Chapter 40

 Seodam merapikan dasinya dengan kikuk.

Di bawah trench coat-nya, tampak setelan formal yang bersih dan rapi.

Sebagai instruktur pedang resmi untuk putri sulung keluarga Constantini, ia diminta untuk setidaknya memakai pakaian formal ke acara debat ilmi pedang internasional

Masalahnya, ia tidak punya jas atau pakaian resmi apa pun.

Jadi Celeste menyiapkan satu untuknya.

Itu sebuah setelan mewah yang dibuat khusus.

Mungkin karena otot Seodam yang terbentuk jelas membuat setiap bagian jas itu pas di tubuhnya, hasil akhirnya terlihat sangat bagus.

“Itu terlihat bagus di kamu,” kata Celeste.

“Wow. Di kamu… malah nggak bagus,” sahut Taylor tanpa ekspresi.

Seodam hanya terdiam, tidak tahu harus membalas apa.

Taylor tertawa kecil dan menepuk pundaknya.

“Hehe, tapi tetap… lumayan enak dilihat.”

Masih bingung, Seodam akhirnya bertanya.

“Kau ngapain di sini?”

Saat ini, Seodam berjalan menuju Stadion Jamsil bersama dua perempuan itu.

Melihat betapa berubahnya stadion itu sejak diumumkan bahwa debat pedang tahun ini diadakan di Korea, rasanya seperti tidak nyata.

Dan Taylor yang terlihat sama sekali tidak cocok berada di acara seperti ini membuat Seodam makin tak habis pikir.

“Kenapa? Aku nggak boleh ke sini? Tugasku udah selesai, jadi aku istirahat,” jawab Taylor sambil melotot.

“Dan… kau kelihatan agak lebih muda.”

“Apa?”

“Kau pakai produk apa buat kulitmu? Bagi-bagi dong ke temanmu.”

“Kalau aku punya duit buat oles-oles muka, mending aku beli peluru aether lagi.”

“Kau gila, sumpah…”

Taylor menggerutu, sementara Celeste berkata pelan,

“Kurasa sudah waktunya.”

Hari ini, para master swordsman dari seluruh dunia akan berkumpul di sini.

Karena itu, lautan manusia, orang biasa, kameramen, pedagang, polisi, pejabat, sampai para hunter terkenal memenuhi area tersebut.

Celeste dan Taylor, yang jelas mencolok, langsung disambut banyak orang setiap kali lewat.

“Nyonya Celeste. Untuk debat pedang kali ini..”

“Aku nggak bisa bahasa Korea.”

“Hunter Taylor! Kenapa Anda datang ke acara ini..”

“Pergi sana.”

Walaupun caranya beda, keduanya sama-sama efisien menolak kerumunan orang.

Hanya saja Celeste menyalakan alat penerjemah untuk menjawab beberapa reporter atau pejabat yang tepat, sementara Taylor langsung menghardik siapa pun yang mengganggunya.

Sementara itu, tidak ada yang menghampiri Seodam, karena wajahnya memang jarang dikenal.

Sampai akhirnya

“Ah, bukankah kau hunter Yoo Seodam?”

“…?”

Seodam menoleh ketika mendengar namanya dipanggil.

Wajahnya familiar, tapi ini pertama kalinya mereka bertemu langsung.

Ia adalah Lee Junseok, hunter peringkat-S dari Velvet, salah satu dari lima guild teratas di Korea.

Salah satu hunter paling terkenal di negeri ini.

“Tidak menyangka bisa bertemu kamu di sini. Haha, senang bertemu dengan mu.”

“Ya, senang bertemu juga… ada yang bisa aku bantu?”

Melihat Seodam agak tegang, Lee Junseok mengangkat kedua tangan, seolah berkata jangan salah paham.

“Tidak ada apa-apa. Hanya saja, aku dengar kamu menaklukkan dungeon cacat dengan hanya satu orang lainnya, dan itu dungeon peringkat-S pula. Itu luar biasa sekali.”

Lee Junseok juga memberi salam pada Taylor dan Celeste, tapi sorot matanya lebih banyak tertuju pada Seodam.

