Itu adalah sebuah tempat tanpa suara.
Di sana, orang-orang melambaikan tangan mereka ke arah seseorang sambil berteriak, tanpa suara.
Di tangan setiap orang, tergenggam sebuah tongkat bercahaya.
Apa mereka marah?
Atau justru terlalu bersemangat?
Mereka terlihat gila akan sesuatu.
Karena wajah mereka memancarkan kebahagiaan… sekaligus kegilaan.
Namun ada satu kesamaan yang dimiliki semua orang di sana.
Mereka semua tergila-gila pada satu orang yang sama.
Seorang wanita cantik berambut ungu.
Setiap kali ia menggenggam mikrofon dan berteriak, semua orang langsung merespons.
Emosi mereka meledak.
Kegembiraan.
Sukacita.
Fanatisme.
Antusiasme.
Dan kemudian
Tatapan itu jatuh ke bayangan di ujung sana.
“Heok!”
Sang peramal, Yekaterina, menarik tangannya dari lukisan itu.
Flop!
Ia ambruk ke kursinya dan menghembuskan napas panjang.
Hari ini pun, sekali lagi, ia melihat bencana di masa depan.
‘Kali ini… di konser?’
Insiden itu akan terjadi di Korea, dalam waktu kurang dari seminggu.
Kemungkinan besar, bencana ini berkaitan dengan seorang wanita bernama ‘Hellony’.
‘Ini bencana yang masih bisa dicegah kalau pihak berwenang diperingatkan lebih dulu.’
Dengan pikiran itu, Yekaterina perlahan berdiri.
Ia berada di sebuah koridor putih.
Di sepanjang lorong itu, tergantung banyak lukisan.
Setiap lukisan menggambarkan kejadian nyata, masa lalu, masa kini, dan mungkin… masa depan.
Hanya dengan menyentuh lukisan itu, ia bisa melihat masa depan sejelas jika ia berada langsung di tempat kejadian.
Tempat ini adalah dunia di dalam mimpinya.
Lebih tepatnya sebuah galeri seni di dalam mimpinya.
Setiap kali peramal Yekaterina bermimpi, ia selalu datang ke museum seni misterius ini.
Dan ia dipaksa untuk melihat masa depan.
Bahkan saat ia menutup mata atau memalingkan kepala, lukisan-lukisan itu tetap memaksanya untuk melihat.
“Hah…”
Saat ia mencoba menenangkan napasnya, tiba-tiba kepalanya tersentak.
Ia mendengar suara dari suatu tempat.
Kung!! Kung!! Kung!!
Langkah kaki.
Ia yakin itu adalah suara langkah kaki seseorang.
Begitu mendengarnya, Yekaterina menelan ludah.
Ini adalah dunia mimpi miliknya.
Di dunia mimpi ini, di museum seni ini yang seharusnya hanya ada satu keberadaan…
…ada seseorang lain.
Apa itu?
Siapa dia?
Dari mana dia datang?
Ia tidak tahu.
Namun satu hal ia tahu pasti.
Ia tidak boleh tertangkap oleh ‘sesuatu’ itu.
‘Aku harus bangun.’
Sudah bertahun-tahun ia hidup berdampingan dengan makhluk aneh itu.
Ia sudah terbiasa.
Namun
Kung!! Kung!! Kung!!
Terbiasa bukan berarti ia tidak takut.
Di ujung lain koridor, sosok ‘sesuatu’ itu muncul.
Tubuhnya sangat besar, lebih dari tiga meter.
Tubuhnya hitam legam, seperti arang yang hangus, basah kuyup seolah baru keluar dari air.
Makhluk itu menoleh perlahan… dan menatap Yekaterina.
Swiik!
Kepala sebesar tubuh orang dewasa itu berputar.
Lalu
Kung! Kung!!
Kung Kung Kung!!
Kung Kung Kung Kung!!!
Makhluk misterius itu mulai berlari ke arah Yekaterina dengan kecepatan mengerikan.
