Celeste dibuat gelisah oleh ajakan Aren yang tiba-tiba ingin sparring.
Dalam ajang debat ilmu pedang, hal seperti itu sebenarnya wajar, yang kuat memberi pelajaran kepada yang lemah.
Meskipun yang memberi pelajaran itu instruktur utama dari keluarga lain.
Menolak juga tidak masalah.
Tapi tetap saja, sebagai putri sulung keluarga Constantini, dan Aren adalah instruktur utama putri sulung keluarga Okamoto… permintaan seperti ini tidak lazim.
Namun, di sisi lain, menolak mentah-mentah juga terasa tidak sopan.
Tidak… sebenarnya bukan soal sopan atau tidak.
Celeste sendiri memang tidak ingin menerima pertarungan ini.
‘Ayah akan bagaimana kalau di posisiku?’
Ia berpikir sejenak.
Kalau ayahnya seorang D-Rank berhadapan dengan seorang S-Rank yang jelas-jelas ingin melampiaskan kekesalan dengan memberinya “pelajaran”…
‘…Ayah pasti menerimanya.’
Kalau masih ada hal yang bisa dipelajari, maka hadapilah, sekeras apa pun itu.
Itulah motto Salvatore Constantini, dan karena prinsip itu pula para pendekar lain sering menjauhinya.
Tentu saja, sejak Salvatore naik menjadi SS-Rank, tak ada lagi pendekar yang berani berkomentar.
Bagaimanapun juga, itu membuktikan cara ayahnya jauh lebih benar daripada cara siapa pun.
Tapi itu semua… hanya mungkin karena itu ayahnya.
Celeste memang punya kebanggaan tinggi, tapi ia sama sekali tidak ingin menerima pertarungan yang jelas arahnya ini, jadi ia berniat menolak.
“Celeste.”
“Hm?”
Yoo Seodam turun dari area tempat keluarga Constantini duduk, lalu berjalan mendekatinya.
“Terima saja. Anggap saja pengalaman belajar yang bagus.”
Celeste ragu sebentar, lalu mengangguk.
Sejak ia belajar ilmu pedang dari Yoo Seodam, ia selalu memperhatikan setiap kata-katanya.
Sambil tersenyum pada Aren, Seodam berkata,
“Yah, karena dia muridku, aku ingin memberi sedikit arahan selama spar. Tidak masalah, kan?”
“…Lakukan sesukamu.”
Begitu melihat Seodam, raut wajah Aren menegang keras.
Tapi itu bukan urusan Celeste.
Seodam memberi isyarat agar Celeste mendekat, lalu membisikkan sesuatu di telinganya.
Tak lama kemudian Celeste memiringkan kepala, bingung oleh instruksi yang ia dengar.
“Itu… beneran bisa dilakukan?”
“Mhm. Percaya saja, lalu serang.”
Instruksi Seodam begitu sederhana sampai-sampai malah terasa meragukan.
Pukul kalau dengar “pukul!”, hindar kalau dengar “hindar!”, dan blokir kalau dengar “tahan!”
Lawan kali ini adalah seorang S-Rank.
Mana mungkin semudah itu?
Namun Celeste tetap mengangguk.
“Aku coba.”
“Dan… menyerahlah di waktu yang tepat.”
“Aku memang berniat begitu.”
Celeste menarik pedangnya dan berdiri di hadapan Aren.
Keduanya sama-sama superhuman yang memakai seragam berlapis aether, jadi tidak akan ada cedera serius.
Lagipula mereka juga memakai pedang khusus sparring.
“Oh? Apa-apaan ini? Aren mau ngasih pelajaran ke putri sulung Constantini?”
“Hm. Apa dia benar-benar mau mengajarinya?”
“Yaah… siapa tahu.”
Karena yang bertanding adalah Celeste dan Aren si S-Rank, hal itu langsung jadi topik hangat yang menarik perhatian semua orang.
Aren pun baru sekarang menyesali pikirannya yang pendek.
‘Sial…’
‘Kenapa tadi aku minta spar sama putri sulung keluarga Constantini…?’
Ia kehilangan akal karena amarah ketika Taylor bilang ia bersikap memberontak, ditambah Sanagi, murid yang ia latih baru saja kalah.
Semuanya dilakukan karena emosi sesaat.
Aren memutuskan akan mengakhiri spar setelah beberapa serangan saja.
Namun tindakan spontan itu ternyata menjadi kesempatan bagi Seodam.
‘Bagus. Ini kesempatan buat nyatuin diri dengan para master swordsman biasa.’
Dengan gambaran besar di kepalanya, spar pun dimulai.
Begitu dimulai, White Witch’s Library langsung aktif.
[Identifikasi jenis magic dimulai.]
[Enhance Strength (B) / Guide Aim (B) / Enhance Speed (C)]
[Reduce Friction (C) / Air Pocket (D)]
[Flame Burst (B) / Flame Bullet (C)]
Total ada tujuh jenis magic.
