Ada masa ketika para hunter biasa pernah disebut pahlawan.
Sebuah kisah dari tiga puluh tahun lalu, di masa Perang Besar.
Saat monster-monster aneh pertama kali muncul.
Saat orang-orang tanpa kekuatan apa pun, dengan tenang memburu makhluk asing yang jauh lebih kuat dari mereka di tengah perang.
Mereka tidak tergabung dalam organisasi mana pun, merekalah hunter pertama yang berkeliaran di medan tempur.
Tempat-tempat yang tak bisa dijangkau militer.
Dungeon dan kota-kota sempit yang bahkan jet tempur dan tank tak bisa masuki.
Daerah-daerah yang tak ada seorang pun yang peduli… mereka melintas di sana, menyelamatkan nyawa satu per satu.
Orang-orang menyebut mereka pahlawan.
Semua itu… sudah lama berlalu.
Lee Junseok tersenyum getir sambil menatap para pendekar pedang(swordsman) di area VIP.
Lucu saja, ia bahkan tidak ada hubungannya dengan seni pedang, tapi tetap diberi kursi VIP hanya karena ia hunter S-Rank.
Ini kan debat ilmu pedang… kenapa superhuman malah diagung-agungkan di sini.
Ia mengangkat kepalanya perlahan, dan melihat Yoo Seodam duduk di area keluarga Constantini.
Hunter biasa, yang dulu pernah dianggap pahlawan.
Orang-orang yang hanya bermodalkan pisau atau pistol untuk menghadapi monster raksasa.
Tapi segalanya berubah sejak superhuman muncul.
Superhuman bisa menundukkan monster lebih murah, lebih efisien, lebih sempurna, dan lebih memukau.
Dalam setiap aspek, mereka jauh lebih unggul daripada hunter biasa.
F-Rank?
Bagi superhuman, tidak ada peringkat seperti itu.
Semua superhuman memulai dari E-Rank.
Artinya, F-Rank hanyalah istilah yang dipakai untuk mengelompokkan hunter biasa.
Saat kedamaian kembali, militer bangkit, dan perusahaan-perusahaan berkembang.
Superhuman berubah menjadi “komoditas” sempurna.
Mereka bisa memburu monster lebih efisien, mengumpulkan aether crystal, dan memukau dunia dengan kemampuan mereka.
Namun, jumlah superhuman masih sedikit waktu itu, dan kebanyakan hunter F-Rank hanya bisa berkembang seiring waktu.
Karena itu, Asosiasi Hunter pertama mulai merekrut banyak hunter biasa.
Tujuan mereka hanya satu:
Membuat panduan berburu berdasarkan pengalaman para hunter itu.
Dan seperti yang diduga, hunter tanpa kekuatanlah yang memberikan wawasan paling berharga. Mereka sangat penting dalam perkembangan industri perburuan modern.
Hanya saja… kegunaan mereka sebatas itu saja.
Lee Junseok masih ingat betul.
Saat ia pertama kali mendapatkan kekuatan dan menjadi hunter D-Rank.
Dan apa yang dikatakan seorang hunter F-Rank senior, yang sudah sembilan tahun lebih dulu berpengalaman.
“…Mereka memutuskan mengirimmu ke dungeon D-Rank ini, bukan aku.”
'‘Apa? Bukannya itu giliranmu?’'
Aneh.
Distribusi dungeon seharusnya bergiliran dalam guild.
'‘Iya. Harusnya begitu. Tapi guild bilang mengirimmu lebih efisien.’'
'‘Ah…’'
Saat itu, Lee Junseok baru tiga kali terjun ke dungeon, sementara seniornya sudah sembilan tahun makan asam garam.
Alasannya sederhana: hunter biasa menghabiskan uang terlalu banyak setiap kali berburu…
sementara superhuman bisa menyelesaikan misi hanya dengan satu aether dispenser.
Sejak hari itu, hunter senior yang dulu mengajarinya memutuskan berhenti.
