Chapter 44

 Pertarungan itu berakhir dengan kekalahan Celeste.

Hasil yang sudah bisa ditebak sejak awal.

Spar itu memang sejak awal bukan untuk menentukan menang atau kalah, lebih ke ajang sang master memberi “pelajaran.” Tapi bukannya fokus pada si master, pada akhir pertarungan justru semua perhatian jatuh pada Celeste dan Yoo Seodam.

Seorang superhuman peringkat D hampir mengenai seorang S-Rank. Bahkan beberapa kali ia berhasil menahan atau menghindari serangannya.

Di bawah bimbingan seorang pria bernama Yoo Seodam.

Apa maksud dari semua perintah aneh yang ia teriakkan selama spar tadi?

Entahlah. Orang-orang tidak terlalu peduli. Yang penting teknik pedang yang diajarkan Yoo Seodam berfungsi melawan seseorang yang jauh lebih kuat dari diri sendiri, setidaknya dari segi fisik.

‘Sialan…’

Aren duduk di sudut restoran hotel, menyeruput anggurnya pelan.

Seperti biasa setelah acara debat seni pedang, ada after party. Tahun ini semua master berkumpul di sebuah restoran di JS Hotel, hotel yang bahkan belum tiga tahun berdiri sejak debat tahun ini digelar di Korea.

Sementara itu Yoo Seodam dan Taylor menghilang entah ke mana, katanya ada urusan. Baguslah, Aren tidak perlu melihat wajah mereka meski hatinya tetap kesal.

Aren tahu.

Para master tadi mendekati Yoo Seodam, memberi hadiah, bertukar kontak karena mereka melihat potensi.

Tapi itu semua tidak penting bagi Aren sekarang.

‘…Apa sih masalahnya sama jimat-jimat ini?’

Empat jimat masih berfungsi.

Masalahnya ada pada jimat strength, speed, dan guide aim.

Tiga jimat itu sudah ngadat sejak tadi.

Tanpa itu semua, meski Air Pocket dan Reduce Friction sangat berguna, kemampuan fisiknya cuma setara B-Rank paling mentok.

‘Sial. Kenapa harus rusak pas waktu begini… harus hubungi dia lagi.’

Ia mengusap pergelangan tangannya.

Rasa sakit itu muncul lagi.

Gejalanya sudah bertahun-tahun ini, jadi ia sering minum obat pereda nyeri. Tapi saat jimat-jimat itu mati, rasa sakitnya seperti meledak keluar, tak ada lagi yang menahan.

Berkeringat dingin, ia memijat pergelangannya ketika tiba-tiba…

Boom!!

“A-apa?!”

Seluruh bangunan hotel berguncang.

Whooing! Whooing!

[Sebuah gate abnormal telah muncul!]

[Seluruh warga, segera lakukan prosedur evakuasi.]

“Hah? Kok pas banget waktunya…”

“Males banget, ada apa lagi…”

Dulu hal seperti ini sering terjadi. Sekarang sudah jarang, karena satu-satunya “peramal” di bumi biasanya memprediksi semua gate. Tapi kali ini, entah kenapa, sebuah gate muncul tanpa peringatan.

[Gate teridentifikasi sebagai A-Rank. Lokasi: rooftop JS Hotel.]

[Unit Dukungan Darurat sedang menuju lokasi. Warga diminta tetap tenang dan segera mengevakuasi diri.]

“Gila… itu atap gedung ini!”

“Cepat turun! Evakuasi!”

Orang-orang berhamburan. Aren ikut berdiri.

Menghadapi gate A-Rank… dengan kondisi jimatnya rusak… tidak mungkin ia bisa mengatasinya.

Namun mereka tak membiarkannya tenang.

“Hunter Aren!”

Seorang pejabat paruh baya dan beberapa pelayan hotel berlari ke arahnya.

