Chapter 39

 Magic?

Perpustakaan White witch barusan mengekstrak informasi tentang “magic” hanya dari foto-foto Stargram itu.

Kalau kulihat lebih teliti, memang ada pola-pola aneh di aksesori itu. Pola yang jelas-jelas nggak kukenal.

Tapi Perpustakaan White Witch mengenalinya.

…Gila, aku benar-benar nggak nyangka kalau skill ini bisa melakukan pencarian magic

Kupikir-pikir lagi, sejak aku menyerap skill ini, aku belum pernah ketemu magic lain.

Para penantang di dunia Arash lebih mirip punya kekuatan super daripada magic.

Tapi kalau saja aku pernah berhadapan dengan magic,mungkin Perpustakaan White Witch sudah melakukan pencarian otomatis sejak awal.

Ini beneran terlalu bagus buat jadi F-Rank.

Semakin kupikir, semakin aneh, kenapa skill sekeren ini cuma F-Rank?

“‘Cracking’ itu apa? Terus apa yang terjadi kalau aku coba?”

[Magic cracking berarti membobol sistem magic untuk menganalisis dan memahaminya.]

“…Yaudah, coba aja.”

Aku menunggu sekitar semenit sampai akhirnya muncul pesan

[Terjadi error.]

[Ditemukan penghalang tidak dikenal dalam sistem magic.]

…Kayaknya karena ini cuma foto.

Mungkin kalau melihat langsung baru bisa dibobol.

“Ngomong-ngomong, ini memang artefak, kan?”

[Dikonfirmasi. Ini adalah artefak magic.]

Menarik juga.

Artefak magic yang bisa meningkatkan Strength dan meningkatkan Agility, tapi munculnya di Bumi.

Poin pertamanya jelas:

Aren, seorang superhuman, memakai artefak ini.

Artefak semacam ini bisa dibilang kayak punya satu kekuatan super tambahan.

Kalau artefak ini dipakai S-Rank, pasti bakal langsung kelihatan.

Tapi Aren cuma S-Rank level menengah, nggak punya sesuatu yang mencolok.

Apa dia jadi kuat karena bantuan artefak ini?

Poin kedua.

Dari mana artefak ini datang?

Seharusnya nggak ada Magic di Bumi.

…Setidaknya sejauh yang aku tahu.

Tapi aku juga nggak bisa memastikan.

Contohnya dungeon cacat waktu itu, itu jelas tempat yang bersifat magic.

masuknya aja butuh pemahaman magic

Dan tiap dungeon juga beda-beda.

Kemungkinan besar, artefak itu datang dari dungeon.

Memang pernah ada rumor.

Kadang ada benda-benda aneh yang ditemukan di dungeon abnormal.

Para hunter veteran diam-diam menyebutnya “jimat”, karena bisa memberikan kemampuan aneh kayak kekuatan super.

Mayoritasnya sampah.

Tapi ada yang bisa mengeluarkan listrik, melihat super jauh, atau bikin kulit tiba-tiba bersih.

Aku belum pernah lihat langsung, jadi dulu kupikir cuma rumor.

Tapi setelah ini…

Sepertinya semua jimat itu cuma artefak magic dari dungeon tipe magic.

Ini bisa jadi masalah besar nanti.

Saat ini nggak ada organisasi di Bumi yang mengurusi artefak semacam ini.

Kalau ada pun, aku harus menyembunyikan keberadaan magic.

Masalahnya… aku bahkan masih terlalu lemah buat menjaga rahasiaku sendiri.

Untuk sementara, artefak yang Aren pakai mungkin level rendah.

Kualitasnya jauh di bawah magic White Witch

Dan ada hal lain yang menggangguku.

Di Akademi magic Vivienda maupun Perpustakaan White Witch nggak ada mantra peningkatan tubuh.

[Magic yang memperkuat tubuh dilarang keras.]

[Jika dipaksakan pada tubuh manusia, akan muncul efek samping.]

“Efek samping?”

[Penuaan lebih cepat, kerusakan saraf atau otot, dan dalam kasus parah tubuh akan hancur.]

Gila.

Di perpustakaan magic dijelaskan bahwa membuat magic peningkatan tubuh itu sebenarnya nggak sulit.

Yang sulit adalah mencegah efek sampingnya.

Kalau Aren benar menggunakan artefak itu…

…Cepat atau lambat sesuatu yang buruk bakal terjadi.

