Hari Event Dungeon Maelka
Hari ini, hari diadakannya event Dungeon Maelka.
Aku dan Araceli, yang kebetulan jadi satu tim, sedang berdiri di depan sebuah lubang hitam, salah satu pintu masuk dungeon itu.
Total ada enam belas pintu masuk ke Dungeon Maelka.
Enam belas tim, masing-masing berisi dua orang, akan bersaing untuk melihat siapa yang bisa menaklukkan dungeon ini dengan cara paling efisien, paling terampil, dan paling cepat.
Bagi para murid, ini adalah dungeon pertama mereka, jadi jelas saja semua kelihatan tegang banget.
Apalagi ada enam belas profesor terbaik yang ikut masuk bareng murid untuk menantang dungeon ini.
Tiga karakter pendukung yang sebelumnya mendapat peringkat satu, dua, dan tiga, termasuk Fiolen, semuanya memperoleh nilai tertinggi di ujian sebelumnya.
Fiolen sendiri sebenarnya baru saja menjalani sidang komite disiplin, tapi tetap diizinkan ikut kompetisi, entah nanti dinyatakan bersalah atau tidak.
Jujur aja, aku nggak heran. Itu udah hasil yang bisa ditebak.
Gimana pun, nggak akan masuk akal kalau si protagonis malah nggak ikut di event penting di dunia ini.
Klise nya aja udah kebaca.
Ngomong-ngomong, kalau nggak salah, Fiolen sempat menggoda profesor wanita yang usianya akhir dua puluhan biar bisa satu tim dengannya, ya?
Gila, dia segitu haus perhatiannya sama perempuan?
Aku sampai ngakak sendiri mikirnya.
“Ehem… Terima kasih ya. Soalnya profesor lain akhir-akhir ini agak nggak suka sama aku, jadi aku bingung mau ngajak siapa ke Dungeon Maelka.”
“Berkat kamu, aku bisa ikut.”
“Hah? Masa?”
Tiba-tiba Araceli mengepalkan tangannya penuh semangat.
“Aku yakin kita bakal dapet hasil bagus!”
Melihat dia semangat kayak gitu, entah kenapa aku jadi merasa aneh.
Pipipi
Tiga peri hitam tiba-tiba muncul dari udara kosong.
Mereka ini kayaknya bertugas buat menyiarkan seluruh jalannya event ini.
Ya, dunia ini kan dunia magic, bukan dunia teknologi, jadi masuk akal sih.
Semua yang terjadi di dalam dungeon bakal disiarkan langsung, bukan cuma ke akademi, tapi juga ke para bangsawan, menara para mage, dan siapa pun yang datang buat nonton.
Bisa dibilang, ini salah satu event paling besar buat para murid dan si protagonis.
Beberapa saat kemudian, suara peri terdengar.
[Dungeon akan dimulai dalam satu menit.]
Waktu satu menit berlalu cepat banget.
Begitu salah satu peri bilang, “Silakan mulai menaklukkan dungeon,” aku langsung mengeluarkan Mega Shooter milikku.
“Itu benda besar… apa itu tongkat magic?”
“Iya, tongkat magic.”
Chikchik!
Menaklukkan dungeon kayak gini… jujur aja, terlalu mudah buatku.
Aku udah terbiasa melakukan hal semacam ini.
Lagian, event ini memang dirancang dengan mempertimbangkan kemampuan murid, jadi jelas nggak akan terlalu berbahaya.
Perangkap? hancurkan.
Monster? musnahkan.
Sesimpel itu.
Dengan wavelength detector, aku bisa mendeteksi jebakan magic, dan aether firearm yang kupakai juga super efektif buat ngelawan monster di sini.
Awalnya aku sempat deg-degan karena dungeonnya buatan para mage, tapi ternyata kekhawatiranku nggak perlu.
“Wow… ini luar biasa.”
Araceli melongo melihat kekuatan senjataku.
Ya… begitulah kekuatan peralatan tingkat atas.