Situasinya jadi terasa canggung, karena ia mengabaikan dua hunter yang biasanya justru selalu jadi pusat perhatian.

Ia berjalan berdampingan dengan Seodam menuju stadion.

Berbeda dengan Taylor yang sudah kelihatan sebal, Seodam menjawab seadanya, berpikir akan baik juga kalau bisa berteman dengan hunter sekuat ini.

“Sebetulnya, kemampuanku nggak ada hubungannya dengan pedang. Tapi, aku ingin melihat kemampuan para master swordsman dunia.”

“Begitu ya..”

Dalam perjalanan, sebagian besar waktu dihabiskan oleh Lee Junseok yang bicara dan Seodam yang menanggapi.

“Ini kan debat dan adu pedang, ya? Dulu memang begitu, tapi sekarang sudah beda. Tradisi pedang agak… dilupakan di era modern.”

“Makanya orang-orang menantikan acara besar ini. Bukan sekadar tontonan kosong.”

Padahal Lee Junseok sendiri tidak memakai pedang, tapi ia mencintainya lebih dari beberapa master swordsman itu sendiri.

Saat mereka melewati beberapa orang yang tampak seperti “master” swordsman. Junseok mengeklik lidah sambil menunjuk diam-diam.

“Yang kayak begini harusnya nggak nunjukin muka di acara seperti ini.”

Kata master di sini seolah berarti master swordsman(ahli pedang). Tapi kalau bisa, ia lebih memilih kalau mereka ada semacam peringkat formal.

Kenyataannya, gelar master swordsman di Bumi tidak berarti banyak, bahkan seseorang yang tidak bisa mengalahkan superhuman peringkat-E pun bisa disebut master.

Para master swordsman biasa itu memang menjaga tradisi pedang tetap hidup, dan berkat mereka beberapa superhuman menggunakan pedang, tapi tetap saja, orang biasa tanpa kekuatan tidak punya peluang ketika keadaan tidak memihak.

Dan bagi orang biasa, menembak dengan pistol aether jauh lebih efektif daripada mengayunkan Blade aether.

Itu sudah jadi pengetahuan umum.

Dan Seodam pun, sampai beberapa waktu lalu, berpikir hal yang sama.

Tapi tidak lagi.

Masalahnya bukan pedang yang lemah, melainkan seni pedang di Bumi yang terlalu terbatas.

Tidak ada cukup mana, tidak ada fondasi yang kuat.

Karena itu, Seodam tidak terlalu senang dengan acara debat pedang ini, penuh dengan seniman bela diri biasa yang menyimpan penyesalan karena tak punya kekuatan super.

“Itulah kenapa aku nggak suka ‘Aren’, si master swordsman itu.”

“Aren?”

Seodam mengernyit. Ia tidak menyangka nama itu keluar.

Di waktu yang sama, kening Taylor ikut mengerut tapi Junseok tak melihat karena Seodam berdiri di antara mereka.

“Ya. Kamu pernah dengar namanya?”

“Tentu. Tapi kenapa?”

“Aren duduk di posisi tinggi dalam Asosiasi Master Swordsman.”

“Ah… begitu ya?”

“Ya. Oh, dan kudengar dia datang bersama ‘master kendo’ kali ini. Kamu tahu siapa maksudku, kan? Pastinya Sanagi, master swordsman keluarga Okamoto. Dia sempat jadi berita besar waktu terbangun sebagai C-Rank di usia 20.”

“Aku tahu.”

Tidak lain adalah rival Celeste.

“Dan kudengar Aren yang mengajar putri sulung keluarga Okamoto. Yah, masuk akal. Lebih efektif dilatih oleh seniman bela diri dengan gaya yang mirip.”

Selain itu, Aren adalah superhuman peringkat-S yang kuat.

“Keluarga Okamoto sepertinya benar-benar siap. Selama hampir sepuluh tahun mereka berada di bawah bayang-bayang keluarga Costantini, dan sekarang mereka punya kesempatan buat naik.”

