Apa aku sedang gila?
Di tengah-tengah pikiran itu, sisa hidup terus berkurang tanpa henti.
“…aku harus ngapain?”
Saat kuucapkan pertanyaan itu keras-keras seperti orang gila, hologram tembus pandang itu berubah, dan jawaban datang.
< Berburu, seperti yang kamu lakukan selama ini. >
< Tapi sekarang buru para protagonis. >
< Kalau berhasil, kamu akan diberi masa hidup sebagai balasannya. >
< Kamu juga bisa menyerap bakat dari protagonis yang kamu buru. >
“Sialan. Maksudmu protagonis itu apa, sih?”
< Bukannya itu kata yang umum di duniamu? >
< ‘Tokoh utama’ yang muncul di novel, film, drama, kartun, dan lain-lain. >
< Mereka yang tak pernah dikalahkan, yang bangkit lagi apapun bahaya menghadang, dan yang disayang seluruh dunia. >
“Aku sering lihat mereka di dunia nyata juga. Kau mau aku bunuh mereka? Gak mungkin.”
Bahkan kalau sekarang juga aku nyalain TV, banyak orang kayak gitu. Hidupnya selalu mulus. Contoh pekerjaan ku, bukankah hunter peringkat SS paling puncak bisa dianggap protagonis?
“Gimana aku ngadepin hunter peringkat SS?”
< Bukan cuma terbatas di duniamu. >
< Protagonis ada di banyak dunia dan banyak dimensi. >
“Ho.” Jantungku berdebar. aku tahu ini salah, tapi entah kenapa malah bersemangat.
“…Oke. Kapan mulai?”
< Kamu bisa mulai sekarang juga. >
“Tapi, ada satu masalah. Kau tahu kondisiku parah, kan?” Tubuhku gak siap buat aktivitas berat. Tubuh idiot yang bakal serangan jantung cuma karena lari dikit.
< Masalah itu bisa diselesaikan pakai masa hidupmu. >
< 10 hari masa hidup bisa dipakai untuk menekan kondisi jantung sementara selama satu hari. >
…Sial. Tangan ku gemetar. Kalau pake 10 hari, sisa ku tinggal 21 jam. Hidup lagi sepuluh hari doang? Atau nekat demi hidup yang lebih panjang? Bukan pilihan sih sebenarnya.
“Ya. A-aku mau!”
[10 hari masa hidup digunakan untuk menekan kondisi jantung sementara.]
Tak lama kemudian, dadaku terasa ada yang hilang. Tanda bulat berwarna biru terukir di rongga perutku. Setelah beberapa saat, kenyamanan yang mengharukan membanjiri diriku. Walau udah lama gak ngerasain pesta, aku terasa segar seperti kembali ke masa muda.
“…Oke. Siap berangkat, tapi sebelumnya. Boleh bawa barang nggak?”
< Batas yang bisa kamu bawa 20kg. >
“20kg? Pelit amat.” Gimana hunter lemah kayak aku bisa kerja di garis depan? Itu karena perlengkapan canggih. Baju kulit yang dilapisi aether, dan mantel yang juga dilapisi aether dipakai di atasnya. Empat pistol peluru aether, delapan peluru cadangan, dan satu senapan sniper di punggung. Setelah ngemas beberapa bahan peledak lain, aku berhenti karena hampir nyampe batas berat.
aku ngambil aether blade, senjata utama para hunter, dan tekan tombol pelepas. Badan logam putih memuncul dan memanjang sekitar 120 cm. Saat energinya aktif, cahaya biru membungkus tepinya.
Schink!!
“Huff.” Kuhela napas sambil menatap cahaya biru pedang aether itu lama. Para hunter membunuh monster pakai aether, energi yang diekstrak dari jantung monster. Dan sekarang dengan energi itu aku harus bunuh manusia.
Gak nyangka harus berantem pake perlengkapan begini. Karena biasanya aku pake seragam militer dengan perlengkapan andal, aku cuma bisa menghela napas lihat kondisi peralatanku yang kurang memadai sekarang. Selain itu, sentuhan pedangnya juga terasa canggung. Terakhir kali aku berantem sudah setengah tahun lalu. Macan nggak lupa cara berburu, tapi aku tetap gugup.
Andai bisa dapet Blaster Cannon… Gak bisa dipungkiri, siapa juga yang bakal cukup puas setelah ngerasain peralatan terbaik.
“Aku siap.”
