kenapa dia datang ke Aroth? Apa dia mau belajar magic kayak anak sulung itu? Atau mungkin dia datang buat jemput si bodoh itu?’

Nama Eward Lionheart juga cukup terkenal di Pentagon. Terutama di kalangan mage muda miskin yang terpaksa cari uang tambahan buat biaya hidup dan bayar kuliah dengan kerja serabutan seperti pemandu wisata. Buat mereka, nama Eward adalah simbol iri sekaligus bahan ejekan.

‘…Kalau lahir di keluarga martial, ya sudah belajar martial arts aja. Ngapain sok tahu datang ke sini belajar magic, padahal dasar-dasarnya aja nggak bisa?’

Biarpun nggak punya bakat magic, Eward bisa masuk Tower of Magic hanya berkat koneksi pribadi. Memang dia nggak sampai jadi murid langsung Master Red tower , tapi tetap saja bisa belajar di bawah salah satu murid Tower Master.

Bagi para mage muda miskin itu, dia dikenal sebagai tolol, bodoh, bahkan brengsek.

Begitu melewati warp gate, si pemandu menunjuk ke luar jendela. “Itu dia, mansion milik si bijak Sienna ada di bawah.”

Karena mansion itu jadi tempat wisata super terkenal di Pentagon, sebuah floating station khusus bahkan dibangun hanya untuknya.

Saat mereka turun dengan kereta udara, si pemandu masih ngoceh, “Tiga ratus tahun lalu, setelah pulang dari Devildom Helmuth, Lady Sienna jadi orang termuda dalam sejarah Aroth yang naik ke posisi Tower Master. Di alun-alun depan Green Tower of Magic, tower yang dulu dia pimpin, ada patung yang mereplika penampilannya dengan sempurna.”

Eugene hanya menatap keluar jendela, diam tanpa komentar.

“Mansion ini adalah tempat terakhir Lady Sienna terlihat. Dua ratus tahun lalu, Lady Sienna ninggalin pesan di mansion ini, bilang kalau dia mau berkelana… lalu menghilang.”

“Aku juga pernah dengar cerita itu,” ucap Eugene akhirnya, menoleh ke si pemandu. “Sampai sekarang masih misteri ke mana Lady Sienna pergi setelah ninggalin pesan itu, kan?”

“Ya, benar sekali. Lady Sienna benar-benar menghapus semua jejaknya. Banyak mage Aroth, bahkan murid-muridnya sendiri, udah coba ngikutin jejaknya, tapi nggak ada satupun yang berhasil menemukan tempat persembunyiannya.”

“Nggak ada spekulasi atau rumor sama sekali tentang keberadaannya?”

“Tentu aja, banyak rumor. Ada yang bilang dia pergi ke Devildom buat bunuh sisa Demon Kings. Ada juga yang bilang dia masuk ke Samar Forest, tempat para elf tinggal….” Si pemandu berpikir sebentar lalu lanjut, “...Bahkan ada gosip kalau dia kena penyakit nggak bisa disembuhin, jadi memilih berkelana supaya bisa mati dengan tenang.”

Eugene diam, “....”

“Nggak bisa dipastikan mana yang benar. Yang jelas, Lady Sienna nggak pernah terlihat lagi selama dua ratus tahun terakhir.” Dengan nada muram, si pemandu menambahkan, “Yang menyedihkan, hari Lady Sienna hilang bertepatan dengan ulang tahunnya. Apa yang sebenarnya terjadi… sampai dia memilih berkelana, bukan merayakan? Kalau boleh aku berpendapat, aku percaya Lady Sienna pergi ke Devildom.”

“Kenapa kamu pikir begitu?” tanya Eugene.

“Kalau dihitung, dua ratus tahun lalu adalah tepat seratus tahun sejak Lady Sienna kembali dari Devildom Helmuth. Seratus tahun sejak dia terpaksa kembali dengan meninggalkan jasad rekannya, Si bodoh Hamel…. Malam sebelum ulang tahunnya, mungkin Lady Sienna teringat nasib tragis rekannya itu dan….”

“...” Eugene terdiam.

“‘Aku mau balas dendam untuk Hamel…,’ mungkin itu yang mendorong Lady Sienna pergi. Sir Eugene pasti pernah dengar juga kan? Katanya Hamel diam-diam suka sama Lady Sienna. Kayak bocah tengil, dia nggak berani ngungkapin perasaannya, malah suka jahilin Lady Sienna sepanjang perjalanan… lalu sebelum dia mati, Hamel akhirnya mengaku cintanya..”