‘Bangun… bangun… tolong… aku harus bangun!’
Hari itu pun, sekali lagi, Yekaterina terbangun dari mimpi buruknya sambil berteriak.
***
Akademi Superhuman Sejong.
Tempat berkumpulnya para siswa ultra-elite.
Akademi ini sering mengadakan kelas yang dibuka untuk pihak luar.
Namun bukan sembarang kelas, hanya kelas yang memungkinkan siswa mengerahkan kekuatan super mereka sepenuhnya.
Yaitu kelas Mock Battle dan Mock Dungeon Exploration.
Tujuannya jelas: menciptakan lingkungan agar para siswa bisa diincar oleh guild.
Dari luar, ini terlihat seperti situasi win-win.
Guild mendapatkan kesempatan merekrut talenta berbakat.
Sekolah merasa pringkatnya naik ketika murid-muridnya masuk ke guild besar.
Dan bagi para siswa, mereka punya lebih banyak peluang untuk dilirik.
Tentu saja, bagi siswa yang sudah lebih dulu dikontrak guild, ini mungkin tidak terasa istimewa.
Namun dari sudut pandang guild, ceritanya berbeda.
Ada semacam kebanggaan tersendiri bagi guild yang membantu siswa kontrakan mereka tampil lebih baik, baik di mock battle, eksplorasi dungeon, maupun perburuan monster.
Bagi Yoo Seodam, yang baru saja mendirikan guild, hal-hal semacam itu masih terasa asing.
Karena tujuan kedatangannya ke akademi ini… bukan itu.
Sebenarnya, biasanya bawahanlah yang datang ke tempat seperti ini.
Namun saat ini
Ia adalah satu-satunya anggota guild yang bisa bergerak bebas.
Shin Hye-ji, yang berjalan di sampingnya, berkata sambil tersenyum lebar.
“Kak tahu nggak? Teman-temanku iri banget sama aku.”
“Serius?”
“Iya. Awalnya mereka nganggep aku remeh karena gabung guild nggak jelas, bahkan belum punya nama. Tapi begitu mereka tahu itu guild-nya Hunter Yoo Seodam-nim, mereka langsung nanyain aku macam-macam.”
Jelas sekali suasana hatinya sedang bagus.
Ia terus tertawa sambil bercerita.
Sekali lagi, Yoo Seodam menyadari bahwa berbeda dengan ayahnya, Shin Hye-ji adalah anak yang sangat cerewet dan supel.
Saat Yoo Seodam melirik sekeliling, ia melihat cukup banyak siswa sedang bertemu dengan perwakilan guild.
Kebanggaan tampaknya menjadi faktor besar bagi para siswa, yang berlomba-lomba masuk guild terbaik.
Di antara semua perwakilan yang hadir, tentu saja anggota guild besar paling mencolok.
Namun Shin Hye-ji tampak cukup percaya diri dengan guild-nya sendiri.
Meski guild Yoo Seodam belum punya nama dan belum punya prestasi apa pun, hanya karena ‘kemampuan’ itu ada, eksistensinya sudah terasa kuat.
Tentu saja, Yoo Seodam tidak berniat memimpin guild hanya dengan mengandalkan kemampuan semacam itu.
“Nih. Hadiah.”
Ia menyerahkan sebuah pedang.
“Karena kamu tipe yang mengandalkan kecepatan, aku pilihkan ether blade yang cocok.”
“Hah? Wah, keren banget!”
Untuk saat ini, Yoo Seodam sudah bisa melakukan hal seperti ini.
“Huh… ini… ini bukannya ether blade kelas dua?”
“Benar. Aku meningkatkan daya sembur ether-nya dengan mekanisme folding blade. Pengaman ada di sini.”
“Ya ampun… aku nyentuh ether blade gaya Damascus…”
Bagi seorang siswa, bahkan menggunakan ether dispenser kelas tiga saja sudah sulit.
