Chapter 57

 “Maksudmu… aku diminta bergabung dengan guild-nya Tuan Yoo Seodam?”

Aku kembali bertemu Lee Dong-joon dan putrinya, Shin Hye-ji, pada akhir pekan. Kali ini, aku membawa kontrak dan menyerahkannya pada mereka.

“Ya. Itu akan sangat membantumu.”

“Kalau memang itu yang kamu inginkan, maka…”

Keputusan ini sebenarnya diambil sepihak, olehku dan Lee Dong-joon. Tapi yang terpenting dalam urusan ini bukan kami berdua.

Melainkan Shin Hye-ji.

“Ayah tahu… aku mendapat tawaran dari Velvet, pemerintah China, Lost Day, dan England nightclub.”

“Aku tahu. Tapi akan lebih baik bagimu jika masuk ke guild miliknya. Karena… kau tak perlu lagi menyembunyikan Mugong-mu.”

“…….!”

Ekspresi Shin Hye-ji berubah drastis saat mendengar itu.

Itu adalah sesuatu yang tak mungkin diberikan oleh guild mana pun padanya, sebuah lingkungan di mana ia bisa mengembangkan kekuatannya sepenuhnya.

Mugong harus disembunyikan.

Itulah yang selalu diajarkan ayahnya padanya.

Dan aku berniat menggoda hatinya lewat satu poin itu.

“Meski aku sendiri tak menggunakan Mugong, aku punya kekuatan yang mirip dengannya. Selain itu, dalam beberapa tahun ke depan aku berencana mendirikan Dojo, tempat aku mengajarkan kekuatanku pada orang lain. Nona Shin Hye-ji akan menjadi murid pertama, tidak, murid keduaku. Aku jamin, Mugong tidak akan menjadi masalah.”

“A-aku… aku mengerti.”

Sebenarnya, aku sudah memiliki murid superhuman berbakat bernama Celeste Costantini. Saat ini, Celeste sibuk berkeliling dunia, Prancis, Inggris, dan banyak negara lain. Di mana pun ia pergi, ia selalu menarik perhatian besar, meski peringkat kekuatannya belum diperbarui secara resmi.

Namun tetap saja, karena sejak awal ia sudah seorang superhuman, ketertarikan publik padaku tidak terlalu besar.

Tapi Shin Hye-ji berbeda.

Ia dulunya manusia biasa, tanpa kemampuan apa pun. Ia menjadi superhuman setelah mempelajari Tiga Belas Pedang Buddha Dharma.

Bayangkan efek promosi sebesar apa itu.

Keberadaan Shin Hye-ji akan menjadi aset luar biasa bagi masa depan guild-ku.

Lee Dong-joon-lah yang mengajarinya dan membesarkannya. Dan Shin Hye-ji menjadi terkenal setelah menunjukkan kemampuannya di akademi. Tapi nilai namanya hanya bisa kugunakan secara eksklusif.

“Untuk saat ini, aku baru mendaftarkan guild ke asosiasi. Nona Shin Hye-ji secara resmi akan menjadi anggota setelah lulus. Namun, jika kamu mendeklarasikan niat untuk bergabung di masa depan dan menandatangani kontrak ini, kamu bisa menggunakan seluruh kekuatanmu mulai sekarang.”

Kata ‘Mugong’ adalah rahasia yang hanya diketahui oleh dirinya dan ayahnya. Karena itu, selama ini ia selalu menahan diri.

Kini, ketika kesempatan untuk menggunakannya secara bebas terbuka lebar

pasti hatinya sedang bergejolak.

Ia bahkan tak membutuhkan dukungan dari guild mana pun. Orang-orang Murim memang seperti itu sejak awal. Dan meski ia bukan Murim sepenuhnya, apa bedanya jika ia juga mempelajari Mugong?

“B-baik! Aku setuju! Pertama-tama… tolong perlihatkan kontraknya.”