Sebenarnya aku lebih pengen pakai pedang, tapi karena dunia ini dunia para mage, ya mau nggak mau harus menyesuaikan.
Setiap peluru yang kupakai memang mahal, tapi setidaknya aku harus menjaga citra sebagai “mage” sampai event ini selesai.
“Ayo lanjut ke area berikutnya.”
Total ada tiga stage.
Delapan tim boleh lolos dari stage pertama, empat tim boleh lanjut ke stage kedua.
Artinya, makin cepat sebuah tim menyelesaikan stage, makin besar peluangnya.
Dan hanya empat tim yang berhak masuk ke “ruang bos.”
Jadi, nggak ada waktu buat di buang-buang.
Saat aku dan Araceli berlari menembus lorong dungeon, tiba-tiba dinding di sebelah kanan bersinar merah dan menyemburkan cairan panas.
“Astaga…!”
Aku buru-buru mengangkat tangan, membuat penghalang magic, dan menahannya.
Daya tahan penghalang itu langsung berkurang setengah.
“A-apa barusan itu?”
Hmm…
Harusnya dungeon yang dibuat untuk murid nggak bakal ngeluarin jebakan segila itu.
Tapi ternyata, alasannya cukup jelas.
[‘Makhluk Neraka Maelka Dungeon (3)’ menunjukkan permusuhan terhadap anda.]
…Tanda bahwa dunia ini perlahan mulai berputar menguntungkan si protagonis.
Aku menatap udara kosong sambil tersenyum miring.
Awalnya cuma ada tiga peri kamera yang mengikuti kami, tapi sekarang jumlahnya meningkat jadi puluhan.
Artinya, penonton kami bertambah.
Makin cepat kami menyapu dungeon, makin banyak orang yang memperhatikan.
Aku berdeham kecil, lalu menatap para peri itu.
“Halo semuanya, aku Yoo Seodam, profesor dari Departemen magic combat."
Araceli menatapku bingung.
"…Profesor, ngapain?”
“Promosi.”
“Hah?”
Dasar anak bau kencur.
Dia mana ngerti.
Para profesor dan murid di akademi ini semuanya bangsawan, dan mereka biasanya ogah bergaul sama rakyat biasa.
Dengan kata lain, aku mungkin orang pertama di dunia ini yang begini.
"Baiklah, para penonton sekalian, mulai sekarang ayo kita jelajahi dungeon ini bersama-sama.”
Siaran langsung penaklukan dungeon pertama dalam sejarah pun dimulai.
Di sisi lain…
Fiolen mengingat kembali semua kejadian di dungeon ini dari potongan memorinya.
Stage pertama: monster dan jebakan.
Walau itu kenangan dua puluh tahun yang lalu, semuanya masih jelas di kepalanya.
Dia tidak pernah melupakan hari itu, hari pertama dirinya tampil sebagai mage rakyat biasa.
Saat itu, para tetua dari seluruh tower magic di dunia, juga para bangsawan dan profesor, semuanya menonton event ini.
Mereka ingin melihat bagaimana Fiolen, Mage jenius dari kalangan rakyat biasa, muncul dan menang untuk pertama kalinya.
Tapi…
Kenapa sekarang jumlah peri videonya malah lebih sedikit?
Dalam ingatannya, jumlahnya seharusnya jauh lebih banyak.
Dua puluh tahun lalu, dia memang cuma punya satu peri video yang mengikuti, tapi Araceli punya puluhan, bahkan ratusan.
Dengan logika yang sama, mestinya dia juga dapat jumlah yang serupa.
Namun sekarang, cuma ada dua puluh peri video yang mengikutinya.
…Kenapa bisa begitu?
[Krisis terdeteksi pada protagonis Fiolen.]
Kugugung…!
Tiba-tiba terdengar gemuruh dari arah lain.
Tapi Fiolen tidak terlalu memedulikannya.
Dia pikir mungkin cuma ada tim lain yang sedang kesulitan bertarung.
