Aku menatap pot bunga itu tanpa berkedip.
Ingatan tentang tiga tahun yang kuhabiskan di dalam Hell Gate kembali memenuhi kepalaku.
Taylor melihatku dengan cemas, mencoba membaca apa yang sedang kupikirkan.
Setelah menerima hadiah seperti ini, hanya ada satu hal yang bisa kukatakan.
“Terima kasih.”
Mendengar itu, Taylor tersenyum lega.
Sebenarnya, pot bunga ini lebih seperti luka yang membusuk, bekas dari kenangan yang tidak ingin kuingat.
Kenangan tentang Hell Gate, sesuatu yang dulu begitu menyakitkan sampai dipikirkan saja rasanya menusuk.
Waktu berlalu, aku berhasil melewatinya.
Sekarang, hal itu tidak terlalu mengusikku lagi.
Hell Gate…
Banyak sekali hal yang terjadi di sana.
Begitu banyak.
Ekspedisi ke-7 Hell Gate.
Disebut sebagai ekspedisi paling berhasil, meski dari 500 orang yang masuk, hanya 47 orang yang berhasil keluar hidup-hidup… tiga tahun kemudian.
Dan aku adalah salah satu dari 47 itu.
Salah satu alasan aku bisa kembali adalah karena aku punya “intuisi”.
Kedengarannya aneh, tapi itu memang kenyataannya.
Sejak kecil, orang-orang sering bilang, “kamu peka banget, ya,” atau “kok bisa nebak?”
Dan di dalam Hell Gate, intuisi itu sering memberiku sinyal yang tak terlihat, sesuatu yang orang lain tidak sadari sampai semuanya terlambat.
Kadang aku merasa harus pergi ke suatu tempat, meski sangat berbahaya, hanya karena firasat itu mengatakan peluang hidupku lebih besar di sana.
Baru belakangan aku tahu itu adalah bakat Intuition (A).
Tapi saat itu, yang terpikirkan hanya satu: bertahan hidup.
Dan akhirnya… aku bertahan.
“Itu mengingatkanku sama masa lalu.”
“Ya kan? Cantik nggak?”
“Nanti aku rawat di rumah.”
“Eh serius? Kalau kacanya pecah terus ternyata itu bunga radioaktif gimana?”
“…Kamu pikir Hell Gate itu pembangkit nuklir apa?”
Aku menatap pot bunga itu lebih dekat.
Spiritual Silver Flower.
Informasi yang mustahil kutahu, baik di masa lalu, sekarang, ataupun masa depan muncul begitu saja di hadapanku.
Apa benar ini cuma skill F-Rank?
Atau mungkin keberadaan “spirit” lebih umum daripada yang kupikirkan?
Di zaman modern, keberadaan spirit dianggap tak lebih dari takhayul.
Seperti hantu, tidak ada yang tahu benar-benar ada atau tidak.
Tapi aku tahu.
Hantu dan spirit memang ada.
Aku pernah melihat hantu sekali, dan pernah mendengar kisah tentang spirit dari rekan yang sangat bisa dipercaya.
Dengan kata lain, selama 15 tahun berada di medan perang, aku hanya pernah melihat eksistensi seperti itu sekali.
Lalu muncul deskripsi ini:
< Silver Spiritual Flower >
Deskripsi: Bunga spirit yang tumbuh dari benih jiwa-jiwa yang gugur. Untuk melahirkan spirit, bunga ini harus dirawat dalam kondisi khusus.
Cahaya matahari: Memakan energi bintang. Namun karena tercemar kematian, terlalu banyak cahaya akan merusaknya. Biarkan terkena sinar matahari 5 menit saja setiap sore.
Temperatur: Ideal di sekitar 20°C.
Tanah: Bunga ini tumbuh di tanah kematian. Untuk mempertahankan vitalitasnya, taburkan tanah dari para peri Essoten, lalu campurkan dengan biji yang telah mendengarkan seruling daun peri Essoten selama 300 hari.
