Chapter 33

 Tiga bulan berlalu begitu cepat.

Selama itu, Seodam belum berburu protagonis lagi karena hampir seluruh waktunya ia habiskan untuk belajar ilmu pedang dan magic, sambil mengajari Celeste secara langsung.

Sebagai hunter veteran, ia bisa saja pergi berburu monster kapan pun ia mau, jadi sebenarnya tidak ada masalah apa pun… kecuali kalau Taylor ikut-ikutan ingin menemani.

Dalam tiga bulan itu, banyak hal dalam dirinya berubah.

[Skill White Swordsmanship: Bentuk Kedua telah terbuka.]

Bentuk pertama adalah Apathetic Introspection.

Semacam melihat diri sendiri sebagai lembar kertas kosong dan menemukan batasnya.

Pedang apa yang cocok, aliran ilmu pedang mana yang paling selaras, teknik apa yang melengkapinya, bahkan pola napas yang harus digunakan.

Begitu semua itu dipahami, barulah bentuk kedua terbuka.

Seodam memang jarang menggunakan pedangnya akhir-akhir ini selain ketika berburu monster, karena aether blade jauh lebih efisien.

Tapi belakangan ia mulai kembali mengayunkan pedang, siang dan malam. Dan akhirnya, hasilnya pun mulai terlihat.

Celeste, yang belajar ilmu pedang darinya, juga berkembang dengan kecepatan yang mencengangkan.

Berbeda dari Seodam, Celeste mampu meniru Almus Swordsmanship sampai tingkat yang cukup layak.

Kemampuan fisik Seodam saat ini nyaris sekelas D-Rank, tapi melawan Celeste sekarang jauh lebih sulit dibanding saat ia masih F-Rank.

Pah!

“Agh!”

Kayu pedang mereka bertabrakan, dan Celeste terjatuh ke belakang.

Seodam mengusap keringat dari pelipisnya.

Meski makin berat, ia tetap tidak kalah.

Tetap saja… pertarungan mereka semakin tipis selisihnya, itu bukti betapa cepatnya Celeste berkembang.

“Sakit…”

“Wajar. Dipukul itu bagian dari proses biar makin kuat.”

“Uh, itu kedengarannya kayak omongan orang tua.”

“Aku nggak tahu soal ‘tua’-nya… tapi kamu memang dipukul barusan.”

Tahun baru datang, dan usia Seodam kini sudah menyentuh kepala tiga.

Biasanya, di usia ini, hunter tanpa kekuatan super sudah pensiun.

Namun kondisi fisik Seodam sekarang jauh lebih baik daripada ketika ia masih awal dua puluhan.

Bahkan Taylor bilang, ototnya lebih kencang, wajahnya lebih muda, dan kulitnya terlihat makin bagus.

Padahal Taylor sendiri seusia Seodam, tapi ia terlihat seperti mahasiswa paling tua pun tidak, orang-orang selalu menyangka ia masih kuliah.

Fenomena itu terjadi ketika seorang superhuman S-Rank bisa mengendalikan aether-nya sampai batas maksimum, dan Seodam mengalami hal serupa melalui mana.

Tapi tetap saja aneh… mana Seodam, yang cuma berlevel fisik D-Rank, sudah mulai menyaingi superhuman S-Rank.

“Sudah, istirahat dulu. Katanya kamu mau berangkat hari ini, kan?”

“Iya.”

Celeste duduk di sudut ruangan, mengusap keringat dengan handuk, lalu menyalakan ponselnya.

Awalnya, Seodam-lah yang menunjukkan satu-dua video Sanagi tiap hari agar mereka bisa menyusun strategi.

Sekarang, Celeste sudah terbiasa menontonnya sendiri.

‘Hari ini ada video baru.’

Sanagi punya puluhan ribu subscriber. Wajah cantik, garang, dan punya kekuatan super luar biasa.

Ia sering mengunggah video dirinya berlatih kendo, semua itu menjadi motivasi bagi Celeste.

Celeste menatap layar tanpa sadar sambil berpikir,

‘Sering aku lihat, tapi… aku benar-benar tidak merasa akan kalah.’

Akhir-akhir ini, Celeste lebih sering tersenyum.

Saat pertama datang ke gym, ia seperti anak yang cuma hidup sekadarnya, kosong, lesu, seperti kehilangan arah.

Tapi belakangan…

ia mulai menantikan debat ilmu pedang itu.

Menunggu hari ia bertemu Sanagi lagi.

Sementara itu, Seodam mengaktifkan White Witch’s Library untuk kembali belajar selama masa istirahat.

Magicnya berkembang jauh dalam tiga bulan.

Walaupun ia tak punya bakat, buku-buku magic witch itu punya penjelasan sangat mudah dipahami, siapa pun bisa belajar selama mengerti intinya.