Aku berpikir sejenak sebelum menutup akun sosmed Aren.

Jujur saja, aku nggak merasa harus menyelamatkan bajingan yang dulu pernah bikin aku sengsara.

Kuletakan ponsel, lalu mengaktifkan Perpustakaan White witch

Deretan rak buku muncul di hadapanku, lengkap dengan judul-judulnya.

Sekilas melihat, dan benar saja, semua buku tentang “peningkatan tubuh” diberi label “Terlarang!”

Sebagai hunter, aku selalu menjaga tubuhku.

Aku nggak mau main-main dengan hal yang bisa bikin tubuhku rusak.

Kalau aku pengen coba hal ekstrem, dari dulu aku sudah meng-injeksi diri pakai obat kekuatan super dan mati keracunan mana.

Selain itu, perpustakaan ini punya banyak hal menarik.

Jauh lebih banyak daripada yang kubayangkan.

Meski ukurannya cuma sebesar perpustakaan kecil, isinya sangat melimpah.

Aku belum baca semuanya, tapi dulu di dunia Arash aku sempat belajar sedikit-sedikit.

Masih banyak bagian yang belum kulihat, jadi aku menyusuri rak satu per satu.

Baru lihat judul-judulnya saja sudah bikin pusing.

Lalu

“…Hah?”

Di tengah udara, muncul sebuah pintu putih.

Pintunya kelihatan jelas, lengkap dengan gagangnya.

Seolah-olah pintu itu mengajakku untuk membukanya.

Seperti kupu-kupu tertarik bunga, tanganku terulur tanpa sadar.

Saat itu juga, suara tajam menggema di kepalaku.

[Peringatan! Mengakses Perpustakaan White Witch (E) akan menyebabkan ‘penyihiran.’]

“…Apa?”

Aku langsung mundur kaget.

Perpustakaan ini kan cuma ilusi yang mengikuti pandanganku, jadi pintunya ikut bergerak bersamaku.

“Penyihiran? Maksudnya gimana?”

[Penyihiran berarti pikiran dan tubuh anda berubah seperti witch.]

Sialan.

Kalau itu benar… berarti emosiku akan lenyap seperti Witch.

Di sisi lain mungkin aku akan jadi makhluk yang bisa memakai magic dengan bebas.

Tapi untuk menghilangkan emosiku? Nggak ada dunia di mana itu pilihan logis.

Lagian, aku juga nggak tahu efek samping lainnya.

Skill ini memang F-Rank sekarang, tapi pintu itu berarti skill ini bisa naik Rank.

F-Rank saja sudah segila ini…

Bagaimana kalau E-Rank?

“Ada cara buat masuk ke level E tanpa jadi witch?”

[Tidak masalah selama tubuh dan pikiran anda bisa menahan pengetahuan witch Rank E.]

Oh…?

Jawabannya abu-abu, tapi artinya masih ada kemungkinan.

Kalau aku cukup kuat, aku bisa melakukannya tanpa kehilangan emosiku.

***

Di tempat lain, Taylor Nine berdiri sambil mengumpat, menatap lokasi konstruksi yang ambruk.

“Bangsat.”

Misi dia kali ini adalah membereskan para villain yang bersembunyi di Jamsil.

Di era ketika kekuatan super sudah jadi hal biasa, nggak semua superhuman adalah hunter.

Bahkan menurut statistik, jumlah superhuman kriminal lebih banyak daripada hunter.

Karena itu ada hunter yang khusus menangani villain dan digolongkan sebagai Villain Hunter, berbeda daripada Monster Hunter.

Taylor termasuk unik karena dia melakukan dua-duanya.

Alasan utamanya?

Uang.

Sesederhana itu.

Meski begitu… membunuh manusia tetap membuatnya agak enggan.

Darah menetes dari sebatang besi saat Taylor menyingkirkannya dengan tongkat baseball-nya.

Kemampuan fisiknya memang setara perempuan dewasa biasa, tapi ceritanya beda kalau ia menaruh sebuah “Light” di ujung tongkat itu.

Batang besi itu terlempar dengan suara brang.

“Hey, kalian para bajingan. Kenapa kalian ngancurin lokasi konstruksi ini?”

Sebagai hunter peringkat-S, Taylor bisa menghajar para villain itu tanpa kena satu gores pun.

Masalahnya, begitu para villain itu ketakutan, mereka malah menghancurkan area konstruksi ini dengan kemampuan mereka.

