Chapter 30.2: Magic Red Tower (1)

 

Ekspresi garang Lovellian langsung berubah. Wajahnya kembali jadi seperti pemuda ramah yang empat tahun lalu tersenyum sambil menyapa, “Halo anak-anak”, di Upacara Pewarisan Darah.

“Sudah lama sekali, Eugene,” Lovellian mengangguk sopan.

Walaupun senyumnya sama seperti dulu, nada suaranya terdengar berbeda. Itu karena kedudukan Eugene juga sudah berubah. Empat tahun lalu, Eugene hanyalah salah satu anak dari cabang keluarga biasa. Tapi sekarang, Eugene sudah jadi anak angkat dari garis utama Lionheart.

“Kamu sudah banyak berubah,” komentar Lovellian sambil tersenyum. “Haha, jujur aja, aku hampir nggak ngenalin kamu.”

“Master Lovellian sama sekali nggak berubah,” Eugene balik memuji.

“Haha, ya begitu lah. Ini cuma karena aku ngiket masa mudaku dengan magic. Lagian, bukankah lebih enak kelihatan muda daripada tua?”

Lovellian turun ke tanah sambil tersenyum lebar. Dari yang Eugene dengar, umur Lovellian sudah hampir seratus tahun. Tapi penampilannya nggak lebih dari pria dua puluhan.

‘Walau tetap terasa beda dari waktu aku lihat dia empat tahun lalu.’

Bahkan waktu itu, Eugene sempat merasa samar-samar ada aura mengancam dari Lovellian. Tapi karena saat itu dia belum melatih kepekaan mana, dia nggak bisa memastikan apa pun. Sekarang, setelah bertemu lagi, Eugene jadi yakin.

Lovellian itu kuat.

Dan memang sepantasnya begitu. Sebagai salah satu dari lima Master Tower di Aroth, minimal dia harus punya kekuatan selevel itu.

Tapi selain rasa kuat itu, Eugene nggak merasakan kesan lain. Kalau dia mengingat orang-orang kuat yang pernah ditemuinya di kehidupan sebelumnya, biasanya mereka meninggalkan kesan yang jauh lebih unik selain sekadar kekuatan.

‘Masih jauh banget kalau dibanding sama level Sienna,’ gumam Eugene dalam hati.

Lovellian juga menilai Eugene, ‘…Gila. Ini keterlaluan.’

Dia kaget dengan jumlah mana yang bisa dia rasakan dari Eugene.

Lovellian sendiri yang dulu menyarankan agar Eugene diangkat jadi anak. Saat Upacara Pewarisan Darah, dia sudah melihat potensi Eugene. Setelah kembali ke Aroth, dia terus menjaga hubungan dengan Gilead dan mendengar semua pencapaian Eugene.

Dia dengar Eugene bisa merasakan mana kurang dari sepuluh menit setelah masuk Leyline. Itu abnormal banget. Nggak cuma itu, Eugene juga punya afinitas mana monster, bisa langsung ngendaliin mana begitu merasakannya.

Setiap kali Lovellian dengar cerita itu, dia selalu merasa resah. Tentu saja, karena dia teringat Eward.

Akhirnya Lovellian berkata, “…Aku sudah dengar kabar dari Gilead. Jadi, kamu tertarik sama magic?”

“Iya, benar,” Eugene mengangguk.

“Magic itu bidang yang sangat menarik. Walaupun sesulit itu juga untuk dipelajari… tapi kalau kamu, Eugene, aku rasa kamu bisa berhasil.” Lovellian menggumam sambil menoleh ke arah pintu tower.

Dia merasakan ada keberadaan yang berdiri di balik pintu masuk lantai pertama. Orang itu cuma diam di sana, nggak berani buka pintu. Lovellian mendecakkan lidah, lalu melirik pintu itu.

Creeeak..!

Pintu pun terbuka, diikuti suara kaget. Itu berasal dari pemuda kurus yang tampak panik ketika pintu tiba-tiba terbuka.

Dialah Eward Lionheart.

Eugene sempat nggak langsung mengenalinya. Empat tahun adalah waktu yang panjang bagi anak-anak untuk berubah.

Eward memang lebih tinggi sekarang. Tapi tubuhnya nggak seimbang, kurus, dan lemah. Matanya kosong, nggak punya semangat hidup. Rambut abu-abu, simbol khas Lionheart terlihat kering dan mati, seperti rumput yang layu.

‘Dasar brengsek.’ Mata Eugene berkilat tajam penuh amarah. ‘Dengan tampang kayak gitu, dia jelas-jelas nunjukin kalau hidupnya rutin diisap succubus.’