Nutrisi: Memakan emosi negatif. Sebaliknya, emosi positif…
Perawatan mental & fisik: Peri, naga, dan makhluk transenden lainnya bisa berbicara dengan bunga ini. Ajak bicara sesekali untuk memeriksa kondisi mental spirit. Sangat rapuh sebelum spirit lahir…
Setelah membaca buku dari perpustakaan White Witch dengan teliti, aku mendongak menatap Taylor.
Apa aku melakukan sesuatu sampai pantas diberi ini?
Melihat wajahnya yang penuh bangga, entah kenapa aku merasa aneh.
Rasanya ada sesuatu yang tidak beres.
Biasanya… teman tidak memberikan hadiah semacam ini satu sama lain.
Tentu saja, Taylor dan aku sudah berkali-kali menyelamatkan nyawa satu sama lain.
Hubungan kami lebih stabil dari kebanyakan orang.
Tapi tetap saja, “hadiah” bukan sesuatu yang pernah berarti dalam hubungan kami.
Kalaupun ada, itu cuma hadiah asal-asalan yang dilihat sekali lalu dibuang.
Namun, kelihatannya dia sudah berlarian selama dua bulan terakhir dengan tujuan mengambil “material Hell Gate” dari Lost Day sejak awal.
Bahkan mungkin “material Hell Gate” bukan rencananya dari awal dan dia hanya mengambil kesempatan.
Aku menatapnya curiga, lalu bertanya,
“Kamu… ada apa?”
“…Hah?”
“Bilang aja. Kalau ada yang bisa kubantu, aku bakal bantu sebisa mungkin.”
Yang kutahu, kalau Taylor bertingkah aneh seperti ini, berarti ada sesuatu yang mengganggunya.
Dia memang terlihat egois, kasar, tidak peduli orang lain…
Tapi itu cuma mekanisme pertahanannya.
Kalau dia benar-benar dalam masalah besar, dia berubah jadi seperti sekarang, altruis.
Aku sudah kenal Taylor selama 15 tahun.
Dari ekspresinya saja aku bisa tahu ada yang tidak beres…
“Apa sih yang kamu omongin?”
“Apa?”
Taylor menatapku dengan tatapan… kasihan?
“Kamu tuh mati aja gih..Cewek capek-capek ngasih kamu hadiah, dan itu yang kamu bilang? Serius, deh.”
“Bukan begitu. Aku beneran khawatir sama kamu…”
“Kenapa tiba-tiba khawatir sama orang lain? Kamu nggak pernah kayak gitu sebelumnya.”
Menatap wajahnya yang tersenyum, sebuah pikiran terlintas.
“Kamu… jangan-jangan…”
“Hah.”
Melihat wajahku yang serius, Taylor menghentikan senyumnya dan menjawab,
“Aku udah sampai sini, masa nggak boleh ngelakuin ini?”
“….”
“Harus punya alasan?”
Lebih dari sepuluh tahun yang lalu…
Ketika kami berdua mati-matian mencoba bertahan hidup di medan perang, kami membuat satu janji.
Untuk saling menghibur, menopang, melindungi, menjaga.
Tapi jangan berbagi perasaan.
Waktu itu, rekan, teman, orang-orang yang kami kasihi semua bisa mati setiap hari.
Mengurus diri sendiri saja sudah sulit, menambah beban perasaan hanya membuatnya lebih berat.
Jadi aku selalu membuat jarak setiap kali seseorang mencoba mendekat.
Dia juga begitu.
Bukan karena takut kehilangan tapi karena tahu betapa sakitnya kehilangan seseorang yang menyayangimu.
“Dulu iya. Tapi sekarang, aku sudah berubah. Waktu juga berubah.”
Sekarang, aku tidak harus khawatir tentang besok.
Saat tidur, aku tidak takut kehilangan seseorang, dan orang yang kusayangi tidak perlu takut kehilangan aku.
“…Hah, kamu nyebelin banget. Kepala kamu itu ada rusaknya, dan aku capek harus ngejelasin beginian.”
“Aku…”
Saat hendak bicara, dia tersenyum dan menepuk punggungku pelan.
