Chapter 24.1: Pelatihan Mana (2)

 

Gion melanjutkan penjelasannya.

“Kitab pelatihan mana yang diwariskan ke cabang semuanya punya akar yang sama, yaitu Red Flame Formula yang lebih lemah.”

Selama tiga ratus tahun sejak garis cabang pertama terbentuk, Red Flame Formula itu terus dimodifikasi oleh masing-masing cabang. Versi yang diwariskan keluarga cabang paling tua sekarang bahkan hampir nggak mirip lagi sama bentuk aslinya.

Tapi, meski sudah dikembangkan ratusan tahun, versi modifikasi itu tetap nggak bisa menyaingi kekuatan White Flame Formula. Seluruh kebijaksanaan dan usaha keturunan garis cabang nggak ada apa-apanya dibanding satu orang: Great Vermouth.

Garis utama Lionheart paham betul soal ini. Karena itulah mereka nggak pernah mengubah White Flame Formula dari bentuk aslinya. Nggak ada alasan untuk mengutak-atik sesuatu yang dari awal memang sudah sempurna.

“Kamu akan belajar White Flame Formula,” kata Gion akhirnya.

Eugene, yang tadi bengong ngeliatin nyala api putih Gion, langsung mengangguk cepat. Nama itu memang baru di telinganya, tapi penampakan api putih itu terlalu familiar. Itu pemandangan yang dulu sering bikin dia frustasi di kehidupan sebelumnya.

Sampai akhir, Hamel nggak pernah bisa melampaui api putih itu.

‘...Haaaah.’ Eugene menarik napas panjang dalam hati.

Ada sisa kepahitan dari masa lalu, tapi nggak cukup buat meredam semangat yang sekarang membara dalam dirinya.

“...Tentu saja, kamu nggak bisa langsung belajar. Pertama-tama kamu harus bisa merasakan mana dulu...”

“Aku sudah bisa merasakannya,” potong Eugene tanpa sabar.

“...Hah?” Gion melotot.

“Aku bilang aku sudah bisa merasakan mana,” ulang Eugene mantap.

Gion terdiam, lalu mendadak ketawa keras. Pernyataan Eugene terlalu absurd.

“Itu cuma perasaanmu aja,” ujarnya menenangkan.

Wajar kalau Eugene salah paham. Kadang kalau terlalu fokus, memang suka muncul ilusi aneh.

“Itu bener,” Eugene ngeyel.

“...Hm…” Gion mengernyit, mikir gimana cara meyakinkan bocah ini.

Akhirnya, dia menggerakkan mananya. Sebuah gumpalan tipis mana tak kasat mata melayang di samping Eugene.

“Lihat, kamu belum...”

“Di sini.” Eugene nunjuk ke paha kirinya. “Mananya ngumpul di sini.”

“...” Gion langsung kaku.

Dia buru-buru ubah arah mana. Kali ini alirannya dia sebarkan tipis mengelilingi tubuh Eugene.

“Di sini, situ, ke atas, sekarang turun. Mau aku sebut terus sampai kapan?” Eugene ngikutin pergerakan mana dengan jarinya.

Setiap kali benar, rahang Gion makin turun. Sampai akhirnya dia mundur beberapa langkah sambil geleng-geleng keras.

“...Gila,” gumamnya kaget.

Biarpun mungkin Eugene punya lima indera yang lebih tajam dari orang biasa, tetap aja ini nggak masuk akal. Jadi Gion coba lagi: dia menjauhkan mana, nggak sampai menyentuh tubuh Eugene.

“Di sana,” Eugene langsung nunjuk arah tanpa ragu.

Gion rasanya mau pingsan. Mana mungkin ada anak umur tiga belas, belum pernah latih mana sama sekali, bisa langsung merasakannya begini?

“...” Mulutnya terbuka, tapi kata-kata nggak keluar.