“Hunter Aren, kalau Anda berkenan… bisakah Anda menahan gate itu dulu di atap? Bantuan masih dalam perjalanan, jadi kami sangat beruntung Anda ada di sini…”

“Ah…”

Gate-nya ada di atap.

Monster akan turun.

Bangunan bisa hancur.

Waktu kedatangan reinforcement pasti telat.

Dan Aren, seorang S-Rank, secara teori bisa menahannya.

“Syukurlah ada hunter Aren.”

“Benar-benar lega…”

Tapi Aren tak bisa menjawab.

Kenapa semua ini menimpanya?

Karena sial? Karena cuaca buruk?

Ia tak tahu.

Yang jelas… ini bukan situasi di mana ia bisa berkata “tidak.”

“…Haha. Tentu. Aku naik ke atas.”

Ia mengepalkan tangan dan mengenakan portable aether dispenser-nya.

Perangkat miliaran won, mudah dipakai, meski perlindungannya tak setara baju aether kelas 3.

Dengan aether blade di tangannya, Aren melangkah menuju atap hingga punggungnya menghilang dari pandangan orang-orang.

Gulp.

Suara monster merusak apa pun yang ada di jalurnya terdengar jelas.

Teriakan orang-orang, pasti mereka yang kebetulan berada di rooftop menyusul kemudian.

Tapi Aren tak bisa melangkah maju.

Tanpa jimat-jimat itu, dia cuma B-Rank.

Menghadapi gate A-Rank sama saja bunuh diri.

‘Ini… nggak bisa. Aku nggak bisa.’

Sekali ia membuka pintu itu, ia akan tiba di atap.

Namun tangannya tak bergerak.

Harga diri lebih baik hilang daripada nyawa.

‘Ya… mending kabur aja sekarang.’

Begitu ia berbalik hendak lari

“Kami juga datang untuk membantu, hunter Aren.”

“…Apa?”

Di depannya berdiri para master pedang.

Masing-masing memakai aether dispenser darurat.

Lagi. Para master itu lagi.

Orang-orang biasa, bukan superhuman.

Entah dari mana mereka mendapatkan peralatan itu, tapi gate seperti ini jelas bukan sesuatu yang bisa mereka hadapi.

“Semua… kalian bakal mati! Ini bunuh diri!”

“Kami tahu,” jawab salah satu dari mereka dengan tenang. “Tapi ada orang-orang tak berdosa di luar sana. Walaupun kami bukan superhuman, kami hidup dengan pedang seumur hidup. Menahan monster sebentar sebelum bala bantuan datang… itu masih mungkin.”

Mereka membuka pintu lebih dulu dan melangkah keluar dengan gagah.

Aren menunduk, tersenyum pahit.

Tubuh mereka jelas F-Rank.

Namun mereka tetap maju menghadapi sesuatu yang jelas-jelas mustahil bagi mereka.

‘Apa arti B atau S-Rank kalau begini…’

Ia tiba-tiba teringat ucapan Taylor.

“Hanya karena seseorang F-Rank, apa nilainya juga cuma F-Rank?”

Sekarang ia mengerti.

Sebagai B-Rank yang terjepit di depan gate A-Rank, ia bahkan nyaris lari.

Tapi Yoo Seodam seorang F-Rank bertahan di medan perang selama lima belas tahun.

Aren mengangkat wajahnya.

Seluruh tubuhnya sakit, terutama pergelangan tangan.

Jimat-jimatnya mati total.

Namun ia tetap seorang hunter.

“Persetan… hari macam apa ini…”

Dengan menggeram, Aren menghantam pintu menuju atap.

Kemampuannya mungkin menurun.

Tapi sorot matanya, itu baru sorot mata S-Rank yang sesungguhnya.

***

Keesokan harinya.

Begitu bangun, kepala langsung berdenyut seperti mau pecah.

Aku menoleh karena merasakan sesuatu menekan lenganku.

Taylor, berselimut sampai bahu, tertidur pulas sambil memeluk lenganku erat-erat.