Lovellian menegurnya, “Bukankah seharusnya kamu keluar menyambut saudara mu?”

“...Ehem,” Eward berdeham canggung lalu menatap Eugene. “…Aku nggak tahu harus bilang apa...”

“Senang bertemu dengan mu kak,” Eugene menekan suaranya, menatap tajam Eward. “Mulai sekarang, ayo kita akur.”

“B-baik,” Eward buru-buru mengangguk, menghindari tatapan Eugene. Lalu, dengan hati-hati agar tak memicu amarah Lovellian, dia mundur pelan-pelan.

“...Apa yang sebenarnya kamu lakukan? Kalau nggak ada kerjaan, naik ke atas sana dan setidaknya baca buku,” bentak Lovellian sambil mengalihkan pandangan.

Kalau bukan karena Eward adalah keturunan garis utama Lionheart, dan bukan karena permintaan sahabatnya Gilead… Lovellian sudah lama mengusir Eward dari tower nya. Bertahun-tahun ia gelisah di antara persahabatan dengan Gilead dan keinginannya menendang Eward keluar.

“...Baik, Master,” Eward pun pergi dengan bahu terkulai.

Lovellian menghela napas panjang, enggan lagi menatap sosok menyedihkan itu.

“...Ya ampun. Maafkan aku karena baru sampai, tapi langsung melihat hal memalukan barusan,” ujar Lovellian.

Eugene menjawab santai, “Tenang saja, nggak masalah.”

“Soal keributan tadi… ya, seperti yang Hera bilang, itu kejadian yang cukup umum di Magic Red Tower. Walaupun begitu, gangguan sebesar tadi memang jarang.” Lovellian tersenyum pahit, lalu melirik Hera sebelum menatap Eugene. “Aku juga dengar dari Gilead, katanya kamu nggak mau menerima pelajaran pribadi magic dariku….”

Eugene menjelaskan, “Aku hanya nggak mau merepotkan Anda, Kepala mage.”

“Itu nggak masalah. Tapi aku tetap berharap kamu bisa memenuhi ekspektasiku, Eugene,” kata Lovellian dengan tulus.

Dia menghargai penjelasan Eugene. Dari dulu, dia sudah sadar bocah ini punya kedewasaan lebih dari usianya.

‘Walau mungkin bukan kedewasaan, tapi lebih ke perhitungan…’ Lovellian bergumam dalam hati. Sulit menilainya. Dia belum terlalu mengenal Eugene, dan mereka juga jarang bersama. Tapi bagaimanapun, lebih baik terlalu berhati-hati daripada jadi orang bodoh yang serakah tanpa kemampuan.

“Aku nggak bisa janji bisa memenuhi ekspektasi Master,” Eugene melangkah mundur sedikit. “Mengayunkan pedang, menusuk dengan tombak, menebas dengan kapak. itu yang paling aku kuasai. Sejak kecil aku yakin punya bakat di sana. Tapi magic… aku nggak punya pengalaman sama sekali. Jadi aku nggak berani bilang aku berbakat.”

Perkataan itu semakin membuat Lovellian terkesan. Berbeda sekali dengan Eward, yang tak punya motivasi maupun usaha.

Eugene melanjutkan, “Selain itu, kalau aku belajar langsung dari Master Lovellian, banyak orang bakal memandang keluarga Lionheart dengan tidak senang. Jadi, untuk sekarang, aku ingin belajar magic sendiri dulu.”

“...Baiklah. Kalau begitu kita lakukan begitu saja,” Lovellian mengangguk dengan senyum hangat. “Kecuali kamu memintanya, Eugene, aku nggak akan ikut campur dalam belajarmu. Tapi karena memulai belajar magic dari nol itu sulit, kalau kamu butuh bantuan, jangan ragu untuk minta tolong kapan pun.”

“Iya, Master.”

“Sudah menyiapkan tempat tinggal?”

“Belum, aku belum cari.”

“Kalau begitu, tinggal saja di tower. Memang nggak semewah mansion keluarga utama, tapi cukup nyaman untuk ditinggali.”

“Boleh langsung pindah sekarang?”

“Kenapa nggak? Tentu saja boleh.”

Mendengar jawaban ceria Lovellian, Eugene pun tersenyum puas. Memang itu yang dia harapkan. Itulah sebabnya dia bahkan belum mencari tempat tinggal sebelumnya.

Eugene lalu bertanya, “Kalau begitu, bolehkah aku lihat perpustakaan dulu?”

0 komentar:

Posting Komentar

My Instagram