Padahal mereka bahkan belum masuk tahap aliran mana langsung ke tubuh Eugene. Kalau butuh sepuluh hari pun Gion sudah bakal nyebut itu cepat. Tapi sekarang? Baru mulai aja Eugene udah bisa.

“...Hahaha,” akhirnya Gion sadar diri, mendekat lagi sambil geleng kepala. “Mungkin kedengarannya kurang ajar, tapi coba bayangin kalau saja kamu lahir dari garis utama.”

“Aku kan sudah diadopsi ke situ,” balas Eugene enteng.

“Diadopsi… benar juga. Itu sudah cukup bagus,” Gion tersenyum miring.

Dia lalu duduk di depan Eugene, menggenggam tangannya sampai terbentuk lingkaran.

“Kalau begitu, kita bisa langsung mulai. Fokus aja ke apa yang terjadi di dalam tubuhmu,” kata Gion serius.

“Baik, Tuan,” jawab Eugene patuh.

Gion mulai menyalurkan White Flame Formula. Eugene menutup mata, memusatkan perhatian. Segera, aliran mana masuk lewat genggaman tangan mereka lalu bercabang ke seluruh tubuhnya.

Tubuh Eugene belum pernah menerima mana sebelumnya. Tapi sekarang, dia menyerapnya dengan lancar, bahkan terlalu lancar sampai bikin Gion kaget lagi.

‘Dia jenius… tidak, ini…,’ Gion kehilangan kata-kata.

Dia menambah aliran mananya, lalu mulai mengajarkan cara “bernapas dengan mana.” Eugene dipandu buat menyadari mana yang ada di udara, menghirupnya, lalu mengalirkannya mengikuti pola White Flame Formula.

Eugene merasakan mana itu mengalir di dalam tubuhnya, membentuk pusat di jantung, lalu menyebar lewat pembuluh darah. Mana itu ikut mengalir bersama darah, tapi jalurnya nggak sepenuhnya sama dengan sirkulasi darah biasa.

‘...Monster,’ Gion menyelesaikan pikirannya.

Dia berhenti mengalirkan mana. Tapi sirkulasi dalam tubuh Eugene tetap berlanjut sendiri. Eugene bahkan sengaja memperlambat ritme agar tubuhnya bisa beradaptasi. Gion sampai merinding.

“...Jangan lupa tetap bernapas,” suara Gion gemetar. “Bayangkan kamu menghirup mana leyline di setiap tarikan napas. Iya, begitu… bawa mananya ke jalur White Flame Formula. Balik lagi, ke jantung.”

Eugene nggak bereaksi apa-apa di wajahnya, seluruh fokusnya dicurahkan ke arus mana. Setiap tarikan napas, dia menghirup lebih banyak, mengarahkannya ke jantung.

Gion sudah nggak menggenggam tangannya lagi. Dia berdiri, melongo, nggak bisa nutup mulut.

“...Ya… betul… sangat bagus,” katanya lirih, meski dalam hati sadar betapa konyolnya pujian itu.

Bagus? Kata itu terlalu kecil untuk menggambarkan apa yang barusan terjadi.

Setiap kali Eugene bernapas, aliran leyline ikut bergetar. Normalnya, tubuh pemula punya batas jelas untuk menyerap mana. Tapi Eugene? Dia sedang menghancurkan logika itu mentah-mentah.

‘Ini gila.’

Dan bukan cuma Gion yang takjub. Eugene sendiri juga terkejut dengan performa tubuh barunya ini. Dengan pengalaman masa lalu, merasakan mana memang mudah. Membentuk siklus napas juga gampang.

Tapi kemampuan tubuh ini menyerap mana? Jauh di luar dugaan.

‘...Tetap aja ada batas,’ Eugene akhirnya sadar.

Ada batas alami yang nggak bisa dilewati tubuh mudanya. Setelah cukup lama fokus, dia membuka mata dan menghela napas panjang. Keringat membasahi tubuhnya.

“...Hahaha,” Eugene tertawa puas.

0 komentar:

Posting Komentar

My Instagram