“Sudahlah, aku pergi.”
Taylor berkata dengan santai lalu cepat menghilang.
Aku hanya berdiri, bengong melihat punggungnya yang menjauh.
Saat itu juga, perasaan hangat dan manis merayap pelan dari dadaku.
Entah bagaimana menjelaskannya.
Seperti menemukan sesuatu yang hilang sejak lama.
Aneh… dan membuat gelisah.
Tapi bukan perasaan yang buruk.
Setelah menatap pot bunga itu sebentar, aku meletakkannya dengan hati-hati di bangku gym.
Saat berbalik, Celeste sudah menatapku.
“…Kenapa?”
“Aku udah selesai latihannya.”
Dengan suara serak, dia mengangkat pedang kayunya dan mengarahkannya ke arahku.
“Ah… iya.”
Aku terpaksa mengangkat punyaku juga.
…Padahal aku belum sempat istirahat.
**"
Sesampainya di rumah, aku meletakkan pot bunga itu di meja, lalu mengaktifkan White Witch’s Library lagi.
Spiritual Silver Flower…
Untuk merawat bunga yang tumbuh di dalam Hell Gate ini, ada banyak syarat yang harus dipenuhi dan sebagian besar tidak mungkin dilakukan di Bumi.
Ini masalah besar.
Lagipula, aku hanya bisa bolak-balik antar dunia, bukan membawa sesuatu pulang.
Untungnya, Clien memberikan solusi.
< Ada cara untuk mengatasinya. >
‘Oh? Apa?’
< Kalau kamu mendapatkan skill “subspace”, kamu bisa membawa benda dari dunia lain. Ada batasnya, tapi bisa. >
‘Subspace…?’
Skill yang belum pernah kulihat seumur hidup.
Kalau tidak salah, aku pernah membaca tentang itu di novel populer.
"Semacam… ruang penyimpanan?"
< Benar. >
Dari namanya saja sudah kebayang betapa sulitnya mendapatkan skill itu.
'‘Tapi apa aku boleh menyerap skill seperti itu?’'
< Subspace juga digunakan oleh mage tingkat tinggi dan para ilmuwan. >
‘Baiklah.’
Lagipula, skill para protagonis memang tidak mengikuti akal sehat.
< Selain itu, tingkat kehancuran dunia tidak terpengaruh oleh perpindahan benda antar dimensi. >
< Seperti membawa makanan buatan Yoo Seodam ke dunia sebelah tidak akan membuat masalah besar. >
< Pengaruhnya terhadap perkembangan sains mungkin besar, tapi secara garis besar hanya sedikit. Sains berkembang dengan sendirinya. >
Kesimpulannya dalam dua kata: sangat rumit.
Kalau aku mendapatkan subspace, aku bisa membawa benda dari dunia lain.
Bahkan mungkin… membawa senjata canggih.
‘Ide yang bagus juga.’
Ada banyak hal di Bumi yang bahkan tidak bisa dibayangkan, apalagi dibuat pada masa sekarang.
Terus terang, alat penembak aether yang kupakai itu sebenarnya lumayan, tapi tetap saja faktanya: dibanding beratnya, alat itu hampir nggak bisa bikin para protagonis terluka parah.
Tapi kalau aku bisa mendapatkan senjata seperti Holy Sword yang pernah kulihat sebelumnya, mungkin menghadapi para protagonis akan jadi jauh lebih mudah.
Bagaimanapun juga, untuk saat ini aku nggak bisa melakukan apa pun pada bunga ini, tapi paling tidak aku bisa memberikan lingkungan yang lebih baik untuknya.
Meskipun skill White Witch’s Library terlihat lebih gampang dari magic Akademi magic Vivienda, sebenarnya skill ini unik dan jauh lebih sulit dipahami.
Aku memutuskan menggambar magic circle di lantai, mengubah konsentrasi udara, menyemprotkan energi peri ke tanah, menyaring cahaya matahari, bahkan setelah lumayan susah payah… menyaring emosi juga.