[Perjalanan ke Kekaisaran Erajon. Dunia protagonis Level 33, Gilitender.]
[10…9…8]
Sambil ngeliatin hitungan mundur, aku tarik napas panjang. Lawan adalah protagonis. Makhluk yang diberkahi dunia. aku cuma bisa percaya kalau “Klien” ini bakal cocokkan aku sama protagonis yang bisa kutangkap sesuai kemampuan.
[2…1…0]
Dengan pesan ‘Perjalanan Selesai’ suara seperti petir menghantam telingaku. Saat berikutnya. Dunia runtuh.
[Anda telah menjadi penantang di Turnamen Erajon.]
…Waaaa!!! Sorak-sorai datang dari segala arah.
Tunggu, apa-apaan ini? Cepat-cepat ngambil sikap tempur, aku mundur sedikit dan melihat sekeliling. Sebuah ruang besar yang mirip koloseum di Bumi. Puluhan ribu penonton menatap kami dari atas.
“Oh, wow. Masuknya penantang ini agak ekstrim. Petir menyambar dari langit. Gimana caranya dia bikin itu?” Melihat ke depan, seorang cowok tampan berkulit gelap tersenyum padaku. Dia lebih pendek dari aku, tapi ototnya bikin dia terlihat sama sekali bukan lemah. Dan yang melayang di atas kepalanya…apa itu? Hashtag? #One’s_World_Best_Sword #Protagonist #Goodriddance #2ndrebirth #Perfecttalent
Aku baca itu dengan teliti sambil orang di sebelah sana terlihat bosan.
“Kau nggak kelihatan sekuat itu buat masuknya sehebat itu. Nama?”
“Hah, oh. Harusnya aku jawab apa? Panjang ceritanya.”
“Akhirnya jawab juga. Mungkin kau belum tau, tapi nama ku Gilitender.”
Beberapa komentar langsung terdengar dari entah mana.
[Ah! Masuknya penantang ini luar biasa!]
[Wajah baru! Penantang pertama hari ini, namanya Yoo! Seo! Dam!]
[Bisakah dia kalahin juara Gilitender yang sudah capai 30 kemenangan beruntun!?]
[Atau bakal kemenangan mudah lagi buat Gilitender!?]
Gilitender nyengir dan nunjuk pedangnya ke arahku. “Apa pun yang kau lakukan, gak bakal ngaruh. Makan pil, racun, ancam keluarga ku, atau rayu pake identitasmu. coba aja kalahin aku.”
Tak lama, dia mendekat dengan tendangan ringan sambil ngomong. “Kalau itu bisa.”
“…!!” Schink!! Begitu tameng aether aktif, 20% energinya teroyak seketika oleh benturan keras itu. Baju aether bisa tahan serangan monster sedang di jarak menengah, tapi ini sekali tebas!
Aku keluarkan aether blade, cepat ayunkan dengan lapisan energi biru, dan mundur tiga langkah.
“Itu apa? Perisai magic? apa Itu pedang magic di tanganmu?” Berbeda dari tadi saat dia ketawa-tawa, Gilitender sekarang terlihat agak kaget. Aku balik ngatur posisi setelah benturan yang kelihatannya bikin cedera internal itu dan ngomong, “Ini Aether blade, dasar sialan!”
Dia turunkan posisi untuk siap menyerang, tapi bingung begitu liat aku ngelaju. “Apa ini? Make teknik yang cuma ada di legenda. sialan.”
“…!”
Schwua!!
Udara hasil gesekan aether blade terbelah saat aku ayunkan, tapi dia udah di sampingku nendang.
“Ugh!” Baru setelah berguling dua-tiga kali baru kusadar aku gak bisa tanding tanpa senjata api. Gak kelihatan jelas karena dia gak pake apapun, tapi di level itu, harusnya minimal enhancement fisik tingkat A.
Schink!
“Ugh!”
Aku pikir dia pasti berdiri di depan mata, tapi Gilitender terus ilang dari pandanganku. Belum pernah liat hal kayak gini seumur hidup. Aku mikir gimana bisa manfaatin ini tanpa tau di mana dia.
Aku veteran. Dan veteran yang udah selamat dari situasi lebih parah dengan menyingkirkan semua yang kuat! Dengan buru-buru aku gulung granat dan seluncurkan ke arah depan, nyoba tusuk orang yang berbalik di belakangku, tapi cuma menusuk udara seperti prediksi.
Beep, Beep, Boom!!
“Ugh!”