Kalau aku ingat dengan benar, makhluk neraka belum muncul di stage ini…
Stage kedua adalah perjalanan melewati labirin yang dipenuhi rangkaian magic rumit.
Stage pertama menguji kemampuan bertarung dan improvisasi.
Sepertinya ada tim yang sedikit lebih cepat darinya, tapi itu masih bisa dikejar.
Karena di stage kedua ini, tidak mungkin ada yang bisa lebih cepat dari dirinya.
Setiap tim harus memecahkan struktur magic di seluruh labirin yang menghalangi mereka, lalu menemukan jalan keluar.
Dan proses itu harus diulang puluhan kali.
Bagi Fiolen, itu bukan hal yang sulit.
Karena Fiolen sudah pernah menaklukkan labirin itu sekali,
dia pura-pura aja seolah-olah sedang memecahkan rangkaian magic di depannya, padahal sebenarnya dia langsung mengambil jalan pintas.
Dengan begitu, dia bisa dengan mudah merebut posisi pertama di stage kedua.
Tapi…
Kenapa peri videonya masih sedikit banget?
Ya sudahlah, tak masalah.
Toh hasil akhirnya pasti tetap sama.
Begitu tiba di pintu masuk menuju stage ketiga yang sudah lama dia nantikan, Fiolen duduk di sudut plaza sambil menunggu tim lain.
“Wah, Fiolen. Hebat banget kamu. Tapi… gimana bisa secepat itu, sih?”
Yoo Seodam menatapnya dengan nada heran sekaligus penasaran.
Biasanya, profesor dan murid bakal bekerja sama dalam stage kedua itu.
Tapi Fiolen justru menyelesaikannya sendirian dan tanpa tandingan.
Fiolen tersenyum tipis dan menjawab singkat.
“Aku punya caraku sendiri.”
Tentu saja, dia nggak akan pernah buka mulut soal rahasia bahwa dirinya datang dari masa depan.
Itu rahasia yang akan dia bawa sampai mati.
Hanya dengan begitu dia bisa mempertahankan citra sebagai “Mage jenius.”
Lagi pula, apa untungnya kalau dia bilang pada orang lain bahwa dia sudah melihat masa depan?
Fiolen yakin itu cuma akan merusak segalanya.
Seiring waktu, beberapa tim lagi mulai tiba di plaza setelah berhasil melewati stage kedua.
Hanya empat tim yang boleh lolos, dan seperti yang sudah diduga, Gurim dan Mazelon, murid peringkat dua dan tiga, tiba di tempat itu juga.
Tapi anehnya, Araceli belum kelihatan.
Hmm… aneh. Dalam alur asli, Araceli seharusnya bekerja sama dengan profesornya dan menyelesaikan stage kedua lebih cepat dari siapa pun.
Dan ternyata benar, tak lama kemudian, Araceli muncul juga.
Dengan wajah lelah dan napas terengah, dia sampai di urutan keempat, hampir tidak kuat berdiri.
“Uuuh… Profesor… aku nggak percaya Bapak ninggalin aku sendirian…”
“Aku cuma pengen lihat kemampuanmu.”
Yoo Seodam berbohong dengan sangat mulus.
Kenyataannya, dia sama sekali nggak bisa berbuat banyak di stage kedua tadi.
Dia nggak bisa melihat masa depan dengan jelas, jadi dia cuma nebak-nebak arah sampai akhirnya nyaris tersesat.
Sementara itu, Araceli berhasil menembus labirin itu dengan kekuatannya sendiri.
Cara dia memecahkan rumus-rumus magic rumit setelah berkali-kali gagal malah bikin para penonton di luar sana bersemangat.
“Kamu jadi bintang TV, tahu nggak.”
“Hah?”
Araceli menatapnya bingung, tapi karena nadanya terdengar kayak pujian, dia pun tersenyum bahagia.
[Empat tim telah tiba di stage terakhir! Sekarang, kami akan menayangkan ruang bos yang telah kalian nantikan!]
Monster bos di dungeon ini… sebenarnya bukan monster sungguhan.
