“Ini keajaiban.”
Aku mengangguk tenang mendengar perkataan dokter itu.
“Tumor tak dikenal yang membebani jantungmu… hilang seolah tak pernah ada.”
Dokter itu berkata bersemangat sambil menata kacamatanya.
“Mungkin masih ada harapan jika kita lanjut operasi. Mungkin, beberapa..”
“Tidak, terima kasih.”
Sudah kuketahui operasi jantung tidak ada gunanya. Tidak, mungkin ada gunanya, tapi apa artinya itu?
[Sisa Hidup: 329 hari 20 jam 37 menit]
Aku sudah tahu cara yang lebih baik.
“Kalau begitu, semoga beruntung.”
Aku buru-buru meninggalkan rumah sakit, menghirup udara dingin.
“Shu~. Hah!”
Kuusahakan merasakan udara segar, tapi kota ini udaranya kotor.
Meski begitu, aku merasa lega. Jantungku berdetak seperti bebas.
Awalnya kukira ini mimpi. Mimpi dipanggil ke dunia aneh lalu duel melawan gladiator kuat yang disebut protagonis.
Tapi.
Bukan mimpi.
Beberapa saat setelah bangun, di kamar kulihat perlengkapan yang setengah rusak seperti tubuhku sendiri.
Rasa segar memenuhi dada sebelum aku sempat berpikir berapa ongkos kerusakan semua ini.
Seberapapun aku berlari, seberapapun aku olahraga, jantungku tak lagi sakit.
Lebih tepatnya, kondisiku jadi lebih baik dari sebelumnya.
[Masa hidup mu telah diperpanjang dan kondisi kamu dihentikan sementara.]
[Saat hidup mu berakhir, kondisi itu akan muncul kembali.]
Kata-kata wanita yang kusebut ‘Klien’ membuatku tenang.
Untuk sekarang aku hanya bisa hidup satu tahun lagi.
Namun itu bukan akhir.
Aku juga diberitahu bahwa aku jenius soal menembak. Tentu, kemampuan menembak berguna, tapi kalau kau pikir itu cukup di dunia hunter, tentu tidak. Senjata api kalah dibanding kekuatan super.
Tapi ilmu pedang(swordsmanship) berbeda. Aether blade adalah senjata yang bisa melukai monster layaknya kekuatan super, dan cocok untuk hunter yang punya kemampuan ‘kuat’.
Aku tetap manusia biasa, jadi harus pakai aether blade meski jaraknya dekat.
Kalau ilmu pedang ini beneran…
Aku mencari gym yang papan tuanya bertuliskan ‘Geumgang Gym’.
Sejak tahun ketigaku jadi hunter, tempat ini yang sering kukunjungi, tempat banyak calon hunter meneteskan keringat dan darah.
Banyak orang berotot datang kemari karena direktur mengembangkan metode kontrol fisik yang andal, tapi sekarang jarang ada orang karena metodenya sudah umum.
Wajar saja. Meski direktur hebat melatih badan, kemampuannya cuma C-Rank. Bagus memang, tapi sekarang banyak gym ditangani pensiunan hunter A-Rank, jadi orang-orang lebih memilih tempat yang lebih bagus.
“Hah? Itu Seodam, ya?”
Gym penuh pria berkeringat berotot dan salah satu pelatih bertubuh besar mengenaliku lalu mendekat.
“Kau baru keluar rumah sakit?”
“Iya.”
“Kau kelihatan lebih baik daripada terakhir kali? Dulu kau hampir… kau… kondisimu parah.”
Pelatih gym ini dulu kadang mampir bareng direktur, jadi dia ingat aku hampir meninggal, itulah kenapa dia kaget melihatku di sini.
“Aku baik-baik saja. Hampir pulih.”
Bukan pulih sepenuhnya, cuma hampir serupa.
“Bagaimana dengan direktur?”
“Ada seorang trainee di kantor direktur sekarang. Mau ketemu?”
“Trainee?”
Dulu calon hunter disebut trainee. Jujur, menarik masih ada yang cari direktur Kim.
“Ayo gass.”
Ku ketuk pintu kantor direktur dan ku dengar suara yang familiar.
Masuk ke ruangan, kulihat kepala botak direktur Kim dan seorang gadis Eropa muda berambut pirang cantik sedang minum kopi instan dari gelas kertas.