Mungkin karena semalam kami minum terlalu banyak, kondisi kami benar-benar kacau.

Saat mengecek ponsel, ada beberapa panggilan tak terjawab dari hunter dan para master.

Mayoritas isinya cuma ajakan makan bareng kapan-kapan.

[Lee Junseok: Ada waktu makan bareng lain kali?]

Bahkan ada panggilan dari Lee Junseok juga.

Entah kenapa dia begitu tertarik padaku.

Bahkan sebelum aku pulang kemarin, dia ngajak makan BBQ Korea, tapi aku tolak.

[Celeste: Terima kasih untuk kemarin.]

Untuk saat ini, aku balas Celeste dulu.

[Yoo Seodam: Kerja bagus.]

Lagipula aku juga dapat banyak keuntungan, jadi anggap saja saling untung.

Berlahan aku melepaskan tangan Taylor yang melingkari lenganku, lalu merangkak ke TV jadul milikku dan menyalakannya.

Ini sudah jadi kebiasaan: menyalakan berita atau talk show pagi untuk sekadar mengisi keheningan.

[Breaking News. Sebuah gate abnormal A-Rank muncul di rooftop JS Hotel sekitar pukul 7 malam kemarin.]

“Hah?”

JS Hotel?

Itu jelas tempat para master menginap.

Aku langsung tertarik. Dan semakin aku dengar, semakin menarik.

[Berkat usaha para master swordsman dan seorang hunter S-Rank yang bekerja sama menahan gate itu, serta datangnya reinforcement tepat waktu, tidak ada korban jiwa.]

[Hunter S-Rank ‘Aren’ mengatakan bahwa tanpa bantuan para master, ia tidak akan bisa menyelamatkan para warga sebersih itu…]

“Oh?”

Aren bukan tipe orang yang akan ngomong begitu.

Apa dia berubah pikiran?

Mengagumkan juga.

“Bagaimanapun, ini bisa berakhir jauh lebih buruk.”

Kondisi Aren sangat parah, dan artefaknya sudah kulemahkan, tapi aku tidak menyangka gate akan muncul di sana.

Walaupun artefaknya bisa aktif sempurna waktu itu, belum tentu dia bisa menggunakan magicnya.

Tubuhnya sudah kelebihan beban waktu itu.

Kalau dia memaksakan pakai artefak tambahan dengan kondisi tubuh yang hancur begitu…

Mungkin sesuatu yang buruk akan terjadi.

“Hey.”

“…Hm.”

“Kamu mau ramen?”

“Fu… uu…”

Apa sih yang dia bilang?

Sepertinya hangovernya parah sampai ngomong aja susah.

Aku berjalan ke dapur kecil.

Rencananya, aku masak ramen buat sarapan, lalu makan siang sambil menghubungi seorang dimensional returnee yang kutemui untuk menggali informasi tentang Murim.

Sore harinya, aku riset soal magic.

Aku belajar banyak dari Aren.

Tapi baru saja aku punya rencana seperti itu, tanaman yang ada di inventori tiba-tiba mengerang.

[Witch… witch…]

“Apa?”

Aku cepat-cepat mengeluarkan pot bunga itu.

Tanamannya tampak layu dan bergetar.

[Sakit…]

“Sakit?”

[Mhm… capek…]

Kalau dipikir-pikir, pot itu lingkungannya memang terbatas.

Ini dunia modern, jadi aku hanya bisa membuat lingkungan sementara dengan aether crystal dan material dari dunia lain.

Sepertinya aku harus mengambil tindakan lebih serius.

 “Sialan. Harus gimana ini?”

Di perpustakaan White Witch hanya tertulis “lingkungan yang sesuai” tidak dijelaskan apa yang harus dilakukan kalau terjadi masalah seperti ini.

Perpustakaan itu pada dasarnya cuma skill pencarian, bukan buku manual.