Dan sejak saat itu, ketika melihat para veteran F-Rank yang selalu melindunginya satu per satu menghilang, Lee Junseok mulai merasakan sesuatu yang jauh di dalam dada.
Walaupun mereka nggak punya kekuatan… tetap saja…
“Junseok. Kali ini, aku benar-benar memutuskan berhenti.”
Satu per satu, idolanya, para hunter biasa pergi meninggalkan dunia perburuan.
Guild dan perusahaan hampir tidak memberi pekerjaan bagi hunter biasa.
Di era yang damai seperti sekarang, mereka bahkan sulit mencari ladang berburu sendiri.
Para hunter yang dulu mempertaruhkan nyawa demi manusia… tidak mendapatkan satu kata terima kasih pun setelah mereka pensiun.
Mereka perlahan-lahan dilupakan.
Begitu saja.
Seolah memang harus begitu.
Setiap pagi selalu ada berita soal hunter F-Rank yang gagal.
Artikel demi artikel menuduh mereka tidak becus.
F-Rank hunter mungkin pernah jadi penyelamat manusia di masa Perang Besar…
tapi di era damai ini, mereka dianggap tidak berguna.
Ketika akhirnya Lee Junseok mencapai S-Rank, ia mulai memakai pengaruhnya untuk bergerak di dalam Asosiasi Hunter.
Dan di sanalah ia menyadari sesuatu.
…Mereka sengaja diberi misi-misi itu?
Persentase keberhasilan misi F-Rank merosot drastis bukan karena mereka lemah…
tapi karena Asosiasi sengaja mengirim mereka ke dungeon yang statistik keberhasilannya rendah.
Dungeon mustahil.
Dan ketika ada F-Rank yang berhasil melakukan sesuatu yang besar, media hanya menyorotnya sedikit, seolah ingin menyembunyikan prestasi mereka.
Dan itu bukan satu dua perusahaan.
Semua Asosiasi Nasional melakukan hal yang sama.
Ia pernah membicarakan hal ini dengan presiden Asosiasi saat itu.
Dan kata-kata orang itu masih tertanam di kepalanya.
“Mereka sudah tidak berguna.”
'‘Apa?’'
“Itu sebabnya mereka disingkirkan. Era ini milik superhuman, bukan hunter biasa.”
Presiden Asosiasi bahkan menyebut hunter F-Rank sebagai “semut pengisap uang.”
Dan sejak berdirinya Superhuman Academy, kebutuhan akan hunter biasa semakin menghilang.
Ini cuma aliran alami kehidupan.
Melihat presiden Asosiasi saat itu bersikap seolah semuanya wajar, Lee Junseok hanya bisa tertawa pahit.
Siapa yang menempatkanmu di kursimu sekarang?
Siapa yang menyelamatkan umat manusia?
Siapa yang mati agar kau bisa hidup?
Siapa, hah?
Ia tidak punya keberanian mengatakannya waktu itu.
Dan sekarang bertahun-tahun sudah berlalu.
Dunia kini mengetahui satu hal:
Hunter F-Rank sudah tidak dibutuhkan.
Berapa tahun kau veteran di medan tempur?
Itu hebat.
Benar-benar hebat.
Tapi hanya itu.
Hanya hebat.
Sekarang, hampir tidak ada orang yang memandang hunter biasa sebagai sesuatu yang istimewa.
Kalaupun ada, mereka tetap akan diremehkan.
Pada akhirnya, hampir tidak ada lagi F-Rank yang aktif.
Dan bisa dibilang, tidak ada yang bertahan sampai lebih dari sepuluh tahun.
Karena itu, Yoo Seodam adalah pengecualian yang sangat langka.
Ia selamat dari politik busuk Lost Day.
Ia pernah masuk Hell Gate dan kembali hidup-hidup.
Sejujurnya… kalau bisa, aku ingin rekrut dia ke guild.
Lost Day, Velvet, dan guild besar lainnya semua takut dengan pengaruh Asosiasi, jadi mereka enggan merekrut F-Rank.