Seperti belajar fisika SMA lalu tiba-tiba dikasih versi SMP, lebih simpel, lebih rapi.

Sekarang, Seodam sudah lumayan bisa memakai magic tingkat 1.

‘Tapi tetap belum cukup.’

Baik ilmu pedang maupun magic butuh waktu.

Tidak seperti kekuatan super yang tinggal mengeluarkan lebih banyak aether.

Dan meski mage maupun pendekar bisa terus berlatih… Seodam tidak bisa.

Batas levelnya tetap F-Rank.

Satu-satunya cara menaikkan batas itu adalah dengan berburu protagonis dan naik level.

Sebulan lagi sebelum debat ilmu pedang.

Celeste sebentar lagi akan berangkat tur, jadi tidak ada waktu lagi untuk mengajarinya hal lain.

Seodam berpikir, mungkin ini waktu yang pas untuk meminta misi baru dari Clien.

Ia masih membaca buku magic ketika Taylor masuk ke gym, tepat ketika Celeste baru selesai mandi.

“Kamu melamun lagi? Dan kamu bawa pot bunga itu ke mana-mana.”

Seodam sangat menyayangi pot bunga pemberian Taylor, dan belakangan selalu membawanya.

Taylor merasa bangga… tapi juga kesal.

Alasannya?

‘Aish, dasar bodoh.’

Sesederhana itu.

“Ngomong-ngomong, kamu nggak masalah aku pergi bareng Celeste?”

Awalnya, Celeste tidak punya senior untuk menemaninya, dan berniat meminta bantuan Yoo Seodam.

Tapi Taylor yang sering muncul di gym langsung menawarkan diri.

Alasannya singkat.

“Aku bakal dapat duit banyak banget dari ikut tur itu, kan?”

Celeste, hunter puncak D-Rank, harus menyelesaikan laporan performanya.

Kalau telat, ia bisa didiskualifikasi sebagai hunter.

Jadi ia berencana ikut ekstrakurikuler, tur dungeon C atau B-Rank bersama hunter senior.

Ini semacam “kursus lapangan” yang dipakai banyak guild.

Karena meskipun bisa menyelesaikan dungeon B atau A, orang-orang tetap akan bilang itu cuma “nebeng kekuatan orang lain.”

Seodam dan Taylor, yang hidup dengan berburu tanpa peduli citra publik, hanya menganggap laporan performa itu konyol.

Pokoknya, Celeste akan tur dungeon bersama Taylor dan hunter elite keluarga Costantini.

Ia tidak terlalu suka Taylor ikut, tapi juga tidak punya alasan untuk menolak bantuan S-Rank.

“Ngomong-ngomong, nggak masalah kalau aku gantikan pekerjaanmu?”

“Memang ada urusan yang harus aku kerjakan, jadi jalan saja.”

“Oh gitu.”

Taylor mengangkat bahu.

“Kalau begitu, aku bakal keluar dari apartemen dulu.”

“…Itu apartemenku.”

“Jangan kesepian, ya, ditinggal ‘Nuna mu’. Ah, benar. Setelah ini aku ada urusan lain di Jamsil. Mungkin aku bakal lama.”

Jamsil?

Seodam berkedip.

Debat ilmu pedang juga diadakan di Jamsil, Korea.

‘Taylor nggak pakai pedang, jadi kenapa juga harus kepikiran soal debat?’

***

Berkat monopoli dungeon cacat waktu itu, kondisi keuanganku sedang lumayan bagus.

Setidaknya… sampai aku membeli aether suit tingkat-1.

Sekarang tabunganku tinggal cukup untuk beberapa bulan saja.

Tetap saja, aku yakin ini investasi yang layak.

…Yakin.

Aether suit memang prioritas utama bagi setiap hunter.

Pakaian pelindung tingkat 3 terdiri dari tiga lapis: kaos dengan sirkuit di bagian dalam, lalu rompi, kemudian setelan pelindung, dan terakhir mantel.

Tingkat 2 punya performa berkali lipat lebih baik, sekaligus lebih ringkas, penutup tubuhnya jauh lebih sedikit.

Lalu bagaimana dengan tingkat 1?

Bahkan kalau kedua tanganku ada di dalam saku dan aku cuma memakai pakaian olahraga, aku bisa mengaktifkannya secara otomatis.

Benar-benar teknologi mutakhir.

Kalau ada satu kelemahan, hanya satu: aether terus terpakai selama suit dipakai.

Meski begitu, suit ini jauh lebih mudah dibawa, dan pertahanan yang diberikannya sepadan untuk dipakai sampai aku cukup kuat.

Hidupku jauh lebih penting daripada uang, kan?