Itu cuma magic F-Rank, magic paling dasar. Tapi sudah cukup untuk menciptakan lingkungan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Saat aku menarik napas, udara yang masuk terasa benar-benar segar.
Lebih bersih daripada udara hutan liar yang belum tersentuh manusia.
Sulit dipercaya tanaman yang ditemukan di dalam Hell Gate justru butuh udara sebersih ini untuk bisa hidup.
Perasaan itu begitu kontradiktif, tapi entah kenapa aku merasa lega melihat bunga itu tampak sedikit lebih hidup.
‘…’
Ini bunga yang Taylor Nine dapatkan setelah susah payah.
Jadi, aku akan merawatnya baik-baik.
Dengan pikiran itu, aku menyentuh kelopaknya. Dan tepat pada saat jariku menyentuhnya
Suara terdengar.
[…Sesak banget.]
“ap-apa?”
Aku terlonjak kaget dan refleks mengeluarkan aether dari blade aether-ku.
Suara itu kembali terdengar.
[Kenapa kau kaget?]
“Gila… barusan bunga ini ngomong?”
[Mmhmm.]
Suaranya suara anak kecil.
Aku nggak tahu apakah itu suara anak laki-laki atau perempuan, tapi nada suaranya datar dan entah kenapa membuat hatiku terasa aneh, misterius.
Aku menurunkan blade aether-ku dan mendekat lagi.
Bunga itu berbicara sekali lagi.
[Reaksimu bikin aku kaget…]
“Memangnya nggak kaget kalau bunga tiba-tiba ngomong?”
[…Witch seharusnya bisa mendengar kami.]
“Witch?”
Tiba-tiba aku teringat satu paragraf dalam buku yang menyebut kalau ras transcended seperti elf dan naga bisa berbicara dengan spirit (roh) bunga.
Kalau begitu, witch termasuk spesies transcended?
Walaupun aku bukan witch, aku punya skill seorang witch. Jadi mungkin itu alasan kenapa aku bisa berkomunikasi dengan spirit ini.
[…Syukurlah.]
“Apa?”
[Aku takut nggak ada yang bisa mendengarku…]
Rasanya aneh mendengar spirit itu bicara dengan nada setenang itu.
Untuk bisa bicara dengan spirit bunga, seseorang haruslah makhluk transcended.
Tapi di Bumi, cuma ada manusia.
Dan di dalam Hell Gate, tidak ada makhluk berakal.
Spirit ini lahir dari kematian, dan bila dibiarkan, dia juga akan kembali pada kematian, sendirian, tanpa pernah menghasilkan apa pun.
[Tapi kamu agak aneh untuk seorang witch.]
“Karena aku bukan witch.”
Bunga itu terdiam sejenak, lalu akhirnya bicara lagi.
[Iya. Kamu jelek banget pakai magic…]
“…”
[Kenapa kamu ngelakuin itu kalau kamu bukan witch…?]
Ditanya polos begitu, aku bingung harus merasa tersinggung atau malu.
[Itu… bukan begitu cara yang benar.]
“Hah?”
Shwuah...!
Dari bunga itu, keluar serbuk cahaya yang menyelimuti magic circleku.
Lalu, aliran mana bergerak pelan, dan magic circle yang kugambar di lantai terangkat… ke udara.
“A-apa?”
Dia… menggambar ulang magic circle di udara?
Di Akademi magic Vivienda aku nggak pernah lihat yang seperti ini.
Bahkan di seluruh kekaisaran magic pun, kemampuan seperti ini termasuk absurd.
[Kenapa… kamu kaget?]
“Kamu, gimana kamu ngelakuin ini?”
[Aku nggak ngelakuin apa-apa.]
Kelopak bunganya bergetar pelan, seperti menunjuk ke arahku.
[Kamu yang ngelakuin.]
Saat itu aku akhirnya paham, sesuatu yang sebelumnya tak kumengerti.
Apa arti sebenarnya dari seorang witch sebagai makhluk transcended.
Betapa besar… dan betapa indahnya hal itu.
0 komentar:
Posting Komentar