Tapi Clien yang lebih paham soal ini, langsung memberi jawaban.

< Pindahkan ke lingkungan yang kaya magic agar spirit bisa bernapas. >

< Beri kontak dengan material yang baik untuk spirit agar kesehatannya pulih. >

“Bagus juga idenya.”

Bagus… tapi jadi PR besar.

Ada terlalu banyak hal yang harus kuurus di Bumi.

Dimensional returnee, kemungkinan adanya para mage bumi yang tidak diketahui, dan perkembangan ilmu pedang pribadiku yang kini menarik perhatian para master.

Untuk sementara semuanya stabil, tapi pada akhirnya aku butuh kekuatan.

Dan untuk mendapatkan kekuatan… aku harus berburu para Protagonist, seperti yang sudah kulakukan.

“Seberapa parah kondisinya?”

[Parah sekali…]

Silver Spiritual Flower ini berasal dari dunia lain.

Lingkungan modern memang tidak cocok.

Meski sudah sering kusimpan di inventori, pada akhirnya tetap ada batasnya.

Entah apakah bunga ini bisa mekar dan jadi spirit, kondisinya terlalu rapuh untuk bertahan.

“Berikan daftar misinya.”

Setelah menenggak obat anti-mabuk, aku mengenakan aether dispenser sambil menunggu air ramen mendidih.

Seperti dugaan, ketika kubuka daftar misinya, banyak sekali misi baru.

Kalau kupikir-pikir, dunia yang berhubungan dengan magic pasti tempat terbaik untuk mendapatkan material yang baik untuk spirit.

 < Jangan pilih dunia tipe manusia. >

< Dunia yang rasnya tidak masuk akal justru lebih baik untuk spirit. >

“Apa maksudmu?”

< Selama ini, kebanyakan dunia yang kamu kunjungi mirip dengan Bumi. >

< Tapi ingat, ada banyak dunia yang tidak seperti itu. >

Artinya: ada dunia dengan lingkungan yang benar-benar berbeda.

“Hmm…”

Dunia seperti itu pasti punya hal yang jauh lebih menarik dibanding dunia mage biasa.

 [Sesak… tolong…]

“Tahan sedikit. Aku sedang mencari dunia yang cocok.”

 [Mau mati…]

“Kamu nggak bakal mati.”

 [Kamu yang mati menggantikanku…]

“Kenapa jadi balik nyalahin aku?”

Sambil terus mencari, satu dunia di daftar misi menarik perhatian.

Dunia dari seorang Protagonist level 61.

#DawnFairy_Doesn’t_Dream

#Fantasy #Dream #Strategic #Fractured #Forbidden_Love

…Hashtagnya aneh.

Mimpi? Cinta terlarang? Strategi? Fraktur?

Susah memang memahami hashtag sistem ini.

Aku mengambil ponsel dan mengubah status messengernya.

•Aku Akan pergi hari ini. Tidak bisa dihubungi.•

Ini praktis, mengingat masih banyak orang yang ingin bicara denganku.

“Taylor. Nih ramennya. Aku pergi dulu.”

Tiba-tiba Taylor bangkit, merangkak pelan, dan menggenggam lenganku.

“…Jadi. Kamu mau pergi ke tempat aneh?”

Dengan mata membulat, ia bertanya.

Kenal dia lima belas tahun, aku tahu dia masih setengah sadar.

“Itu mendesak.”

“…Kamu beneran harus pergi?”

“Ya.”

“…Oke…”

Mendengar jawabanku, Taylor jatuh terbaring lagi di lantai.

Entah kenapa, aku merasa khawatir.

Rasanya asing… tapi ada.

Aku meletakkan ramen di sampingnya, lalu berbicara pada Clien.

“Baik. Kita berangkat.”

[Berpindah ke Dream Island. Dunia milik Protagonist Level 61, Hanniel.]

0 komentar:

Posting Komentar

My Instagram