Begitu mendengar jawabannya, aku langsung menyerahkan kontrak itu.

Dalam proses pendirian guild ini, aku mendapat banyak bantuan dari Park Sung-ho, mantan wakil direktur Asosiasi Hunter Korea, serta Lee Joon-seok dari Guild Velvet.

Shin Hye-ji membaca kontrak dengan saksama, termasuk klausul kerahasiaan lalu sedikit mengernyit.

Di sampingnya, Lee Dong-joon bertanya dengan wajah kaku.

“Kau ingin aku terikat dengan guild-mu selama minimal tujuh tahun?”

Aku tahu dia tak akan menyukai syarat itu. Tapi aku sudah menyiapkan alasan sejak awal.

“Ya. Seperti yang kukatakan, guild-ku adalah guild khusus. Ini juga akan berfungsi sebagai lembaga untuk mengajari orang-orang biasa yang dianggap tak kompeten agar bisa menggunakan kekuatan milikku. Tentu saja, Hye-ji juga bisa mempelajari kemampuanku yang sederhana, sekaligus teknik hebat milik ayahnya.”

Kekuatanku jelas jauh di bawah Sutra Dharma. Tapi bukan kebohongan jika kukatakan aku akan mengajarkan bela diri sekaligus magic.

“Jadi… eh, kekuatan itu… namanya apa?”, 

Alih-alih menjawab, Yoo Seodam membuka telapak tangannya dan menggambar magic circle kecil di udara.

Tentu saja, Flower yang mengurus sisanya.

[Aku ingin segelas soju.]

Shin Hye-ji dan Lee Dong-joon sedikit terkejut ketika angin kecil mulai berkumpul di atas telapak tanganku.

“Ini adalah kekuatan yang mirip dengan Mugong.”

Shin Hye-ji yang memahami Mugong tapi belum pernah melihat magic menatap kosong angin yang menari di telapak tanganku.

Dan tanpa ragu… ia langsung menandatangani kontrak.

Aku tersenyum dan mengulurkan tangan.

“Aku menantikan kerja sama kita.”

Shin Hye-ji akan menjadi motor penggerak besar bagi pertumbuhan guild-ku di masa depan.

***

Seminggu setelah pertemuanku dengan Shin Hye-ji dan Lee Dong-joon

Aku menonton video yang dikirim oleh Akademi superhuman.

—Poong! Poong!!

—Astaga… apaan itu?!

—Dia bahkan mengalahkan wakil ketua kelas tiga, Elyteina…

—Katanya dia dilatih oleh Hunter Yoo Seodam. Emangnya boleh menyebarkan pedang seperti itu?

Shin Hye-ji sebenarnya sudah menjadi murid terbaik di antara seluruh siswa tahun pertama. Kemampuannya jelas tak tertandingi.

Namun banyak yang berkata ia masih kalah dibanding senior tahun kedua dan ketiga. Itu wajar, karena ia menyembunyikan sebagian besar Mugong-nya.

Tapi sekarang?

Tanpa batasan apa pun, ia bisa menghancurkan para seniornya tanpa ragu.

‘Dunia ini benar-benar tidak adil…’

Itulah yang dipikirkan Elyteina kelas tiga dan para senior lainnya saat menatap Shin Hye-ji.

Meski aku telah meminta Lee Dong-joon mengajariku, untuk saat ini yang bisa kupelajari darinya hanyalah langkah kaki dan teknik pernapasan.

Berbeda dengan Shin Hye-ji, yang memiliki Supreme One sebagai ayahnya.

Atau Elyteina, yang memang terlahir berbakat.

Mereka mampu bertarung dengan sangat terampil di usia semuda itu.

Arena duel yang rusak parah terekam jelas dalam video. Jejak magic api dan tebasan pedang terlihat di mana-mana.

Sejujurnya, sekuat apa pun aku sekarang, hal seperti itu mustahil bagiku.

Shin Hye-ji memang lebih kuat dariku.

