Namun minotaur itu tidak melakukan hal-hal mengerikan yang sempat dibayangkan Dezra. Ia tidak menghancurkan tubuhnya dengan genggaman kuat, juga tidak membantingnya ke tanah. Sebaliknya, ia hanya melemparkan tubuh Dezra ke arah pintu masuk jalur menuju pusat labirin.
Screeech!
Dezra yang dicekam ketakutan sampai lupa cara melindungi tubuh saat jatuh. Setelah tubuhnya terguling keras di lantai, ia hanya tergeletak di tempat jatuhnya, merengek kesakitan. Seluruh tubuhnya terasa remuk setelah sempat melayang jauh di udara sebelum jatuh, dan rasanya seolah beberapa tulangnya patah.
“Karena kau sudah kalah, minggir saja,” ujar Eugene dingin.
“Sakit…!” Dezra merintih pilu.
“Ya jelas saja sakit,” Eugene menanggapi tanpa simpati.
“Kenapa dia cuma melempar? Kenapa nggak dibunuh sekalian?” tanya Ciel, wajahnya penuh kebingungan.
Bukan berarti Ciel ingin melihat adegan kejam seperti itu terjadi di depan matanya, tapi seberapa pun ia berpikir, tingkah minotaur barusan jelas bukan seperti monster sungguhan.
“Itu karena benda itu bukan monster asli,” jawab Eugene santai. “Nggak ada alasan buat bunuh kita. Begitu dia berhasil menangkap kita, itu sudah berarti kita kalah.”
Lagipula, para penyelenggara upacara ini juga tidak punya alasan untuk benar-benar membuat anak-anak kecil trauma seumur hidup.
Melihat semua itu, Cyan berdiri dengan senyum puas di wajahnya.
“Hmph. Daripada sok maju duluan, harusnya kau tahu diri. Apa kau benar-benar mengira bisa mengalahkan minotaur?”
Dezra hanya bisa menangis, tubuhnya menggeliat kesakitan sambil meringkuk. Cyan menyeringai dan berjalan melewati Dezra menuju pusat labirin.
“Bodoh sekali! Duduk saja di situ dan buka matamu lebar-lebar. Aku akan tunjukkan caranya. Sekaligus buktikan kalau darah keluarga utama jelas berbeda level dengan keturunan cabang rendahan sepertimu.”
Cyan merasa ucapannya barusan terdengar luar biasa, dan ia cukup bangga pada dirinya sendiri. Tentu saja, kata-kata itu bukan hanya untuk Dezra; ia juga sedang menyindir Eugene. Namun Eugene hanya tersenyum geli, seakan ada sesuatu lucu yang Cyan tak sadari.
‘…Bangsat. Emangnya dia pikir aku nggak bisa bunuh sapi berkepala manusia itu?’
Cyan menghunus pedang dengan gerakan pamer. Ia memusatkan konsentrasi, menyalurkan mana ke dalam pedangnya.
“…Sword light…!”
Dezra terkejut setengah mati. Bilah pedang Cyan kini diselimuti cahaya samar. Itu jelas Sword-light (cahaya pedang), sesuatu yang hanya bisa dimunculkan setelah mana dilatih ke tingkat tertentu. Dezra tahu persis betapa kuatnya itu. Cahaya itu pada dasarnya adalah bilah mana yang bisa memotong apa saja yang disentuhnya. Ia pernah melihat ayahnya menyelimuti tombaknya dengan cahaya serupa dan menembus bongkahan besi seolah seperti menembus tahu.
“Kalau kau berlatih keras setelah kembali dari Upacara, kau juga bisa memunculkan sword light,” kata ayahnya sebelum ia berangkat ke rumah utama.
Untuk menyalakan secercah Sword-light saja, seseorang harus melatih mana setidaknya sepuluh tahun. Tapi Cyan, yang hanya setahun lebih tua darinya, sudah bisa melakukannya sekarang. Hal itu membuat hati Dezra teriris.
“…Haha!” Cyan tertawa puas begitu berhasil.
Ia menikmati wajah terkejut Dezra. Sayangnya, dengan jumlah mana yang ia miliki, ia tak bisa mempertahankan Sword-light lama-lama. Tapi untuk menebas sapi berkepala manusia itu, ia yakin sudah cukup.
Dengan langkah percaya diri, Cyan maju mendekati minotaur.
“…Eh?”
Baru beberapa langkah, cahaya itu buyar begitu saja. Mana yang membentuk Sword-light tiba-tiba tercerai-berai. Cyan menatap pedangnya bingung, mencoba lagi, menyalurkan lebih banyak mana. Namun cahaya pedang terus hancur berhamburan di udara.
“A-apa-apaan ini?!”
Eugene menatap kebingungan Cyan dengan tatapan geli. Ia memang cukup terkejut Cyan sudah bisa memunculkan Sword-light, tapi fakta ini justru membuatnya semakin senang.