Biasanya mereka hanya diberi dispenser kelas empat yang murahan.
Bahkan bagi Yoo Seodam dulu, ether blade kelas dua hanyalah mimpi sesaat.
Namun sekarang
Itu sudah bukan masalah.
“Wah! Ini buatan Cage Industries.”
“Tentu saja.”
Cage Industries telah resmi mensponsori guild-nya.
Meski guild itu belum punya pencapaian apa pun, Cage Industries dengan berani mendukung Yoo Seodam dengan sepuluh ether blade kelas dua.
Karena anggota guild hanya tiga orang, membagikan satu ke masing-masing bukanlah masalah.
“Benar. Buatan Cage.”
“Ya Tuhan… ya Tuhan… ya Tuhan… keren banget.”
Meski tidak terlalu berharap soal dukungan peralatan, mulut Shin Hye-ji menganga lebar saat menerima perlengkapan setara guild besar.
Dari gerak-geriknya yang gelisah, jelas ia ingin memamerkannya pada teman-temannya.
“Gunakan pedang itu di latihan mock berikutnya.”
Jika Shin Hye-ji yang namanya sedang naik daun bertarung dengan pedang berlogo Cage, maka guild Yoo Seodam pasti akan ikut jadi pusat perhatian.
“Kalau begitu, gimana kalau kita makan siang sambil bahas latihan mock selanjutnya?”
“Iya!”
Dari luar, kelihatannya Yoo Seodam datang untuk mengincar talenta-talenta potensial.
Namun itu bukan alasan sebenarnya.
‘Jejak Cheonma dan Lee Dong-joon.’
Yoo Seodam teringat plot yang sistem tunjukkan padanya belum lama ini.
Plot itu memang tidak menjelaskan detail secara gamblang, tapi ia bisa menarik banyak kesimpulan dari satu fakta
Cheonma dikurung di tempat
‘di mana badai salju mengamuk 365 hari dalam setahun.’
Untuk saat ini, yang ingin ia ketahui adalah lokasi tempat Cheonma dikurung.
Ada banyak tempat di Bumi yang dingin sepanjang tahun, Kutub Selatan, Kutub Utara.
Namun bahkan di sana pun, salju tidak turun sepanjang 365 hari penuh.
Tidak.
Tak ada tempat di Bumi yang memiliki kondisi seperti itu.
Kecuali
Pegunungan Himalaya,
yang iklimnya berubah secara abnormal sejak Perang Besar 31 tahun lalu.
Dengan kata lain, Cheonma dikurung di suatu tempat di Pegunungan Himalaya.
Lalu, kenapa Lee Dong-joon mengurung Cheonma?
Kemungkinan besar karena Cheonma adalah heroine utama dalam cerita Lee Dong-joon. Keberadaannya terlalu penting, dia terlibat langsung dalam alur utama sang protagonis. Lee Dong-joon jelas menjaganya agar dia tidak mati.
Apalagi, inti Qi-nya telah dihancurkan. Dalam kondisi seperti itu, Cheonma sama sekali tak mungkin bertahan hidup sendirian di pegunungan bersalju. Lee Dong-joon mau tak mau harus sesekali mengunjunginya, membawa makanan dan kebutuhan lain demi mempertahankan hidupnya.
Artinya, mulai sekarang, yang Yoo Seodam butuhkan hanyalah lokasi pastinya dan seberapa sering Lee Dong-joon datang ke sana. Informasi semacam ini tak akan pernah bisa diketahui hanya dengan membaca plot.
Tentu saja, dia tak mungkin bertanya langsung pada Lee Dong-joon. Jadi, satu-satunya orang yang tersisa hanyalah Shin Hye-ji, orang yang paling dekat dengannya.
***
“Aku minta ayahku mengajariku tentang Sesookyung, tapi katanya itu nggak boleh diajarkan ke siapa pun di dunia ini. Berlebihan banget, nggak sih?” keluh Shin Hye-ji.