White Witch’s Library memang punya kumpulan pengetahuan yang luas, tapi untuk membongkar(Cracking) magic-magic itu sepenuhnya tetap butuh waktu, tingkatannya masih terlalu rendah.
[Progres Cracking… 17%]
[‘Interference’ sekarang memungkinkan.]
Tung!!
Celeste terkejut dan buru-buru mengangkat pedang ketika Aren menjejak ringan ke tanah dan langsung menebas.
Meski ia pernah berlatih melawan S-Rank sebelumnya, ia bukan pada level yang bisa menghadapi mereka secara langsung.
Tung!
“Ugh!”
Satu pukulan ringan mengenai kepalanya, namun ia cepat memulihkan keseimbangannya.
Aether uniform mencegah luka, meski tetap tidak bisa menghilangkan rasa nyeri dari benturannya.
Chang! Chink! Tung!
Ketika pedang Aren memburu kepalanya, sesekali ia mengincar sisi tubuhnya, dan saat Celeste baru sadar, ia sudah kena pukulan di dada.
Walau sejauh ini ia bisa menahan serangan, napasnya mulai tercekat saat mengangkat pedangnya lagi.
‘Jelas-jelas aku nggak bisa menahan semua serangannya, tapi…!’
Itu insting.
Insting seorang jenius pedang.
Insting untuk membaca pola pedang lawan yang jauh lebih kuat, sedikit demi sedikit, hanya dengan melihat beberapa kali, bahkan balas menyerang.
Jika ini pertarungan sungguhan, Celeste pasti tumbang sekali tebas.
Tapi karena ini hanya spar, ia bisa mempelajari pedang lawannya.
Namun anehnya… setiap kali ia hendak menahan, pedang Aren selalu “melenceng” sedikit.
Seperti fatamorgana, arahnya membengkok.
Bukan hanya cepat.
Ada sebuah teknik tersembunyi di baliknya.
Dan bagi Celeste saat ini, teknik itu tidak terjangkau.
“Oh wow…”
“Itu memang teknik pedang tuan Aren.”
“Katanya S-Rank lain pun nggak bisa menirunya.”
Di tengah kekaguman orang-orang, Seodam berhasil menguak teknik sejati di balik gerakan aneh itu.
‘Guide Aim, ya?’
Teknik untuk memaksa serangan berbelok menuju target.
Seperti ilusi, seakan-akan pedang itu membengkok di udara.
Sekilas terlihat keren.
Tapi sebagai magic, memakainya terus-menerus membebani tubuh dan menguras mana dengan cepat.
Hanya saja, Aren adalah S-Rank, jadi ia bisa memakainya tanpa masalah.
Lalu… bagaimana kalau Aren, yang sangat mengandalkan magic itu, tiba-tiba kehilangannya?
[Interference pada artefak ‘Guide Aim (B)’ dimulai]
[Interference pada artefak ‘Enhance Speed (C)’ dimulai]
Satu detik.
Itu saja waktu yang dibutuhkan untuk mematikan efek artefak lewat interference.
Dan satu detik… sudah lebih dari cukup.
“Tahan!”
Seodam berteriak.
Dan Celeste, menurut insting, langsung mengangkat pedangnya.
Chaang!!
“…!”
Ia berhasil menghentikan pedang Aren.
Terkejut oleh hasilnya sendiri, Celeste membuka mata lebar-lebar dan mundur selangkah.
Kerumunan langsung bersorak, sementara Aren tampak kebingungan.
‘Apa-apaan? Guide Aim-ku kenapa?!’
Kemampuan asli Aren hanyalah B-Rank, dengan teknik pedang yang cukup baik.
Tanpa Guide Aim dan Enhance Speed, ia seharusnya masih bisa memukul Celeste.
Namun serangan itu berhasil diblokir hanya karena ia terlalu terbiasa bergantung pada artefak.
‘…Aneh. Pedangku terasa melambat.’
Celeste juga menyadari perubahan aneh pada Aren.
Namun Aren kembali menerjang tanpa memberi waktu berpikir, jadi ia hanya bisa mengangkat pedangnya lagi.
Bagus, seorang D-Rank berhasil menahan serangan S-Rank.
Namun semua orang, Aren dan para penonton menganggap itu cuma keberuntungan sesaat.
Tapi keberuntungan itu… berlanjut.
“Menghindar!”
Dan seolah keajaiban sedang turun, Celeste benar-benar menghindari tebasan Aren.
“Tahan!”
Chaang!!
Celeste kembali berhasil menahan pedangnya.
Teknik tak kasatmata itu… perlahan-lahan mulai ia pahami.
“A-apa…?”
“Dia beneran D-Rank?”
“Lihat deh. Setiap kali Master Constantini ngasih perintah, dia selalu berhasil ngerjainnya.”
Kalau dari awal Aren hanya mengandalkan kemampuan B-Rank miliknya, sebenarnya Celeste sudah pasti kalah telak.
Karena tingkat teknik pedangnya saat ini belum pada level yang bisa menaklukkan superhuman dua tingkat di atasnya.
Tapi di situlah letak kelemahan Aren.
‘Ada yang… ada yang salah!’