Ayah Celeste, Salvatore, adalah master swordsman peringkat-SS.

Sementara ayah Sanagi, Itsei, masih peringkat-S.

Walaupun Itsei punya gelar master swordsman, rasa bangganya goyah hanya karena satu huruf perbedaan.

Dan karena era mereka sudah hampir berakhir, kini giliran generasi anak-anak mereka.

Itsei Okamoto tampaknya ingin memulihkan harga dirinya dengan membuat putrinya mengalahkan putri Salvatore.

“Hm…”

Seodam baru tahu ada politik sebesar ini di belakang acara itu.

Di tengah semua itu, Celeste justru memilih dirinya, hunter F-Rank sebagai instruktur pedangnya.

Dan Salvatore bahkan mengizinkannya.

Entah kenapa, Seodam merasa seperti orang besar.

Dengan pikiran itu, ia memasuki stadion baru yang kini tampak seperti aula acara megah.

Banyak orang mengenakan seragam khusus acara debat pedang.

“Senior. Ke mana saja?”

Lee Junseok, yang sejak tadi terus mengobrol, akhirnya berhenti ketika mendengar suara seseorang di samping mereka.

Seorang perempuan berusia pertengahan 20-an muncul.

“Ah. Heejung, bukannya kamu sudah pergi ke tempat dudukmu?”

“Apa sih… Mana mungkin aku masuk sendirian? Siapa orang yang sebelahmu ini?”

Mata Heejung berbinar saat melihat pria yang berjalan bersama Lee Junseok.

Sebagai sesama anggota guild Velvet dan superhuman peringkat-A, ia pernah jadi berita besar waktu pertama kali terbangun dengan kemampuan api peringkat C+.

Melihat Lee Junseok yang tampak bersemangat bicara dengan seseorang, ia mengira pria itu pasti selebriti atau hunter top.

“Oh iya! Ini Yoo Seodam. Hunter F-Rank yang sudah aktif 15 tahun. Kamu pasti pernah dengar.”

“…Apa? F-Rank?”

Berbeda dengan Junseok yang memperkenalkan Seodam seolah ia orang hebat, mata Heejung langsung meredup.

Namun ia sudah menjadi hunter selama tiga tahun, jadi ia masih tahu cara menjaga sikap.

Walaupun begitu, siapa pun jelas bisa membaca perubahan raut wajahnya.

“Ah… iya! Kayaknya aku pernah dengar. Senang bertemu.”

Junseok menyadari sikapnya yang kurang sopan dan tampak malu.

Sementara Seodam tetap tenang, seolah sudah biasa menghadapi perlakuan seperti itu.

“Hahaha, dia masih baru, jadi wajar dia nggak ngerti.”

“…Hm. Ya sudah, nggak penting. Kita pergi sekarang?”

ucap Seodam sambil menutup mulut Taylor dengan kedua tangan, sementara Lee Junseok sudah mandi keringat dingin.

Susah banget menahan “kotak pandora” bernama Taylor yang bisa meledak kapan saja.

Dan jujur saja, rasanya cukup bikin pusing ketika jadi pusat perhatian di tempat penuh para selebritas superhuman begini.

“Ah, haha… Maafkan kelancangannya. Kalau begitu kami pamit dulu. Aku harus ke tempat duduk, soalnya mewakili guild.”

“Ya.”

Setelah memberi salam, Lee Junseok berbalik, tapi tiba-tiba ia menoleh lagi pada Seodam seperti baru ingat sesuatu.

“Ah, satu lagi. Aku harap kau bisa ikut ‘Konferensi Hunter Korea’ tahun ini. Ada hal yang benar-benar ingin kutanyakan soal Hell Gate…”

“…”

Dengan kalimat terakhir itu, Lee Junseok dan Heejung buru-buru pergi ke area tempat duduk.

Beberapa saat setelah mereka menghilang dari pandangan, Taylor dan Seodam terus berjalan, sementara di sisi lain, Lee Junseok memandang Heejung dengan wajah kesal.

“…Heejung. Barusan itu apa-apaan cara kau menyapa senior?”