“Haha. Mungkin karena ayahmu khawatir,” jawab Yoo Seodam santai.
Saat mereka tiba di restoran, Yoo Seodam berusaha tetap berbincang normal dengannya.
“Oh iya, ngomong-ngomong… gimana ceritanya kamu bisa ngerti Mugong sedalam itu padahal kamu bukan DR?” tanya Shin Hye-ji.
Dimensional Returnees(DR) dilarang menggunakan Mugong, itu pengetahuan umum. Shin Hye-ji tahu hal itu. Tapi kemampuan Yoo Seodam mirip Mugong milik returnee, sekaligus berbeda. Karena itulah, dia merasa aman menunjukkan kekuatannya ke dunia.
“Aku nggak bisa bilang alasan pastinya,” jawab Yoo Seodam. “Anggap aja aku nemu secara kebetulan. Tapi dibanding ayahmu, pengetahuanku nggak ada apa-apanya. Makanya aku minta dia yang ngajarin.”
Tentu saja, bagi Dharma, Yoo Seodam tak sepenting Shin Hye-ji. Jadi teknik yang bisa dia pelajari paling-paling cuma teknik tingkat rendah.
Tiba-tiba
Yoo Seodam teringat cerita yang pernah dia dengar dari Geom-hee. Dia lalu bertanya,
“Ngomong-ngomong, kamu bisa ceritain nggak soal kehidupan ayahmu waktu dia tinggal di sana? Aku tertarik banget, tapi nggak bisa nanya langsung ke beliau.”
“Eh?” Shin Hye-ji memiringkan kepala. “Hmm…”
Dia berpikir sejenak, lalu menggeleng.
“Aku juga nggak tahu banyak. Aku pernah nanya, tapi dia kelihatan nggak suka. Jadi aku berhenti nanya.”
Tentu saja dia tidak tahu.
'Kalau aku jadi Dharma, aku juga nggak akan pernah cerita ke anakku.'
'Apa yang Dharma lakukan di Murim? Dia membantai semua orang.'
Yoo Seodam menahan senyum pahit saat mengingat kata-kata Geom-hee. Tak ada yang salah dengan Shin Hye-ji. Dia hanya tidak tahu apa-apa.
Dan Yoo Seodam tidak merasa kasihan sedikit pun.
Karena
Dia berencana menggunakan segala cara untuk membunuh Dharma.
***
“Kadang waktu aku telepon ayahmu, dia nggak angkat. Dia sibuk ya? Soalnya kadang aku masih punya pertanyaan soal ajaran beliau,” kata Yoo Seodam.
“Serius? Oh, kamu nelponnya pas waktu itu ya?”
“Waktu itu?”
“Iya.” Shin Hye-ji meneguk cola.
“Kayaknya dua hari tiap bulan? Dia pergi pas akhir pekan. Aku nggak tahu ke mana, tapi… oh! Dia sering pulang bawa oleh-oleh dari China. Mungkin dia kangen tempat lamanya.”
“Begitu ya.”
“Pasti tempat yang sangat penting buat dia. Soalnya dia nggak pernah sekalipun melewatkannya.”
Sebulan sekali. Dua hari untuk perjalanan pulang-pergi antara Himalaya dan Seoul.
China, ya? Sekarang aku yakin sepenuhnya. Dia memang dikurung di Himalaya.
Hanya Dharma tertinggi yang bisa bolak-balik Himalaya, Seoul dalam dua hari.
Kalau Yoo Seodam ingin mulai menyelamatkan Cheonma, dia harus menargetkan waktu ketika Dharma baru saja kembali dari Himalaya. Batas waktunya: satu bulan.
Saat ini, mustahil bagi Yoo Seodam untuk menyelamatkan Cheonma.
Dia butuh waktu untuk mempersiapkan banyak hal. Masih ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Tapi dia juga tak boleh terlambat, kalau terlalu lama, Cheonma akan sepenuhnya terpengaruh oleh Dharma, dan sesuatu yang tak bisa dikendalikan Yoo Seodam bisa terjadi.