Bahkan yang veteran lima belas tahun sekali pun.
Tapi ketika ia melihat mata Yoo Seodam hari ini… ia sadar sesuatu.
Orang ini… ada sesuatu.
Tidak mungkin dia tidak tahu bagaimana dunia memperlakukannya. Kecuali dia bodoh.
Tapi dia tetap bertahan sebagai hunter… seolah dia sedang menunggu sesuatu.
…Apa kau mau bikin guild? Masuk politik? Bisnis?
Yang jelas, satu hal: Yoo Seodam pasti akan melakukan sesuatu yang besar.
Dan kalau bisa, ia ingin berada di sisi pria itu ketika saatnya tiba.
Pah!
Thwak!
“Heup!”
“Kepala!”
Pertandingan sparring dimulai, para master mengayunkan pedang sungguhan, tapi Lee Junseok tidak menoleh sedikit pun.
Ia tetap memandang satu titik, area keluarga Constantini.
Dan di sana, untuk waktu yang lama…
ia hanya menatap Yoo Seodam.
Kebanyakan superhuman adalah tipe ‘Kekuatan’.
Mereka punya kemampuan sederhana: memperkuat tubuh mereka sendiri.
Dan kemampuan itu bekerja sangat baik saat dipadukan dengan aether blade untuk menghadapi monster.
Tapi… mana mungkin seseorang yang belum pernah menyentuh pedang seumur hidup tiba-tiba bisa mengayunkannya hanya karena dia kebetulan memegang pedang?
Karena itulah, klan-klan pedang dengan tradisi ratusan tahun mulai mengajarkan ilmu pedang mereka kepada para superhuman.
Begitulah awal mula “debat ilmu pedang” pertama di dunia.
Namun, seiring waktu, tujuan aslinya makin kabur.
Sekarang, para superhuman bahkan sudah tidak tertarik lagi pada ajaran para pendekar pedang biasa.
Mereka justru ingin belajar dari senior mereka sesama superhuman yang sudah memegang pedang bertahun-tahun lamanya.
Karena itu para master swordsman bekerja semakin keras, tapi…
‘Omong kosong.’
Debat ilmu pedang sudah berubah menjadi sekadar “acara sosial”.
Satu per satu, para superhuman menggantikan posisi klan-klan pendekar pedang dan menyebut diri mereka sendiri sebagai ‘master swordsman’.
Mereka berkumpul, berbincang, tertawa… dan dunia pun menyesuaikan diri dengan itu.
Kini, para superhuman tidak lagi menganggap ilmu pedang manusia biasa sebagai sesuatu yang penting.
Menurut mereka, itu tidak lagi diperlukan.
Taylor melirik ke samping secara sekilas.
Yoo Seodam.
Ia bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkan pria itu saat ia duduk diam, memperhatikan para master swordsman biasa yang sedang beradu pedang di arena.
Entah kenapa, perut Taylor terasa mual.
Ia berdiri dari kursinya.
“Ke mana kau mau pergi?”
“Sudah selesai.”
“Acara utama dengan Celeste sebentar lagi dimulai.”
“Oh. Aku balik sebelum itu kok. Mau merokok sebentar.”
Sebenarnya ia tidak ingin merokok di depan Seodam, jadi ia hanya memberi alasan begitu dan pergi.
Pada akhirnya, ini cuma pertandingan persahabatan di antara para master swordsman sambil memamerkan kemampuan murid masing-masing.
Tentu saja begitu.
Dan tidak ada hubungannya dengan Seodam.
Taylor pun tidak tertarik.
***
Di lorong arena, cukup banyak orang berkeliaran karena waktu istirahat.
Seperti Taylor, beberapa merokok, sebagian ke toilet, sebagian lagi mengobrol di lorong.
Dan di antara mereka ada Aren.
Seorang superhuman S-Rank.
Orangnya punya ego sangat besar, apalagi karena ia adalah anggota Master Swordsman Association.
Walau tidak berasal dari keluarga bergengsi, reputasinya sangat baik, baik dalam teknik pedang maupun prestasinya sebagai hunter.