Kemampuannya B-Rank dan S-Rank buatan, terasa seperti terus bertukar tempat.
Kadang kekuatannya melemah, lalu tiba-tiba menguat lagi.
Kadang pedangnya melaju cepat, lalu mendadak melambat.
Dan teknik khasnya yang menggunakan Reduce Friction untuk bergerak pun tidak bekerja dengan benar.
‘Apa-apaan ini!!’
Ia mencoba mengaktifkan artefak-artefaknya, tapi semuanya gagal.
Pada momen itulah sebuah celah muncul.
“Kepala!”
Teriak Yoo Seodam.
Schwik!
Ujung pedang Celeste menggores pipi Aren.
‘Ugh…!’
Hanya sedikit, benar-benar tipis.
Tapi faktanya tetap saja: seorang D-Rank berhasil menggores wajah seorang S-Rank.
“Gila… aku nggak percaya.”
“Ini kenapa jadi begini?”
Terengah-engah, Celeste mundur setapak.
Serangannya meleset tipis dari sasaran.
‘Kalau aku fokus sedikit lagi, mungkin tadi kena tepat sasaran.’
Aren membelalakkan mata sambil mengusap pipinya.
‘Apa ini…’
Ia begitu terkejut sampai tidak bisa menyembunyikan ekspresinya.
Yoo Seodam pun sama terkejutnya tapi alasannya berbeda.
Bukan karena pedang Celeste luar biasa.
Melainkan… karena keuntungan Aren selama ini ternyata jauh lebih besar dari yang ia kira.
‘Ini… sangat menguntungkan sekali, ya.’
Hanya dalam satu detik ketika artefak-artefaknya nonaktif, Seodam bisa menilai kemampuan Aren berada sekitar B hingga A-Rank.
Namun kenyataannya, tidak penting berapa pun tingkatnya.
Karena Aren tidak sadar bahwa kemampuan aslinya jauh lebih rendah ketika artefak dimatikan.
Air Pocket, Reduce Friction, dan lainnya semuanya adalah magic yang luar biasa langka.
Air Pocket bisa mendorong tubuh dengan semburan udara pendek, dan Reduce Friction bisa mengurangi gesekan pada permukaan tertentu.
Tapi Aren menggunakan semua magic itu pada dirinya sendiri.
Menyemprotkan udara ke belakang untuk mendapat dorongan maju.
Mengurangi gesekan di bawah kakinya agar bisa meluncur cepat.
Itu bukan penggunaan standar.
Itu kreativitas.
Bahkan Seodam harus mengakui, Aren sangat jenius dalam memanfaatkan magic rendah.
Selama ini ia sendiri terlalu meremehkan magic-magic kecil.
Magic bukan hanya soal melempar bola api atau memanggil petir.
Magic tingkat rendah pun punya kemungkinan tak terbatas jika digunakan secara kreatif.
Menyulut pedang dengan api lalu menebasnya.
Menembakkan magic missile dengan tangan kiri sambil bertarung dengan pedang di tangan kanan.
Apa itu seorang mage?
Tidak.
Di mata Seodam, inilah mage sejati.
Seseorang yang memeras semua potensi magic yang ia miliki sampai titik terakhir.
Dan Aren, meski bukan pengguna magic murni, dia telah mengembangkan gaya magic swordsman dengan caranya sendiri.
Fakta itu membuat Seodam benar-benar bersemangat.
Ia seolah menemukan harta karun baru.
‘…Tapi terlepas dari itu. Aku harus menonaktifkan semua artefak peningkat tubuhnya.’
Dari jarak dekat ia bisa melihat lebih jelas.
Kondisi Aren sangat berbahaya.
Jujur saja, kerusakan di tubuhnya sudah sulit diperbaiki.
Jika ia memaksa mengaktifkan artefak lagi, bukan cuma cacat… ia bisa hidup seumur hidup sebagai “sayuran”.
‘Artefak siapa ini sebenarnya?’
Semua artefak yang Aren gunakan berasal dari jenis magic yang sama.
Itu berarti satu hal:
Semuanya dibuat oleh satu orang.
Tidak mungkin kebetulan Aren memakai tujuh artefak yang cocok sempurna untuknya.
Itu berarti hanya ada satu kesimpulan:
‘Ada mage lain selain aku… di dunia modern ini.’
Saat Yoo Seodam mulai cemas dengan kemungkinan itu, Aren yang sudah kehilangan kontrol menggertakkan giginya.
‘Sial! Kenapa jimat-jimat ini bermasalah semua?!’
Ia memutuskan membuang kebergantungannya pada jimat.
Tidak peduli lagi.
Dengan kekuatan fisik murninya, ia berniat memukul Celeste.
Namun tepat sebelum pedangnya menghantam
“Aku menyerah.”
“…Hah?”
Sosok Celeste yang menjulang di depannya tersenyum lebar sambil berkeringat deras.
Pedang Aren yang tadinya menuju kepalanya, berhenti.
“Senior, terima kasih atas bimbingannya.”
0 komentar:
Posting Komentar