Semua monster yang muncul di perjalanan tadi adalah hasil dari alkimia, dan si bos pun sama saja.
Jadi, mengalahkan bos bukan sekadar soal menyerangnya sampai mati.
Untuk menaklukkan si bos, kita harus memahami dan menganalisis pola dan mekanisme magic yang digunakannya.
Dan Fiolen sudah tahu dari awal, bos yang satu ini cuma umpan.
Begitu dikalahkan, makhluk neraka bernama Hell Sphinx akan muncul.
Dan itulah puncak sebenarnya dari event ini.
[Silakan lanjut ke ruang bos.]
Empat profesor dan empat murid tahun pertama melangkah ke dalam.
Gabungan kekuatan para elit itu membuat monster bos yang disiapkan khusus untuk event ini langsung kewalahan, terpental ke sana kemari kayak bola.
Lagian, semua mekanisme dan trik si bos jelas nggak ada artinya di hadapan para profesor dan murid terbaik peringkat 1 sampai 3.
Fiolen sendiri sengaja menahan diri agar tidak terlihat terlalu menonjol.
Akhirnya, terdengar bunyi berat tubuh jatuh.
[Monster bos telah dikalahkan!]
Begitu semua orang mendekat untuk memeriksa dan mengambil barang rampasan,
Fiolen tiba-tiba menahan tangan profesor wanita yang jadi pasangannya.
“Tunggu sebentar. Kayaknya ada yang aneh.”
“Huh? Aneh?”
Aneh? Nggak ada yang aneh di sini.
Dia cuma bilang begitu karena dia tahu apa yang bakal terjadi selanjutnya.
“Entah kenapa rasanya…”
Kalimatnya sengaja dia gantung.
Dan di detik berikutnya
Tubuh monster bos itu meledak.
Dari segala arah, muncul garis-garis merah yang kemudian membentuk maguc circle aneh.
Sebuah magic yang menyerap dan tumbuh dari kematian.
Itu adalah black magic, Maguc terlarang yang dilarang keras di dunia para mage.
Fiolen tahu siapa yang memakai magic ini.
Tapi sekarang, itu tidak penting.
Karena inilah saat yang sudah dia tunggu.
Panggung sudah siap untuknya.
Hell Sphinx.
Makhluk dari neraka, dengan kekuatan mana mengerikan yang setidaknya setara 150 unit magic.
Para profesor dan murid yang belum pernah bertarung dengannya jelas tidak akan sanggup menang.
Dua puluh tahun yang lalu, Araceli-lah yang akhirnya menemukan titik lemah Hell Sphinx setelah banyak korban berjatuhan, dan menaklukkannya bersama sekelompok mage ahli.
Saat itu, seluruh dunia bersorak merayakan prestasinya, sementara dia sendiri sibuk mencari tahu, kenapa makhluk neraka peringkat-S bisa muncul di dunia manusia.
Tapi kali ini, panggungnya bukan untuk Araceli.
Semua sorotan tertuju pada Fiolen.
“Akh!”
“S-sialan!”
[Darurat! Darurat!]
Dalam dunia yang kini memerah, tujuh mage menatap sekitar dengan panik.
Fiolen tetap tenang.
“Semua dengarkan aku. Aku punya rencana.”
“Hah? Rencana apaan!”
“Hei, Fiolen! Kamu cuma rakyat biasa, jangan sok tahu!”
“…Dengar dulu, mungkin dia tahu sesuatu.
Ah, benar.
Klişe klasik.
Selalu ada satu yang ragu, satu yang panik, dan satu yang mencoba berpikir positif.
Tapi Fiolen nggak peduli.
Dia perlahan membuka mulut lagi.
“Hell Sphinx punya pola dan mekanisme yang sama seperti bos sebelumnya.”
“B-benarkah? Dari mana kamu tahu?”
“Aku pernah baca di buku. Nggak nyangka bakal lihat sendiri di sini."
Dengan nada tenang, Fiolen mulai menjelaskan kelemahan Hell Sphinx sambil sesekali melirik Yoo Seodam.