Begitu granat aether meledak, aku ngeluarin pistol dari pinggang dan menembaknya ke arahnya.
Setiap peluru adalah darah kehidupanku sendiri, tapi sekarang bukan waktunya untuk berhemat.
Ping, ping, ping, ping!
Gilitender, yang mengangkat pedang besinya dan menangkis semua peluru meski dengan posisi tubuh yang berantakan, kembali mencoba mendekat.
Setiap kali dia berlari, percikan api muncul di lantai.
Pashi!!
“Sialan, apa dia seorang mage!?”
Seekor gajah pun pasti pingsan seketika, tapi dia cuma meringis sebentar lalu mengabaikan rasa sakit itu.
“Heup!”
Lalu, seperti keajaiban
[Protagonis Gilitender telah memperoleh skill Lightning Resistance (F).]
Dapat skill di tempat!?
Sial! Masuk akal nggak sih!?
Skill dan kekuatan supernatural adalah hal yang seumur hidup nggak pernah kudapat.
Tapi gak ada waktu buat mikirin itu, karena dia udah nyerang lagi.
Namun sekarang, aku mulai tahu gimana cara ngelawan Gilitender.
Pendekatan sebelumnya percuma. Setelah menyarungkan aether blade, aku mengeluarkan senapan sniper.
Sayang banget aku gak bisa bawa senapan serbu, tapi ya udahlah, ini aja cukup.
Sambil menahan napas, aku membidik orang yang sedang berlari ke samping.
Kecepatannya gila, lebih cepat dari cheetah. Tapi aku juga pernah berburu monster secepat itu.
Paang!!
“Ku-ugh!”
Satu tembakan kelihatannya kena di perutnya, tapi dia menangkisnya lagi dengan pedang besi itu.
Sial, pedang besi itu terbuat dari apa?
Dia kelihatan terhuyung karena benturan. Aku nggak nyangka dia bisa nahan tembakan barusan.
Sial, senapan sniper aether emang kuat, tapi kelemahannya: reload-nya lama banget.
Tapi… tunggu, ada sesuatu di pedang besinya Gilitender.
Kelihatan mirip kayak aether blade-ku, tapi ada bedanya.
Aku udah terbiasa ngelihat “qi” , karena di Bumi, siapa pun yang punya kekuatan bisa memancarkannya.
Gak sempat reload, jadi aku keluarkan sekitar 15 cm energi dari laras senapan dan mengayunkannya ke kanan.
Tepat pada waktunya pedang Gilitender menyambar dari samping dan kami berdua terpental ke belakang.
Ding!!
“Ini…”
Saat pedangnya tergores, mata Gilitender membelalak.
“Apa-apaan itu? Mana gak pernah ngeluarin energi seaneh itu.”
“Kau gak perlu tahu.”
“Aneh. Bukan magic, tapi pakai teknik aneh. Sebenarnya kau dari mana?”
“Aku datang buat membunuhmu.”
Dia mulai bergerak zigzag, mendekat lagi.
Aku bersiap.
Kalau dia dapet celah sedikit aja, dia bakal nyergapku.
Setelah satu benturan lagi, energi aether-ku tersisa 60%.
Kalau sampai kena tiga serangan lagi, aku beneran mati.
Dengan gerakan cepat, aku pasang ranjau kecil di jarak pijakan kakinya.
Gilitender gak tahu itu apa, tapi dia mundur sedikit, seolah ngerasa itu berbahaya.
Bagus, cukup buat ngehindar.
Aku keluarkan pistol lain dan nembak beberapa kali, tapi orang gila itu ngelak atau nahan semua peluru kayak gak ada apa-apa.
Yah, wajar sih.
Bahkan superhuman (manusia super) di Bumi bisa begitu.
Tapi bahkan superhuman peringkat A gak bisa nangkis semua peluru satu-satu.
Padahal kekuatannya paling tinggi cuma setara C-Rank, tapi kontrolnya... gila.
Sesuatu yang gak ada di Bumi, gaya bertarung pedang yang aneh, melampaui batas manusia biasa.
Boom, boom!
Benturan lagi.
Dia mencoba nebas leherku, tapi aku segera aktifkan perisai aether semaksimal mungkin. Serangan itu hampir fatal.
Aku lihat senyum miring di wajah Gilitender, sadar kalau energi aether-ku cepat menipis.
“Hah, yah. Terserah. Pada akhirnya, kau bakal mati di tanganku. Tapi kau menarik juga.”
Boom!
Energi pedang meledak, memisahkan kami sejauh satu langkah.