Hanya saja… ia selalu memandang rendah orang yang lebih lemah darinya.
Ia sedang berbicara dengan beberapa master swordsman biasa.
Namun berbeda dengan muka Aren yang tersenyum, wajah para master swordsman itu tampak sangat tidak nyaman.
“Tentu saja. Bagi seorang master seperti aku, pencapaian seperti ini bukan apa-apa.”
Seorang superhuman di tengah kerumunan manusia biasa.
Tentu saja dia sedang menikmati rasa superioritasnya.
Taylor yang mengenalnya dengan baik bisa langsung menebak alasan para master swordsman itu terlihat sangat tidak nyaman.
'Aduh, sial.'
Taylor cepat-cepat berbalik, tetapi sudah terlambat.
“Oh, Taylor!”
“…Ah, persetan.”
Merasa hari yang buruk bisa semakin buruk, Taylor melotot tajam ke arah Aren.
Aren segera meninggalkan para master swordsman dan mendekat padanya.
Berkebalikan dengan ekspresi para master swordsman tadi, Taylor menunjukkan wajah datar tak peduli.
“Ada yang ingin kau katakan? Cepat, lalu minggir.”
“Haha, kenapa ketus sekali? Kudengar kau datang ke sini, tapi aku sedang sibuk. Sudah makan? Mau makan bareng nanti?”
Taylor mengernyit, benar-benar tidak paham.
“Kenapa? Aku makan bareng kau? Buat apa?”
“Ada restoran enak di dekat sini. Aku kenal chef-nya...”
“Hey.”
Ia mengeluarkan sebungkus rokok, menghela napas panjang.
“Aku capek banget sekarang dan tidak punya waktu buat omong kosongmu. Jadi minggir dan diam.”
“…Serius?”
Aren menatap Taylor, wajahnya kaku.
Dan lalu ia bertanya pelan.
“Yoo Seodam. Dia ada di sini juga kan? Sebagai instruktur pedang keluarga Costantini.”
“Apa?”
“Benar kan? Yoo Seodam ada di sini?”
Taylor berhenti mengutak-atik bungkus rokoknya.
Tatapannya menjadi sedingin es.
Tapi Aren tetap melanjutkan.
“Kau sadar kan, akhir-akhir ini kau bersikap aneh?”
Aren sekarang sudah jadi veteran 12 tahun.
Saat ia baru mulai menjadi hunter, Taylor sudah bekerja selama tiga tahun.
Walaupun hanya tiga tahun, waktu itu Taylor adalah sosok yang paling berani, paling bersemangat, paling tegas, dan pemimpin terbaik yang pernah ia lihat.
Aren tahu bahwa omelan dan sikap keras Taylor dulu hanyalah caranya untuk menyatukan tim.
Mungkin sejak saat itulah Aren tertarik pada Taylor.
Ia beberapa kali mencoba mendekatinya.
Status, hubungan, semua itu tidak penting baginya, asal Taylor tidak diam-diam jatuh cinta pada orang lain.
Namun…
“Sejak kau bertemu Yoo Seodam. Kau seperti menjauh dari semuanya.”
Sejak saat itu, Taylor berubah dan tidak lagi melihat siapa pun.
Sejak 12 tahun… tidak, mungkin 15 tahun sejak Seodam debut.
Taylor hanya ingin mengikuti Yoo Seodam.
Dan Aren tidak pernah bisa memahami alasan itu.
Ada begitu banyak orang hebat, banyak superhuman berbakat, tapi kenapa Yoo Seodam?
Kenapa seseorang tanpa kekuatan super?
Taylor tersenyum tipis dan bertanya.
“Hey.”
“Hm?”
“Kalau begitu, coba jawab… siapa yang lebih baik daripada Yoo Seodam?”
“Apa?”
Aren terbelalak.
Ia mencoba membuka mulut untuk menjawab, tapi...
