‘...Setidaknya keadaanku sekarang jauh lebih baik daripada kehidupan sebelumnya,’ pikir Eugene, berusaha menyingkirkan kenangan buruk.
Dia berhasil memulai mana lebih cepat dari kehidupannya dulu, dan sekarang bahkan sudah menguasai White Flame Formula milik Vermouth. Karena itu, nggak ada gunanya membandingkan ukuran intinya sekarang dengan inti pertama yang dulu dia bentuk.
Eugene menepis rasa murungnya, lalu fokus pada star di sekitar jantungnya. Dia mulai menggerakkan mana, mengalirkannya bersama darah tapi juga ke arah lain. Sambil menjaga aliran White Flame Formula, Eugene mulai menghangatkan tubuhnya. Tak lama, dia mengangguk puas.
‘Bagus,’ simpulnya.
Punya banyak mana di inti bukan berarti otomatis kuat. Yang penting itu cara memakainya. White Flame Formula pun menekankan prinsip ini. Bahkan dengan jumlah mana yang masih sedikit, gerakan tubuhnya sudah meningkat cukup terasa.
Eugene lalu mencoba menerapkan pengalaman dari kehidupan sebelumnya. Dia selalu punya insting bagus soal penggunaan mana, tahu persis gimana cara memaksimalkan tenaga.
Pow!
Tinju mengepalnya meledak menembus udara dengan dentuman. Padahal baru sekali memukul, otot dan tulangnya sudah terasa kesemutan. Walau Eugene rajin latihan fisik, dia belum terbiasa dengan efek penguatan tubuh dari mana.
‘Ya, ini harus dibiasakan pelan-pelan.’
Setelah beberapa kali menggerakkan badan, Eugene menyimpulkan dia belum bisa menciptakan sword-light. Mungkin kalau dipaksa, bisa saja keluar, tapi dia nggak mau nekat begitu sekarang.
‘Kalau intinya habis diperas, sehari istirahat pun nggak cukup buat pulih.’
Sama kayak tubuh bisa kena masalah serius kalau dipaksa kerja berlebihan, inti juga gitu. Kalau sampai terkuras habis, bebannya bisa balik ke tubuh.
“Tuan Eugene,” panggil Nina sambil datang mendekat.
Dia menurunkan baskom besar berisi air, lalu tanpa istirahat langsung mengelap tubuh Eugene dengan handuk kering. Eugene diam saja, membiarkannya bekerja sambil terus berpikir.
‘Mungkin aku bisa bikin kontrak sekarang,’ pikirnya ragu.
Di kehidupan sebelumnya, dia sudah ngalamin banyak hal, tapi nggak pernah bikin kontrak dengan spirit. Jadi Eugene nggak yakin apakah dengan mana sekecil ini dia bisa memanggil spirit.
“Mundur sedikit,” perintah Eugene.
“Baik,” Nina cepat-cepat bergeser ke belakang.
Eugene menarik napas dalam, lalu mencabut Wynnyd. Bilah perak kebiruan itu meluncur dari sarungnya dengan suara nyaring lembut. Bahu Nina bergetar, kaget melihat pemandangan itu. Setelah beberapa kali mengatur napas, Eugene mulai menarik mana dari intinya.
‘Ayo coba,’ pikirnya penuh antisipasi.
Dia nggak pernah belajar magic, apalagi spirit magic. Jadi dia nggak bisa nebak berapa banyak mana yang dibutuhkan. Jalan satu-satunya: coba langsung.
Mana dari intinya mengalir masuk ke Wynnyd. Star yang berputar di sekitar jantungnya mulai bersinar. Aneh, walau nggak bisa dilihat, Eugene bisa merasakannya di dalam tubuhnya.
Bilah Wynnyd bergetar. Magic sword itu rakus melahap semua mana yang diberikan Eugene. Keringat kembali bercucuran dari tubuhnya yang baru saja dilap. Bilah pedang memancarkan cahaya lembut, dan angin sepoi-sepoi mulai berputar di sekitar Eugene.
“...Aah…” Nina terperangah.
Angin itu makin kuat, menerbangkan rambut Eugene. Mulutnya kering karena tegang, tapi Eugene menggertakkan gigi dan terus menuangkan mana ke pedang.
Roooooar!
Tiupan lembut berubah jadi badai. Nina terlonjak kaget dan mundur lebih jauh.
Tapi yang paling terkejut justru Eugene sendiri. Apa-apaan ini? Anginnya sudah begitu kuat sampai dia susah membuka mata, tapi kekuatannya masih terus bertambah padahal Wynnyd nggak lagi menyerap mana.
Eugene merasa ada semacam “pintu” muncul di dalam tubuhnya. Pintu itu perlahan terbuka, dan makin lebar terbuka, angin makin menggila. Kini angin yang mengitari Eugene sudah jadi tornado.
[...Kau ini….]
Di tengah tornado itu, Eugene mendongak mencari sumber suara. Angin kencang seakan membawa suara yang bergema langsung di kepalanya.
[...Mungkinkah… kau Hamel?]