Tapi lawannya, Elyteina… juga lebih kuat dariku.

‘Aku harus bekerja lebih keras selama dua tahun ke depan.’

Sebagai pendiri guild

bukankah aku seharusnya lebih kuat dari para instruktur di guild-ku sendiri?

‘Pertama-tama… aku perlu mempelajari aliran pedang lain.’

Gaya White Sword tak bisa diajarkan ke sembarang orang. Itu adalah aliran pedang yang kuciptakan sendiri.

Artinya, aku harus memperoleh keterampilan lain, entah Mugong atau ilmu pedang yang bisa diajarkan secara sistematis.

Untungnya, aku tak terlalu khawatir soal itu.

Sekarang setelah aku memiliki skill Inventory, bahkan jika aku tak bisa mencuri keterampilan langsung dari protagonis, aku masih bisa membawa berbagai item yang berhubungan dengan bela diri atau pedang.

Bzzztt! Bzzztt!!

Akhir-akhir ini, ponselku tak pernah berhenti bergetar.

Banyak pendekar pedang dan calon hunter menghubungiku. Itu wajar, selain Celeste, murid baruku Shin Hye-ji, murid terbaik akademi, kini menunjukkan kekuatan yang benar-benar luar biasa.

Dari sekian banyak orang yang ingin belajar dariku, aku hanya akan memilih mereka yang memiliki niat paling murni.

“Aku ingin beberapa item. Pedang panjang, belati, pedang ganda, apa saja. Tolong tunjukkan padaku dunia yang berhubungan dengan pedang.”

[Melakukan pencarian…]

[…Pencarian selesai]

[Menampilkan hasil]

#Did_you_die_again? #Do_it_again!

#Fantasy #Regressor #Grow #Sweet_potato #Cider

#InfiniteSword

#Fantasy #Regressor #Sweet_potato #Grow

#That’s_how_i_become_a_sword

#Mugong #Munchkin #Revenge #Noir

Daftarnya dipenuhi protagonis yang menggunakan pedang sebagai senjata utama.

Tak ada habisnya.

Mayoritas protagonis memang menggunakan pedang karena itu klise. Tentu ada juga yang memakai tombak, busur, palu, atau kapak, tapi jumlahnya jauh lebih sedikit.

“Banyak banget…”

Tentu saja, protagonis yang sekadar menggunakan pedang tak masuk dalam pilihanku.

Yang kubutuhkan adalah dunia di mana pedang itu sendiri menjadi pusat segalanya.

Akhirnya, aku memilih satu opsi.

#InfiniteSword

#Fantasy #Regressor #Sweet_potato #Grow

“Yang ini saja.”

[Nama protagonis: Adonen]

[Level: 51]

[Apakah anda ingin melihat plot?]

“Tampilkan.”

****

〈Plot〉

Adonen, seorang pria tanpa bakat, tanpa koneksi, dan tanpa guru.

Mimpinya hanyalah satu: menjadi yang terkuat di dunia, hanya dengan satu pedang.

“Kau melatih pedang selama sepuluh tahun? Aku bahkan belum setahun.”

“Apa?!”

Namun, ia bertemu dengan seorang ‘jenius’ sejati… dan mati.

“Apa ini…?”

Saat membuka mata, ia mendapati dirinya kembali ke hari kemarin.

***

“Hm…..”

Seperti dugaan, tidak banyak yang bisa diketahui hanya dari plot singkat ini. Tapi tetap saja, lebih baik daripada tidak tahu sama sekali.

“Pertama-tama, ini jelas genre regresi. Skill Protagonist Hunter bisa mendeteksi regresi, kan?”

〈Bisa.〉

“Oke. Kalau begitu, ayo berangkat. Level 51 harusnya masih bisa diatasi.”

[Memindahkan ke Benua Rostislav, dunia tempat Protagonis level 51, Adonen, berada.]

[10···9···8···]

[2···1···0]

**

[Perpindahan selesai.]