Biaya perbaikan? Ya, bakal dipotong dari bayarannya.

Tapi ya sudahlah. Yang sudah terjadi, biar terjadi.

Ia mengeluarkan ponsel, memotret beberapa gambar sebagai bukti, lalu dengan helaan napas berat, melangkah masuk ke dalam area konstruksi.

Pembangunan gedung ini sudah dihentikan dua tahun lalu, dan alasan bangunan setengah jadi ini belum juga dihancurkan adalah karena kelompok “preman” yang menjadikannya tempat tinggal.

Menemukan jalan menuju area bawah tanah, ia menghancurkan pintu besi raksasa yang menghalangi jalan dengan bola cahayanya, lalu menyapu puing-puingnya.

Saat debu mulai turun, ia melihat puluhan orang terikat rantai.

Jamsil dan daerah sekitarnya memang dikuasai kelompok preman.

Preman-preman itu cukup punya pengaruh sampai bisa menjangkau politisi, perusahaan, bahkan polisi di area metropolitan Seoul. Tapi pada akhirnya, mereka ditangkap para villain.

‘Yah, sekarang mereka bukan preman lagi, tapi politisi,’ gumam Taylor sinis.

Sepertinya waktu para villain mencoba menguasai area ini, para preman yang punya “kode kehormatan” sendiri berusaha melindungi Jamsil dan bertarung melawan para superhuman…

Hasilnya? Ya begini, berantakan.

Taylor melepaskan ikatan pria yang tampak paling hidup, menepuk punggungnya, dan berkata dengan nada kesal.

“Hey, brengsek. Berhenti jadi gangster. Bebasin teman-temanmu sendiri.”

“Ya, iya! Terima kasih!”

Bagian akhir dari setiap misi selalu membuat Taylor tidak nyaman, jadi ia langsung pergi.

Begitu ia meninggalkan udara bawah tanah yang pengap dan kotor, udara kota yang jauh lebih segar menyambutnya.

Ia ingin merokok, tapi tidak bisa melakukannya di tengah kota, jadi ia mengambil permen seperti kebiasaannya.

Alasan lainnya: Yoo Seodam selalu menjaga tubuhnya dengan baik, dan entah kenapa itu membuat Taylor ikut sungkan merokok.

Makanya ia selalu membawa permen untuk menahan diri, walaupun ia masih minum alkohol.

Taylor duduk santai di halte bus sambil menguap, lalu menyadari seseorang mengarahkan ponsel ke arahnya.

Orang gila lagi yang suka moto diam-diam.

“Negara ini nggak punya hak privasi, ya?”

Tanpa ragu Taylor mengacungkan jari tengah ke arah kamera.

Ia sudah sangat lelah dengan semua kekacauan hari ini.

Misinya sudah selesai, jadi ia mengambil ponsel untuk membuat laporan, lalu ketika sedang mengetik, ia melihat pesan dari Yoo Seodam, yang selama beberapa hari ini tidak ada kabar.

[Yoo Seodam: Aku sudah balik.]

Melihat pesan itu, Taylor tersenyum senang.

Dasar bangsat, ternyata kamu masih mau dengerin aku juga.

[Taylor Nine: Kamu di mana?]

[Yoo Seodam: Masih di rumah.]

[Yoo Seodam: Tapi sebentar lagi aku berangkat ke Jamsil.]

[Taylor Nine: Jamsil?]

Ia langsung mendongak.

Sebuah stadion raksasa terlihat di ujung pandangannya.

Tiga puluh tahun lalu tempat itu bernama Kompleks Olahraga Jamsil, tapi sekarang wilayah itu didesain ulang menjadi fasilitas pelatihan superhuman.

Dan dalam beberapa hari lagi, acara ‘Debat Pedang Internasional’ akan digelar di sana.

[Taylor Nine: Ngomong-ngomong, kamu bakal ikut debat pedang kali ini??]

[Yoo Seodam: Ya.]

Sebagai guru Celeste, tentu saja ia memenuhi syarat.

Melihat jawabannya, Taylor tersenyum dan membalas.

[Taylor: Oke, aku juga ke sana.]

Meski sebenarnya ia tidak terlalu tertarik dengan ilmu pedang, tiba-tiba ia merasa… sepertinya tidak buruk juga kalau datang kali ini.

Dengan pikiran itu, ia bangkit dan menuju Stadion Jamsil.

0 komentar:

Posting Komentar

My Instagram