Jantung Eugene berdebar keras. “Itu… kau, Tempest?”
Tempest. King Spirit Storm yang pernah memberi perlindungan pada Storm Sword Wynnyd. Eugene pernah melihat Vermouth memanggilnya beberapa kali di masa lalu.
[Bagaimana mungkin…? Kamu bereinkarnasi?]
Eugene menjawab dalam hati, ‘Dasar tua bangka, kok bisa langsung tahu ini aku?’
[Sebagai sahabat Vermouth, mana mungkin aku lupa rupa jiwamu?]
Tiga ratus tahun sudah berlalu. Wajahnya memang berubah, tapi jiwanya tetap sama. Spirit bukan makhluk dari dunia material, jadi King Storm Tempest langsung mengenali jiwa Hamel.
[...Sepertinya kamu juga masih ingat aku.]
"Gimana caranya kamu bisa muncul? Aku kan nggak lagi coba manggil kamu,"tanya Eugene.
[Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku dengar panggilan Wynnyd. Aku penasaran siapa keturunan Vermouth yang terpilih jadi penggunanya. Tapi kemudian… aku merasakan jiwa yang familiar.]
Angin perlahan mereda, dan suara Tempest terdengar putus-putus seiring melemahnya badai.
[Bagaimana bisa? Ada orang yang bereinkarnasi dengan ingatan lamanya… apalagi sebagai keturunan Vermouth? Dan ternyata Hamel pula?]
'‘Kenapa Vermouth nggak bunuh sisa demon king itu?’' Eugene tiba-tiba bertanya.
Dia nggak tahu bagaimana bisa bereinkarnasi. Dia mati di kastil Demon king, lalu sadar-sadar sudah jadi bayi yang baru lahir.
'‘Jawab, Tempest. Bukannya kamu ikut mereka ke Devildom? Kenapa kedua demon king itu masih hidup setelah tiga ratus tahun?!’
[Aku nggak tahu kenapa Vermouth ambil keputusan itu,] jawab Tempest. [Yang kutahu… di pertempuran terakhir melawan Demon King of Incarceration… Vermouth menyarungkan pedangnya.]
‘'Apa?!'’ Eugene membelalak.
[Aku juga nggak tahu persis apa yang terjadi. Pertarungan itu sengit tapi sia-sia. Pada akhirnya, cuma Vermouth dan Demon King of Incarceration yang masih berdiri. Dan di saat terakhir, Vermouth menurunkan pedangnya. Dia menolak membunuh demon king itu. Dia juga nggak melanjutkan perjalanan ke kastil Demon King of Destruction…. Petualangan mereka berakhir di sana.]
'‘...Jangan bercanda sama aku,' Eugene menggeram.
Petualangan berakhir begitu saja? Cerita-cerita bilang Hero Vermouth dan teman-temannya sudah hampir membunuh Demon King of Incarceration, tapi dia berhasil kabur dan meminta bantuan Demon King of Destruction.
Saat kematian Hamel, Vermouth bersumpah akan membunuh semua Demon King. Eugene memang nggak dengar sumpah itu langsung, tapi semua dongeng rakyat bilang begitu.
Jadi rombongan itu menuju kastil Demon King of Incarceration. Tapi mereka gagal mengalahkan dua Raja Iblis yang bersatu, dan akhirnya hanya membuat sebuah “Sumpah” untuk membawa kedamaian dunia….
"Aku bilang jangan bercanda! Apa-apaan sumpah itu?! Kenapa harus bikin sumpah?! Kenapa? Vermouth menurunkan pedangnya? Daripada bunuh Demon King of Incarceration…?"
[Aku nggak tahu soal sumpah itu, ataupun alasan Vermouth mengambil keputusan itu.]
"Terus apa yang kamu tahu, bangsat?!"
[Hanya mereka yang ada di sana yang tahu. Begitu Vermouth menyarungkan pedangnya, aku nggak bisa ikut campur lagi.]
"Mereka yang ada di sana…? Bukannya kamu bilang cuma Vermouth dan Demon king itu yang masih berdiri? Berarti yang lain semua pingsan?! Mau suruh aku gali kuburan Vermouth dan nanya langsung ke dia?!"
[Waktunya habis….] Tempest menghela napas panjang. [Dengan manamu yang masih payah, seharusnya nggak mungkin bisa memanggilku…. Aku paksa membuka pintu ini, jadi sekarang harus kututup.]
"Jawab dulu sebelum pergi!"
[Aku sudah bilang aku nggak tahu. Aku sendiri ingin bertanya pada Vermouth kenapa dia lakukan itu….]
Suara Tempest makin lemah, makin putus-putus tertiup angin yang mulai menghilang.
[...Lain kali… kalau kamu sudah cukup kuat….]
Tubuh Eugene bergoyang. Dia menggenggam Wynnyd erat-erat, menahan diri agar nggak roboh.
[...Mari kita bertemu lagi… suatu saat..]
“Anjing,” Eugene akhirnya nggak bisa menahan diri lagi. “Ceritain semua sebelum lo cabut….”
Tapi angin pun lenyap total.
0 komentar:
Posting Komentar