[Anda telah menjadi seorang pengembara di Benua Rostislav.]

[Perbedaan waktu saat ini: 3.1417]

[Tanggal saat ini: Kalender Kekaisaran, 18 Februari tahun 712, waktu 17:39]

“Hah? Orang ini serius? Kenapa sih cari ribut?!”

“Aku serius! Keluarkan pedangmu sekarang!”

“Lihat nih, sampah! berani-beraninya bacot!”

Aku mendapati diriku berdiri di tengah aula besar yang tampaknya merupakan ruang penerimaan sebuah penginapan bergaya abad pertengahan.

“Apa-apaan ini?”

Dua atau tiga orang Barat yang mengenakan perlengkapan kulit ringan mencabut pedang mereka tepat di depan mataku. Sepertinya mereka memang sudah berselisih sejak awal. Aku merasa lebih baik tidak ikut terseret, jadi aku mundur perlahan dan keluar dari sana.

Baru setelah menginjakkan kaki di jalanan, aku benar-benar menyadari “hukum” dunia ini.

“Apa? Kau minta diskon lagi?”

“Bajingan! Ikut aku keluar dan bertarung!”

Ini adalah dunia tempat yang kuat bertahan hidup. Tidak ada gunanya membedakan benar atau salah. Kalau seseorang tidak suka sesuatu, mereka bisa membuktikannya lewat duel. Dunia yang sempurna bagi orang kuat untuk hidup.

“Gila… dunia berdarah begini.”

Ditambah lagi, kadang ada bakat luar biasa yang bercampur di antara mereka, jadi orang-orang lebih memilih menghindari satu sama lain karena takut terseret masalah.

Pedang, dan lebih banyak pedang. Dunia di mana segalanya diselesaikan dengan pedang.

Mata uang mereka adalah pedang. Bangunannya berbentuk pedang. Bahkan ada pria yang memotong rambutnya menyerupai pedang.

Pilihanku terbukti benar. Di jalanan, ada banyak orang yang entah ingin menjual pedang atau mengajarkan ilmu pedang. Aku mengamati mereka satu per satu, seperti sedang berbelanja.

Lalu

“Wow, kenapa nggak coba sedikit lebih serius?”

[Protagonis: Adonen]

[Level: 51]

Aku menemukan sang protagonis.

Adonen. Dari luar, ia tampak seperti pria awal dua puluhan. Ia sedang berduel di tengah jalan, sementara orang-orang di sekitarnya mendecakkan lidah saat lewat.

“Sepertinya dia sengaja menutup jalan buat membunuh semua pendekar yang lewat.”

“Berani juga. Bunuh orang sembarangan padahal nanti ditangkap penjaga.”

“Dia perlu ketemu master sungguhan biar sadar diri.”

“Aku mau lewat, tapi jalannya ditutup dia, jadi…”

Kalau diperhatikan lebih dekat, seperti yang mereka katakan, Adonen sedang melakukan pembantaian. Seberapa kuat pun seseorang, membunuh tanpa pandang bulu jelas bukan hal yang benar. Lagipula, pasti ada pendekar di sekitar sini yang lebih kuat dari level 51. Dari mana datangnya rasa percaya diri sebesar itu?

Namun, pikiranku segera bergeser ke hal lain.

Ini kesempatan bagus.

Di dunia tempat yang kuat bertahan hidup seperti ini, bukan hal aneh kalau protagonis mati ditusuk orang acak.

‘Bahkan kalau aku membunuh protagonis sekarang, aku tetap bisa tinggal di dunia ini selama yang kuinginkan.’

Dan kupikir, membunuh protagonis yang tumbuh besar dengan memonopoli berkah dunia ini adalah keputusan yang tepat.

Memang agak mengkhawatirkan karena efek pasti dari skill regresinya belum jelas. Tapi sejauh yang aku tahu, genre ini biasanya membuat protagonis tumbuh cepat dengan memanfaatkan teknologi dan pengetahuan masa depan. Jadi, lebih baik membunuhnya sebelum dia tumbuh lebih kuat.