“Apa? Emang kenapa sih? Dia cuma hunter F-Rank. Bukannya dia orang biasa aja?”

Walaupun Yoo Seodam bukan selebritas, semua orang tahu ia pernah didepak dari Lost Day, karena itu pernah jadi berita besar.

Saat mendengar Heejung berkata “apa hebatnya,” nada suara Lee Junseok langsung berubah dingin.

“…Iya. Hunter biasa yang sudah bertahan di medan tempur selama lima belas tahun. Bahkan selamat dari Hell Gate. Mengerti?”

“Ah, u-uh… I-itu hebat, tapi…”

“Ahn Heejung.”

Lee Junseok menatapnya dengan iba, lalu berkata.

“Aku tahu kau ngikutin aku selama ini buat cari relasi. Dan karena kau junior yang cukup rajin, aku nggak masalah. Menurutku wajar kalau junior ingin bangun koneksi lewat senior.”

Heejung langsung terdiam, keringat dingin menetes. Ia baru sadar kalau Lee Junseok ternyata tahu semuanya sejak awal.

“Makanya kali ini aku mau ngenalin kau ke orang yang bagus. Walau sebentar, aku udah berusaha bikin dia nyaman, dan aku mau ngasih hubungan baik itu buat kau. Tapi kau malah nyia-nyiain.”

“Ah… m-maaf…”

“Aku kecewa banget, Heejung.”

Tanpa menunggu jawaban, Lee Junseok berbalik dan berjalan duluan.

Heejung tertinggal di belakang, menggenggam ujung gaunnya, wajahnya pucat, pikirannya campur aduk.

Ia benar-benar nggak paham.

Bukan karena ia hunter A-Rank yang masih muda, bukan karena ia anggota Velvet, guild top lima Korea, bukan pula karena ia hanya mengejar popularitas selebritas superhuman.

Masalahnya: ia menilai Seodam apa adanya.

‘Serius deh… Dia cuma F-Rank, kan?’

Ia memang pernah dengar banyak tentang Yoo Seodam.

Namanya pernah terseret dalam dua insiden besar.

Tapi para hunter A-Rank dan S-Rank yang sudah bertahun-tahun berpengalaman, entah kenapa, selalu enggan membicarakan detailnya.

‘Ya… ya sudah. Bagus sih, tapi… cuma itu?’

‘Bukannya Taylor yang bersihin dungeon cacat waktu itu? Output energinya aja SS-Rank.’

‘Dia F-Rank. Kadang memang keliatan pinter… tapi ya ada batasnya.’

‘Lima belas tahun. Bertahan tanpa kekuatan. Itu luar biasa… tapi tetep aja, aku lebih milih C-Rank tahun ketiga.’

‘Iya. Bahkan porter C-Rank pun jauh lebih berguna.’

Cara pandang Ahn Heejung sudah kebentuk dari cerita-cerita para seniornya tentang bagaimana superhuman selalu unggul.

‘Aku bener-bener nggak ngerti…’

Sementara Heejung masih bingung dan gelisah, Lee Junseok berjalan cepat menuruni koridor.

Lee Junseok.

Hunter S-Rank yang sudah berkarier selama sepuluh tahun, melewati banyak medan tempur dan ratusan misi berbahaya.

Ia sudah melihat terlalu banyak hal yang tidak dilihat hunter biasa.

Dan karena itu, ia tahu.

Hell Gate.

Apa artinya seseorang bisa pulang hidup-hidup dari tempat seperti itu?

Yoo Seodam… terlalu berbakat untuk diperlakukan seperti “F-Rank sampah.”

Kalau saja nggak ada manipulasi dari Lost Day, dia mungkin sudah jadi nama besar di seluruh dunia.

‘Kesempatan itu hilang begitu saja…’

Kalau saja tadi tidak ada gangguan, ia mungkin bisa sedikit lebih akrab dengan Seodam.

Lee Junseok mengeklik lidahnya pelan, penuh penyesalan.

0 komentar:

Posting Komentar

My Instagram