Di dinding gua tengah, samar terlihat Magic circle (lingkaran sihir) yang hampir pudar. Hanya yang benar-benar jeli bisa menyadarinya. Eugene langsung mengenalinya. Meski ada beberapa titik yang diubah, Magic core(inti sihir)nya masih sama.
Itu adalah Circle pemutus mana, magic yang pernah digunakan Sienna tiga ratus tahun lalu untuk menghadapi para Demon mage.
‘Siapa sangka mereka memasang magic circle begini di tengah labirin?’
Karena keturunan cabang tak pernah berlatih mana, circle itu hanya menargetkan anak-anak keluarga utama.
‘Ya, Gilead memang bilang akan menilai kualitas yang kami warisi, bukan sekadar konsentrasi darah.’
Dan benar saja, biasanya keturunan cabang tak mungkin menang melawan keturunan garis utama. Tapi bagaimana kalau anak-anak keluarga utama tidak bisa menggunakan mana?
Cyan mundur ragu. Minotaur hanya berdiri diam, mengawasi.
‘Apa-apaan ini? Kenapa Sword-light nggak aktif?! Mana-ku masih banyak….’
“Brother?” Ciel memanggil.
Tubuh Cyan tersentak. Apa dia bisa mengalahkan minotaur tanpa Sword-light? Tenggorokannya kering. Bahkan ia tak bisa lagi menyerap mana untuk memperkuat tubuh. Itu artinya ia tak bisa lama-lama mempertahankan kekuatan fisik ekstra.
Apa dia punya peluang?
“Kalau kau pikir bakal kalah, mundur saja. Jangan keras kepala sampai babak belur,” ejek Eugene sambil menyeringai.
Suara menjengkelkan itu! Cyan menggigit bibir. Ia tidak punya jalan mundur. Kalau ia menyerah sekarang…
“Haiyaaaah!” Dengan teriakan keras, Cyan menerjang minotaur.
Seperti sebelumnya, minotaur baru bergerak setelah Cyan menyerang. Meski tak bisa memunculkan Sword-light, gerakan Cyan jauh lebih cepat dibandingkan Dezra.
Minotaur mengayunkan tangan. Cyan dengan susah payah menghindar dan masuk ke jarak dekat. Dengan seluruh tenaga, ia menebaskan pedang.
Clang!
Pedangnya hanya meninggalkan goresan dangkal di kulit minotaur. Sambil menahan sakit di pergelangan tangannya akibat benturan, Cyan terus menebas tanpa henti.
Ia benar-benar putus asa. Menghindari serangan minotaur dengan susah payah, ia tetap mencoba menusuk dan menebas. Namun tak satu pun serangannya memberi luka berarti. Minotaur ini jauh lebih kuat daripada monster mana pun yang pernah ia hadapi.
‘Kaki… aku harus tebas kakinya!’
Napas Cyan sudah tersengal. Luka-luka dangkal saja belum cukup untuk menjatuhkan makhluk sebesar itu. Ia butuh serangan penentu. Tapi pikirannya tak sempat tersusun dengan baik.
'Hati-hati tangannya!'
Cyan menunduk cepat, lalu menusukkan pedang ke lutut minotaur.
Crack!
Sayangnya sudut serangannya meleset. Bilah pedangnya menghantam tempurung lutut keras, bukan persendian. Pedang itu pun retak dan pecah berkeping-keping.
“M-mustahil… katanya pedang ini nggak bisa patah…!” pikirnya getir, matanya berair karena putus asa.
Begitu pedangnya hancur, ia secara refleks menyalahkan Lovellian dalam hati, sama seperti yang Dezra lakukan.
Dan hasilnya juga sama: tangan besar minotaur meraih tubuhnya, lalu melemparkannya ke pintu masuk.
“Ughhh!”
Untungnya, Cyan masih sempat mengatur jatuhnya, jadi kerusakan tidak separah yang dialami Dezra. Tapi jarak lemparannya terlalu jauh dan tubuhnya sudah terlalu lelah. Ia tak bisa sepenuhnya menahan dampaknya. Menggeliat di tanah, ia merintih sambil memegangi punggungnya yang berdenyut sakit.
“Gaaah…!”
“Kau juga kalah,” Eugene mencibir sambil tertawa kecil.
Cyan tak bisa membalas, hanya menggigit bibir menahan malu.
“Aku nggak mau bertarung,” tiba-tiba Ciel berkata. “sword-light brother nggak aktif gara-gara itu, kan?”
Ia menunjuk Magic circle samar di dinding.
‘Ohh….’ Eugene bergumam dalam hati, kagum.
‘Mata anak ini lebih tajam dari saudara nya.’
“Mana aku tahu,” jawab Eugene sambil tersenyum dan berdiri.
Setelah melirik saudara nya yang masih meringis, Ciel menatap Eugene lagi.
“Kau bisa menang?” tanyanya.
“Aku akan coba,” sahut Eugene tenang, lalu berjalan menghadapi minotaur.
Meski ia bicara sederhana begitu, Eugene sama sekali tidak punya niat untuk kalah.
0 komentar:
Posting Komentar