Aku mengeluarkan granat dari inventory dan melemparkannya ke arah Adonen. Adonen, yang sebelumnya menantang siapa pun yang ingin melewati jalan itu, baru menyadari adanya bola hitam yang menggelinding di dekat kakinya.

Beep! Beep! Beep!

“Apa ini?”

BOOOOOM!!

Granat itu meledak. Efeknya cukup besar, tubuhnya penuh luka. Tapi itu belum cukup untuk membunuhnya, jadi aku mencabut pistol dan mengayunkan pedang ke arahnya.

Taaang!

“Kuhuk! Bajingan! Siapa kau?! Ayo bertarung secara adil!”

'Adil pala lu. Orang yang nutup jalan dan mulai pembantaian mana pantas ngomong soal adil?'

Aku membelah pedang Adonen menjadi dua dengan Ether Blade-ku. Lalu, aku arahkan pistol ke celah yang tercipta. Setelah itu, aku kembali mengaktifkan Ether Blade dan menebas lehernya dengan bersih.

Aku menonaktifkan Ether Blade tepat saat kepala Adonen jatuh ke tanah. Protagonis level 51 ternyata bisa dibunuh semudah itu dengan serangan mendadak.

Ting!

[Tanggal saat ini: Kalender Kekaisaran, 18 Februari tahun 712, waktu 18:50]

[…..Garis dunia mulai terdistorsi.]

[Skill ‘Protagonist Hunter Lv.3’ aktif untuk mendeteksi perubahan garis dunia.]

[Protagonis Adonen mengaktifkan skill ‘Designated Return (URS)’ dan kembali ke 10 jam 37 menit yang lalu.]

[Tanggal saat ini: Kalender Kekaisaran, 18 Februari tahun 712, waktu 20:13]

TING!

[Tanggal saat ini: Kalender Kekaisaran, 18 Februari tahun 712, waktu 18:50]

[Kita telah berpindah ke Garis Dunia A73.]

“……Hm?”

Tiba-tiba, tubuh Adonen menghilang. Padahal jelas-jelas ada di sana beberapa saat lalu.

Ada yang salah.

Orang-orang di sekitarku berubah. Pria bersyal merah yang tadi ada di sana menghilang, digantikan seorang wanita. Dua pria pirang yang sebelumnya mengkritik Adonen kini berjalan berdampingan.

“Matiiiii!!!!”

Masih ada orang-orang yang berduel.

“Ah, sampah itu duel lagi,”

kata seorang pendekar sambil lewat.

“Seram~”

Seorang kakek tampak menjauh dengan wajah ketakutan.

Sepertinya tak seorang pun menyadari ‘perubahan’ ini.

‘Ini efek dari regresi?’

Yoo Seodam menatap kerumunan dengan kosong. Namun tiba-tiba, sebuah suara terdengar dari belakangnya.

“Aku sudah mencarimu seharian penuh… setelah aku mati.”

“……!”

Yoo Seodam buru-buru menoleh. Adonen, yang barusan kepalanya dipenggal oleh pedangnya, berdiri di sana.

“Tapi aneh. Kau tidak ada di sini barusan, tiba-tiba muncul begitu saja. Sebenarnya kau ini apa?”

Adonen meludah ke lantai.

[Protagonis Adonen mengaktifkan skill ‘Swordsmanship Robbing (SS)’.]

[Swordsmanship Robbing (SS): Menganalisis dan mengidentifikasi ilmu pedang orang yang membunuhnya, lalu menjadikannya milik sendiri.]

[Kemajuan: 2.79%]

Adonen tersenyum liar sambil menarik pedangnya.

“Jadi… kenapa nggak kau perlihatkan sedikit lagi ilmu pedangmu?”

0 komentar:

Posting Komentar

My Instagram