“Kekuatan super? Kekayaan? Aku tidak butuh itu. Kau tahu kenapa? Karena aku sudah punya semuanya.”
“Taylor...”
“Aku tidak butuh apa-apa lagi. Mau F-Rank, mau S-Rank, itu tidak penting. Dan hanya karena Yoo Seodam itu F-Rank hunter, apa nilai dirinya otomatis jadi F-Rank juga?”
Sebaliknya.
“S-Rank… KAU itu hanya S-Rank superhuman. Hanya itu.”
“….”
Taylor hampir memuntahkan kata-katanya.
“Kau tahu… dulu aku pikir kau cuma menyebalkan. Sekarang aku ubah pikiran.”
Walau mulutnya biasanya kotor, ketika ia benar-benar marah…
Ia tidak mengucapkan satu pun sumpah serapah.
Ia justru tersenyum.
Senyuman manis, segar, tetapi menusuk seperti pisau.
“Kau itu menjijikkan.”
Taylor melangkah pergi, meninggalkan Aren yang berdiri membeku, mengepalkan tinjunya, pikirannya kacau.
‘…Yoo Seodam.’
Ini adalah zaman ketika kemampuan menentukan segalanya.
Ia benar-benar tidak mengerti kenapa Taylor begitu terobsesi pada Yoo Seodam.
Seseorang yang di atas kertas jauh di bawahnya.
Seseorang yang menurut “nilai absolut”, tidak sebanding dengannya.
‘Seandainya aku bisa menghancurkan Yoo Seodam sepenuhnya…’
Dengan wajah kaku, ia kembali ke stadion.
Saat ia berjalan menuju tempat duduknya di bagian keluarga Okamoto, ia merasa ada yang aneh.
[Celeste Costantini VS Sanagi Okamoto]
‘Oh, sudah mulai?’
Ia mengira dirinya terlambat karena berdebat dengan Taylor tadi dan segera menatap arena.
Awalnya ia tidak tertarik dengan pertandingan ini.
Sanagi adalah muridnya sendiri. Ia mengajarinya ilmu pedang.
Celeste adalah D-Rank.
Sudah jelas pemenangnya.
Seperti air terjun yang mengalir ke bawah, bukan ke atas.
Semua orang sudah tahu siapa yang akan menang.
Tapi…
Anehnya, stadion sangat sunyi.
“…Hah?”
Haap!
Thuk, chaang!
Hanya suara napas kedua wanita itu dan denting pedang mereka yang terdengar.
Aren menatap tanpa berkedip.
Sanagi Okamoto.
Muridnya sendiri.
Sedang kalah dari Celeste Costantini.
Seorang C-Rank… kalah dari D-Rank.
‘Apa… ini masuk akal?’
Perbedaan antara D-Rank dan C-Rank seperti perbedaan sepeda dan mobil.
Sekalipun mobil berjalan pelan, mobil tetap menang.
Atau seperti perkelahian anak kecil melawan orang dewasa.
Tidak, itu terlalu lembut.
Ini seperti tikus melawan kucing.
Tapi sekarang…
Tikus itu menggigit kucingnya.
Sepeda itu menabrak mobil.
Sesuatu yang mustahil sedang terjadi.
Apa Celeste tiba-tiba naik ke C-Rank?
Tidak.
Semua orang bisa melihat dengan mata kepala sendiri.
Ia masih tetap D-Rank.
Artinya hanya ada satu alasan kenapa Celeste bisa mendominasi Sanagi.
“Ilmu pedang Celeste… mengalahkan ilmu pedang Sanagi.”
Sampai mampu menutupi perbedaan kemampuan fisik mereka.
Namun tahun lalu, Celeste tidak mengalahkan Sanagi.
Mereka seimbang.
Jadi… bagaimana ia bisa berkembang sedrastis ini?
Semua orang yang menyimpulkan jawaban yang sama menoleh ke bagian keluarga Costantini.
Di sana, duduk seorang hunter F-Rank tanpa kekuatan super.
Yoo Seodam.
0 komentar:
Posting Komentar