Profesor menyebalkan yang sudah sempat menggagalkan rencananya.
Dia bahkan nggak ingat sosok itu dalam memorinya.
Itu artinya, orang itu bukan siapa-siapa.
Cuma figuran yang mungkin mati entah kapan.
Dan Fiolen nggak suka variabel yang nggak bisa dia kontrol.
Hari ini kau mati, pikirnya dingin.
Fiolen sengaja menempatkan Yoo Seodam di posisi paling berbahaya, tanpa peduli siapa yang kuat atau lemah.
Kebetulan, untuk mengalahkan Hell Sphinx, dibutuhkan delapan orang yang masing-masing memegang peran penting, ada yang di garis depan, ada yang menyerang, ada yang membuat magic circle.
GRAAAWR!!
Suara raungan Hell Sphinx menggema, membuat tanah bergetar.
Fiolen memberi isyarat tangan dan berteriak lantang.
“Sekarang!”
Instruksinya sempurna.
Semua gerakannya terukur, seolah sudah diulang ratusan kali.
Dan memang begitu, karena dia sudah mempersiapkan momen ini sejak hari dia kembali ke masa lalu.
Sebuah pikiran yang pasti pernah terlintas di benak semua orang.
‘Oh, andai aku bisa kembali, aku akan berusaha lebih keras dan melakukan semuanya berbeda.’
Bahkan sebelum melakukan regresi, Fiolen terus membayangkan bagaimana rasanya berada di posisi Araceli.
Makanya dia bisa meniru karya Araceli lebih mudah daripada siapa pun.
‘Ha, ini hasil dari usahaku!’
S-Rank hell beast.
Monster sekuat itu, Jika dilepas di sebuah kota kecil, kota itu bisa hilang dari peta.
Tapi sekarang, di bawah komando Fiolen, semua murid dan profesor bergerak sinkron menyerang monster neraka S-Rank itu.
Tanpa satu korban pun.
Seolah-olah semuanya sudah direncanakan.
Raid yang bersih dan sempurna.
Kuung!!
Saat Hell Sphinx roboh…
Fiolen mengangkat kepalanya pelan dan menarik napas panjang.
Rasanya membahana sampai seluruh tubuhnya gemetar, sensasi yang menyegarkan memenuhi kepalanya.
Momen yang selama ini selalu dia bayangkan.
Kalau saja dia bisa kembali ke masa lalu dengan pengetahuan masa depan, dia bisa melakukan lebih baik lagi.
Ini adalah langkah pertamanya menuju seorang mage hebat. Dia memikirkan semuanya dengan penuh nafsu.
Seorang mahasiswa baru tahun pertama yang menundukkan Hell Sphinx S-Rank tanpa mundur.
Mulai sekarang, nama Fiolen akan tercatat dalam sejarah.
…Itulah hasil yang paling mungkin terjadi.
‘…Huh, peri video…?’
Aneh.
Dia yang menjadi konduktor di sini, ditempatkan supaya paling terlihat dari semua orang.
Tapi mengapa peri-peri video malah lebih sedikit?
Entah kenapa dia merasa aneh.
Dia menoleh ke arah Yoo Seodam.
Seodam sudah menyiarkan setiap momen sejak awal sampai Hell Sphinx dikalahkan, di hadapan ratusan peri video yang beterbangan di udara.
“Itu sudah jelas sekarang. Semua anomali di dungeon itu, juga Hell Sphinx S-Rank.”
Hah?
Tak lama kemudian.
“…Mahasiswa baru Fiolen, kelakuanmu jelas sekarang.”
Fiolen menoleh bingung.
Para profesor dan murid yang tadi patuh mengikuti perintahnya kini menudingkan tongkat magic sambil mundur, menjaga jarak.
Dia terlalu tenggelam dalam egonya sampai lupa satu hal: ada profesor yang menyiarkan semua anomali yang terjadi di dungeon itu.
Hal itu tidak ada dalam memorinya.