Kalau uang lebih penting, aku bahkan tak akan melirik suit jenis ini.

Selain itu, suit tingkat 1 bukan hanya punya pengatur suhu, tapi juga fitur digital sederhana dan tergantung kelas harganya, ada yang dilengkapi pistol kecil, bilah tersembunyi, bahkan misil mungil yang menempel di suit itu sendiri.

Tidak berlebihan kalau dibilang hunter hidup dan mati bersama suit mereka.

Suit milikku berwarna hitam, mengilap, dan pas menempel di tubuh seolah dilukis langsung di kulit.

Desainnya sederhana… tapi justru di situlah letak keindahannya.

Kupasang mega shooter di punggungku, lalu melompat.

Tubuhku terasa lebih ringan, jelas efek dari suit ini.

Suit tingkat 1 bahkan bisa meningkatkan kekuatan dan kecepatan pemakainya, cukup untuk memberi kemampuan fisik selevel F-Rank pada orang biasa.

Saat aku meletakkan pot bunga itu, mengurungnya dalam magic circle pelindung, lalu menyimpannya dalam brankas aether tersembunyi, suara itu kembali terdengar.

 [Kamu mau pergi ke mana…?]

“Aku mau pergi cari uang.”

 [Materialisme itu… fana.]

“…Harus banget ngomong kaya gitu?”

 [Aku takut sendirian…]

“Meski begitu… aku tetap nggak bisa ngajak kamu.”

Entah kenapa, suara gemetar itu membuat dadaku terasa tidak enak.

Setelah menenangkannya cukup lama, barulah aku bicara pada Clien.

“Siapkan misinya.”

< Baik, sedang diproses. >

Karena bunga itu, aku jadi terburu-buru.

Aku harus segera mencari bahan untuk membuatnya mekar, karena dari buku magic yang kubaca, kalau terlambat, bunganya akan layu.

Dan ini juga kesempatan emas bagiku untuk mendapatkan spirit.

Aku tidak ingin melewatkan peluang seperti ini.

Belakangan aku terus memikirkan apa saja yang bisa kulakukan untuk membuat spirit itu tumbuh.

Aku membuka daftar misi sambil direpotkan oleh pikiran yang memenuhi kepala.

“Hmm…”

Alam semesta sangat luas, penuh dunia, penuh protagonis.

“Misi rekomendasi dapat bonus level, kan?”

< Benar. >

“Kalau begitu… aku pilih ini.”

Aku mengetuk salah satu misi yang direkomendasikan.

Sebuah pesan muncul.

#The_game_I_made_has_become_a_reality

#Fusion_Fantasy #Constellation #Observer #Growth #Thriller

< Apa kamu ingin pergi sekarang? >

Dengan mega shooter terikat kuat di punggung, aku mengangguk.

Pandangan mataku langsung mengabur.

[Bepergian ke Arash’s Battle Royale Role Playing Survival Project.

Dunia milik protagonis level 73, Arash.]

[10… 9… 8…]

[Perjalanan selesai.]

,***

Dunia runtuh dan terbangun kembali.

Saat membuka mata, hamparan tanah luas menyambutku dari bawah langit tak berujung.

“…A-apa?!”

Benar.

Aku sedang terbang di udara.

Sayangnya, suit ini tidak punya fungsi terbang.

Jadi yang bisa kulakukan hanyalah pani, meronta tak jelas di udara…

Hah?

Aneh sekali.

Tidak ada sensasi jatuh.

Rasanya seperti… mengambang.

[Anda menjadi Keflox Nebula Constellation (sementara).]

[Kondisi anda saat ini adalah ‘Astral’ dan tidak dapat mengganggu dunia nyata.]

“…Constellation?”

Tiba-tiba, sebuah pesan yang tidak berasal dari Clien muncul begitu saja di kepalaku.

{ Constellation Yoo Seodam telah muncul bak komet! Selamat datang di dunia Arash Project! }

{ Bosan hidup abadi? }

{ Ingin punya avatar perwakilan? }

{ Mau mencari hiburan baru? }

{ Maka pilihlah avatar favorit anda! }

Ding!

[Skill Channel Allotted (sementara) diperoleh.]

[Skill Channel Interference (sementara) diperoleh.]

[Skill Channel Search (sementara) diperoleh.]

[Skill Channel Sponsorship (sementara)…]

Aku menatap rangkaian pesan itu, terpaku.

Constellation?

Belum sempat aku mencerna semuanya, seperti disiram seember air es, sebuah pesan tegas muncul.

 { Catatan: Constellation tidak dapat mengganggu realitas secara langsung! }

…Uh.

Kalau begitu, bagaimana aku membunuh protagonisnya?

0 komentar:

Posting Komentar

My Instagram