“Berhenti ngoceh sampah kayak gitu!” Eugene tiba-tiba membentak, nggak bisa nahan diri lagi.

“Hah?” si pemandu melongo, kaget banget dengan ledakan itu.

Eugene cepat-cepat coba cari alasan, “Ah, nggak… itu… maksudku….”

“Ahah…,” si pemandu sempat bengong beberapa detik lalu mendadak senyum lebar, seakan tercerahkan. “Sepertinya Sir Eugene nggak suka sama cerita cinta Hamel dan Lady Sienna, ya?”

“...Y-ya, bisa dibilang begitu….”

“Aku sering debat sama teman-temanku soal ini dulu. Aku selalu ngotot kalau Lady Sienna dan Hamel itu pasangan aslinya, tapi temen-temenku bersikeras kalau Lady Sienna dan Great Vermouth lah yang beneran saling cinta. Jadi tadi kamu marah karena itu, kan?”

“...” Eugene kehabisan kata-kata.

“Yah, itu juga cerita yang lumayan seru sih. Si bodoh Hamel… yang selalu kalah dari Vermouth, bahkan cintanya juga kalah, tapi pada akhirnya dia tetap rela nyelametin Vermouth dengan tubuhnya sendiri, sambil mengaku cinta sebelum mati…. Wah, aku suka banget cerita-cerita tragis kayak gitu.”

Eugene sempat mikir, dengan bayaran sejuta sals, apa boleh dia sekali aja nonjok mulut pemandu ini?

“Pokoknya, itu pendapatku. Lady Sienna pergi ke Helmuth sendirian buat balas dendam Hamel… tapi akhirnya gagal, lalu meninggal di sana….”

“...Sepertinya kamu memang suka tragedi,” komentar Eugene dengan susah payah.

“Di Aroth, banyak novel yang menulis tentang Lady Sienna. Kalau Sir Eugene tertarik, aku bisa bawain beberapa.”

“Sudah, nggak perlu…. Tapi soal Lady Sienna ke Helmuth, itu cuma spekulasi kan?”

“Itu bukan cuma karangan kosong. Ada alasan kenapa cerita itu terkenal. Lady Sienna benci banget black magic dan demonfolk. Sampai hari dia menghilang pun, dia tetap menentang keras pembangunan Black Tower of Magic.”

Black Tower itu sudah berdiri di Aroth selama dua ratus tahun.

Artinya, dibangun nggak lama setelah si bijak Sienna menghilang.

“...Ada juga yang bilang, para black mage radikal yang ngotot mendirikan Black Tower-lah yang membunuh Lady Sienna, tapi...”

“Mustahil ada black mage yang bisa bunuh Lady Sienna.” Nada dingin Eugene memotong ucapan itu. Bahkan dirinya sendiri hampir tak percaya betapa dinginnya suaranya. “Bahkan Demon King of Fury pun nggak bisa nembus barrier Lady Sienna. Jadi mana mungkin sekadar black mage bisa menghancurkan magic yang bahkan menahan serangan Demon King?”

“Wow, Sir Eugene benar-benar paham!” si pemandu melongo kagum. “Aku juga setuju. Bahkan mage-mage yang dulu membangun Black Tower dua ratus tahun lalu keras kepala menyangkal teori pembunuhan itu.”

Tapi meski begitu, hati Eugene tetap terasa berat. Black mage mungkin nggak bisa bunuh Sienna… tapi bagaimana dengan Demon Kings? Dua Demon Kings yang tersisa di Helmuth waktu itu memberi dukungan besar untuk pembangunan Black Tower.

Eugene menoleh menatap Black Tower dari kejauhan. Tower itu memang lebih pendek dibanding magic tower lainnya, tapi kemegahannya tetap mencolok, terlihat jelas meski dari jauh.

Sampai hari ini, Helmuth masih mengawasi Aroth lewat Black Tower. Itulah kenapa mereka begitu ngotot memasukkan bidak mereka, para black mage, ke dalam Aroth. Dari sudut pandang Demon Kings, Sienna yang terus menentang pembangunan Black Tower pastilah duri di mata.

Sampai-sampai mungkin mereka memang ingin membunuhnya.

‘…Sienna,’ begitu kereta udara mendarat, Eugene langsung turun dan menatap mansion Sienna. ‘Apa kamu benar-benar sudah mati?’

Tapi suasananya terlalu ramai. Penuh sesak oleh para turis, sampai Eugene kesulitan menikmati pemandangan mansion itu.

0 komentar:

Posting Komentar

My Instagram