Namun, ada banyak cara untuk membeli waktu.
'Bukankah kau bilang skill hunter protagonis bisa mengintervensi alur utama?'
<Ya.>
Sejauh apa pun jaraknya, dan selama apa pun durasinya?
<Itu mungkin.>
<Namun, ‘Presence’-mu dibutuhkan agar skill tersebut bisa aktif dengan sempurna.>
Itu bukan masalah.
Karena Yoo Seodam punya seseorang yang berbagi ‘Presence’ dengannya.
Spirit, sudah waktunya bekerja.
Sambil memikirkan seseorang yang masih terkurung di gunung bersalju, Yoo Seodam berbicara pada pot bunga.
***
Whuuuuuuuuushhhh—
Seol Jungyeon, wanita yang dulu dijuluki Cheonma, kini hampir tak memiliki apa-apa.
Dia menatap kosong badai salju di luar jendela. Pondok tempatnya berada terasa hangat berkat teknik khusus Dharma. Tapi begitu dia melangkah keluar, bahkan satu langkah saja, dia akan membeku sampai mati.
'Apa aku harus menyerah saja…?'
Dulu, ada masa ketika dia masih ingin hidup meski dalam keadaan sehancur ini. Dia ingin terus menjalani hidup yang kotor dan menyedihkan ini asal bisa menarik satu napas lagi.
Tapi sekarang, semuanya terasa sia-sia.
Sekte Cheonma Murim yang dia kenal… sudah tak ada lagi.
Tak seorang pun di Bumi tahu bahwa dia terkurung di sini.
Tiba-tiba, kata-kata Dharma terngiang di benaknya.
“Lepaskan nama Cheonma. Maka aku akan membawamu keluar dari sini sebagai Seol Jungyeon.”
Melepaskan nama Cheonma.
Itu berarti… hidupnya akan sepenuhnya menjadi milik Dharma.
Apa masih ada alasan untuk tidak melepaskan sekte Cheonma?
Apa gunanya terus terobsesi pada masa lalu yang sudah tak menyisakan apa pun, lalu menolak jalan berbunga di depan mata?
Jika dia melepaskan segalanya dan menjadi wanita Dharma… bukankah hidupnya akan lebih bahagia dibanding saat dia hidup sebagai Cheonma?
Pikiran-pikiran itu terus memenuhi kepalanya akhir-akhir ini. Dulu, kekhawatiran seperti itu bahkan tak terpikirkan olehnya.
Itu adalah bukti bahwa hatinya mulai goyah.
Tapi dia tidak menyadarinya.
Tidak, dia tak bisa menyadarinya.
'Kenapa aku berpikir seperti ini…?'
Tiba-tiba, hatinya menjadi tenang. Pikirannya mendingin. Dia akhirnya tersadar.
Flap. Flap.
Seekor kupu-kupu transparan masuk lewat jendela.
“Apa ini…?”
Cheonma secara refleks mengulurkan jarinya. Kupu-kupu kecil itu mendarat dengan hati-hati di telunjuknya.
[Skill ‘Flying Butterfly of the Silver Spirit Flower’ telah aktif.]
[Skill ‘Protagonist Hunter Lv.3’ berbenturan dengan Skill ‘Charm (SS)’]
[Skill karakter pendukung Seol Jungyeon, ‘Cheonma Absolute Mind (SS)’, menahan ‘Charm (SS)’]
Kupu-kupu itu adalah hadiah dari seseorang yang berada ribuan kilometer jauhnya di luar Himalaya.
Dari ujung jarinya, kupu-kupu itu mengepakkan sayap, terbang naik, lalu berubah menjadi cahaya yang berkumpul, menuliskan pesan putih di udara.
---Aku akan datang menjemputmu.
Cahaya kecil itu membawa harapan tipis bagi Cheonma yang nyaris saja melepaskan segalanya.
0 komentar:
Posting Komentar