Gilitender yang sempat terdorong mundur mulai… menari.
Ya. Itu satu-satunya kata yang bisa kugunakan, menari.
Ujung pedangnya seolah jatuh, lalu naik lagi, lalu menebas ke depan seperti menusuk.
Gila…!
Aku belum pernah lihat gaya bertarung kayak gitu. Gak ada hunter yang bisa begitu.
Itu… pedang sejati. Pedang dari dunia lain, bukan milik manusia modern.
[Sisa Aether: 7%]
Cepat-cepat aku aktifkan perisai aether di pergelangan tangan karena kalau ini terus terjadi, aku bakal mati beneran.
Clink, clink!
“Keuk!”
Perisai energi bundar dengan radius sekitar 30cm langsung retak, tapi setidaknya berhasil menahan satu tebasan pedangnya.
Bersamaan, aku menendang dadanya dan melepas pin granat.
Tuk!
“…Apa?”
Tujuannya buat dorong dia dan ngebom, tapi bukannya mundur, dia malah maju makin dekat.
“Berhenti pakai trik murahan!”
Kaboom!!
Pada akhirnya kami berdua tersapu ledakan energi.
Frekuensi aether-ku udah diatur, jadi perlengkapanku gak ngasih efek padaku.
“Ku-ugh!”
Gilitender batuk darah, terlihat kesakitan.
Dia jelas berniat menyerang titik lemahku, tapi yah, siapa pun yang punya otak bakal coba hal yang sama.
Kau pikir aku gak siap buat itu?
“Sialan!!”
Gilitender teriak sambil mundur, dan di saat itu aku tekan tombol.
Woosh!!
Sekejap kemudian, pilar api raksasa meledak dari bawah kakinya!
Bola api murni dari energi aether itu jauh lebih kuat dari api biasa.
“Dasar brengsek, gak bisa tahan panas kan, hah!?”
Aku napas terengah, mundur perlahan.
Bahkan superhuman dengan tubuh yang ditingkatkan pun gak akan tahan bola api itu.
Itu peralatan termahal yang kupunya.
Tapi...
lawan ku ini protagonis.
Dan baru sekarang aku ngerti artinya.
[Protagonis Gilitender menggunakan tekad tak tergoyahkan untuk tidak tumbang meski di tengah kobaran api!]
[Protagonis Gilitender memperoleh skill Fire Resistance (D)!]
Saat api padam, Gilitender keluar dari dalamnya.
Seluruh tubuhnya hitam penuh jelaga, tapi wajahnya tenang seolah gak terjadi apa-apa.
“Ho… Gokil…”
“Haha, aku gak nyangka. Ternyata aku bisa tahan bola api juga. Sekarang apa lagi yang..”
Tapi aku udah mundur 20 langkah.
“Resistansi, oke lah. Tapi…”
Aku berbaring di lantai dan menekan detonator.
“…kau gak kebal sama ranjau M18E17 claymore, kan?”
“…Apa?”
Ledakan besar langsung mengikuti.
Kaboom…!!
Segalanya di depanku berubah jadi abu.
Hening sebentar… lalu...
Waaaa!!!
Sorak-sorai menggema dari segala arah.
[Ya ampun! Apa yang baru saja terjadi!? Juara 30 kemenangan beruntun! Lelaki tak terkalahkan! Kini muncul juara baru yang menumbangkan Gilitender! Akankah dia dipilih oleh kekaisaran!?...]
Keributan itu entah kenapa terdengar menyenangkan.
Sementara aku dibanjiri pesan yang muncul di kepalaku.
[Berhasil memburu protagonis Level 33.]
[Level-anda naik 2 level.]
[Misi Selesai. Kembali ke dunia asal.]
Suara di sekelilingku perlahan memudar.
Aku sudah kembali ke apartemen studioku, tergeletak di lantai.
Namun pesan-pesan itu masih terus bermunculan.
[330 Hari masa hidup diberikan.]
[Sisa Hidup: 330 hari 15 jam 21 menit.]
[Anda bisa menyerap salah satu bakat atau skill mereka secara acak.]
[Apa anda ingin menyerapnya?]
Dalam keadaan setengah sadar, aku cuma mengikuti insting.
“Aku gak tau… terserah, lakuin aja…”
Terdengar suara berputar.
Lalu pesan baru muncul di kepala.
[Bakat Gilitender , Swordsmanship (A+) telah diserap!]
0 komentar:
Posting Komentar