“Ah, Yoo Seodam! Kau sudah keluar rumah sakit? Kenapa tak bilang ke aku?”
“Aku baru keluar kemarin. Ya, keluar rumah sakit gak harus dibuat dramatis.”
Kalau aku memang gak bilang siapa-siapa, memang tak akan dramatis.
“Gadis ini…?”
“Kau pasti tahu. Keluarga Costantini dari Italia, terkenal soal ilmu pedangnya.”
“Iya, aku pernah dengar.”
“Dia putri sulung. Namanya..”
“Celeste Costantini.”
Celeste? Nama itu membuatku sedikit terkejut, karena namanya familiar.
“Anak Pak Salvatore Costantini?”
“Iya. Kau kenal dia?”
tentu aku kenal. hunter italia, Salvatore, dulu terkenal S-rank, kesanku padanya baik karena ia baik padaku saat aku masih F-rank.
“Kau tahu, aku pernah ngajar dia beberapa teknik fisik dulu. Setelah belajar, katanya dapat pencerahan. Jadi dia ngirimin putrinya semacam study trip kali ini.”
Direktur mengangkat bahu sambil menghela napas.
“Itu sebabnya dia tinggal beberapa bulan di sini. Jujur, gak ada yang perlu diajarkan.”
“Apa?”
“Kau, gadis kecil, jenius. Usia 17 tapi sudah punya kekuatan setara D-Rank dan fisik oke.”
…Gila.
D-Rank sebelum usia 20, kita kadang menemukan kasus macam ini. Mereka disebut jenius. Jujur, aku tak bisa tak kagum.
“Tapi, kau terlalu sopan. Waktu kupelajari sesuatu kau mengangguk dan belajar sungguh-sungguh. Bahkan kupasangkan kau lawan yang lain. Tapi ya, kau paham maksudku. Mungkin kau sudah tahu tak ada lagi yang bisa kau pelajari di sini. Meski kau belum ngomong apa-apa.”
“Yah…”
Memang. Keluarga Costantini pasti sudah melihat A-Rank dan banyak master pedang dalam keluarga. Trainer D-Rank dan direktur C-Rank cuma sekedar uji coba, tapi tak ada faedahnya kalau lebih lemah daripada yang mereka alami di rumah.
Salvatore mungkin mengirim Celeste ke Korea dengan maksud metode direktur Kim, tapi banyak hal berubah sejak dulu. Dia takkan dapat apa-apa di sini. Makanya Celeste tampak tidak tertarik dengan semua yang terjadi di Korea.
“Baru seminggu. Huu~. Aku gak bisa balikin permintaan ayahmu Costantini, jadi kurasa aku harus cari sesuatu buatmu. Jujur, merepotkan.”
Dengar ucapan direktur, aku merasa kasihan padanya, tapi apa yang bisa kulakukan?
“By the way, apa kau hunter aktif?”
Celeste bertanya dalam bahasa Italia dan direktur Kim mencoba menerjemahkan, tapi aku juga bisa bahasa Italia percakapan sederhana.
“Aku Yoo Seodam. F-Rank yang kerja sebagai hunter.”
“Ah… F-Rank, hunter biasa…?”
“Iya.”
Entah kenapa, kata-katanya barusan terasa seperti disiram seember air dingin.
Dia benar-benar kelihatan nggak tertarik dengan apa pun di sini.
Aku menoleh ke direktur.
“Direktur, di mana bayiku (pedang kesayanganku)?”
“Bayi? Ah, maksudmu pedang kayu itu?… Aku selalu penasaran, kenapa sih kau nyebut pedang kayu itu ‘bayi’-mu?”
“Lupakan soal pedangnya, kenapa pikiranmu malah jorok begitu.”
“Dasar aneh.”
Direktur pun mengeluarkan pedang kayu yang dulu sering kupakai.
Sudah lebih dari sepuluh tahun aku nggak menyentuhnya, tapi rasanya… masih sama.
Tanpa sadar, kugenggam gagang pedang itu dengan posisi yang sama seperti saat memegang aether blade, dan seketika bulu kudukku meremang.
Hah… Selama ini aku megangnya kayak gini?
Rasa dari pedang kayu itu terasa aneh.
Bukan, rasanya memang selalu begini setiap kali aku pegang pedang.
Baru sekarang aku sadar.
Selama ini cara bertarungku… parah banget.