Seorang regressor tidak bisa menanggapi hal-hal yang tidak dia ketahui.
“Tunggu, tunggu. Aku berusaha lebih keras daripada siapa pun untuk mengalahkan bos ini.”
“…Kau tahu banyak soal Hell Sphinx dari mana?”
tanya seorang profesor.
Pertanyaan sepele.
Dalam keadaan biasa, itu akan jatuh ke klişe ‘koreksi protagonis’.
Namun ada karakter yang bisa membongkar koreksi protagonis itu.
Yoo Seodam.
Dia terus mengemukakan keraguan selama penyerangan dungeon.
[Kenapa anomali ini muncul di dungeon yang seharusnya aman?]
[Ada yang mencurigakan.]
[Keadaan dungeon ini aneh.]
Sedikit demi sedikit, keraguan itu membentuk pertanyaan di kepala semua orang.
Seolah menjawab pertanyaan mereka, Hell Sphinx muncul.
Ketika para mahasiswa menyerang Hell Sphinx, sesuatu yang belum pernah mereka dengar sebelumnya tampak semuanya terlalu sempurna hanya untuk satu orang.
Siapa pun bisa curiga. Mereka tak punya pilihan selain curiga.
“Y-yahiren.. profesor yahiren… aku membacanya di sebuah buku…”
kata Fiolen pada pasangannya, tapi dia pun menunjuk tongkatnya dengan tangan gemetar.
“Hell Sphinx tidak tercatat di buku mana pun. Karena itu terlarang. Meski pun ada, itu cuma fabel… buku macam itu bahkan tak semestinya ada.”
“Profesor…!”
“Fiolen. Harga menggunakan black magic adalah jiwamu… Kau tahu itu ketika kau menggunakannya?”
“T-tidak! Aku tidak pakai black magic!”
“Kalau begitu...”
Lalu bagaimana bisa?
“Hell Sphinx, dan dungeon ini. Kau melakukan semuanya begitu sempurna, padahal bahkan profesor kita tidak bisa?”
Dengan suara yang nyaris menangis, profesor Yahiren berkata,
“Bahkan sekarang kau cuma berkelit. Tolong. Aku sungguh ingin mempercayaimu. Kau bukan anak macam itu, kan?”
Tapi…
Fiolen tak bisa menjawab.
Kalau dia bilang ia tahu karena regresi, apakah mereka akan percaya?
Bahkan jika dipercaya, mau bilang apa ketika mereka bertanya, ‘Lalu kenapa kau tidak bilang lebih dulu kalau berbahaya?’
“Tunggu! Aku tahu pelakunya sebenarnya. Kalau kita keluar dari sini, aku bisa membuktik..”
Pang!!
“Kuck!”
Saat Fiolen berteriak, sebuah tembakan terdengar dari suatu arah.
Sebuah magic yang sangat tak biasa, hanya dipakai oleh profesor tamu Combat Magic Vivienda.
Itu Yoo Seodam.
“Kita tak boleh membiarkan Black Mage melarikan diri.”
Lalu mereka melihat Fiolen berdiri tanpa segores pun walau sudah ditembak.
“Aku mengeluarkan perintah lapangan sebagai Combat Mage. Saat ini juga, Black Mage harus dinetralkan.”
Yoo Seodam mengisi ulang mega shooter-nya.
Bagaimana sampai begini?
Fiolen tak mengerti.
Ini tidak pernah terjadi dalam masa depan yang dia tahu.
Tidak ada masa depan yang lebih sempurna daripada ini.
Jadi mengapa
Fiolen menatap Seodam secara naluriah.
Di sudut bibir Seodam, ada gerakan kecil yang hanya bisa dilihat Fiolen.
Bodoh, beginilah cara kau menulis ulang masa depan.
Kalau seorang regressor terbang tinggi dengan sayap pengetahuan masa depan, maka kini, karena informasi masa depan itu, saatnya untuk benar-benar menghancurkan semuanya.
0 komentar:
Posting Komentar