Perlahan, kuangkat pedang itu, mengarahkannya ke udara dan jalur ayunannya terlihat jelas di mataku.
Cara untuk menebas dan memastikan musuh mati.
Bagian mana yang bisa kupotong dengan bersih, aku bisa membayangkannya.
Lintasannya begitu sempurna sampai-sampai membuatku merinding.
Gila… apa ini?
Pertempuran yang tak terhitung banyaknya terlintas di kepalaku dan lenyap.
Musuh-musuh yang dulu menekan dan hampir membunuhku, rasanya tak ada yang bisa menandingi tebasan ini.
Kekuatan yang begitu mutlak dan sempurna.
Inilah bakat tingkat A-Rank, ambang batas para jenius yang membuka jalan menuju kemenangan.
Aku bisa melihat jalan itu sekarang.
Bagaimana cara menundukkan lawan secara efisien.
Bagaimana menebas dengan sedikit tenaga.
Bagaimana tidak pernah kalah!
“Hmm? Ada masalah?”
“Nggak. Pedang kesayanganku ini rasanya lebih ringan dari dulu. Tapi ngomong-ngomong, Direktur… sudah lama aku nggak tanding, jadi…”
Aku tiba-tiba berhenti bicara, lalu menatap Celeste.
Sebanyak apa pun peningkatan kemampuanku dalam ilmu pedang, melawan C-Rank jelas mustahil.
Mungkin bahkan susah untuk sekadar menguji kemampuan ini.
Tapi kalau lawanku trainee hunter dengan kekuatan D-Rank?
Dan berasal dari keluarga yang ahli dalam ilmu pedang…
Mungkin ini kesempatan bagus buat mengetesnya.
“Nona Celeste. Kau kelihatan bosan, mau sparring denganku?”
“Hm?”
Direktur Kim buru-buru menahanku begitu melihat wajah Celeste yang agak bingung.
“Kau ini kenapa? Badanmu nggak apa-apa, kan?”
“Makanya aku mau olahraga dulu. Anggap aja ini pemanasan.”
“Tapi tetap saja…”
Aku nggak pernah bilang ke siapa pun kalau aku punya masalah jantung.
Ironis, iya.
Cuma Guild Master, orang yang bahkan nggak dekat denganku yang tahu aku sekarat.
Direktur menatapku hati-hati.
“Anak itu punya kekuatan setara D-Rank, lho.”
Aku paham maksudnya.
Sama seperti alasan kenapa Celeste nggak antusias dengan tawaranku.
Kalau kami benar-benar spar di sini… aku pasti kalah.
Tapi aku hunter veteran 15 tahun. Bukan hal kecil.
Celeste perlahan buka mulut, suaranya tenang banget, bahkan tanpa nada menantang.
“Aku sudah melawan tiga veteran 10 tahun, hunter dan ahli pedang biasa di keluargaku.”
Wah. Aku rasa aku tahu siapa mereka.
“Ilmu pedang mereka luar biasa. Aku banyak belajar dari mereka. Tapi…”
Nada suaranya seperti menyuruhku berhenti.
“Saat aku membangkitkan fisik E-Rank, mereka semua tak lagi bisa menandingiku. Ketiganya.”
Celeste berkata santai.
Dan memang benar.
Begitu seseorang mencapai E-Rank, dia melampaui batas manusia biasa.
Artinya, sekeras apa pun hunter F-Rank berusaha, hasilnya tetap tak sebanding.
Apalagi dia sekarang hampir mencapai D-Rank.
Jadi wajar kalau dia menyuruhku berhenti, karena duel ini cuma buang waktu.
Tapi… entah kenapa, dia sekarang kelihatan tidak menakutkan sama sekali di mataku.
“Ngomong-ngomong, kau tahu nggak?”
“Hm?”
Hunter Salvatore Costantini yang dulu mengguncang dunia dengan satu pedang, baru saja naik ke SS-Rank.
Salah satu dari 37 orang di seluruh dunia.
Kau bisa bayangkan betapa besar rasa bangga anak seperti dia terhadap ayah dan keluarganya.
“Aku pernah menang duel satu lawan satu melawan ayahmu.”
Itulah kalimat yang terlintas di kepalaku.
“Baiklah. Aku memang ingin lihat kemampuan veteran hunter lain.”
Cukup satu kalimat itu, provokasi yang membuat Celeste akhirnya mengangkat pedang kayu.
0 komentar:
Posting Komentar