Chapter 22

 “Ahaha, dasar tolol semua. Bikin aku malu aja, sumpah.”

Saat berkemah dekat pintu masuk dungeon, Taylor tertawa terbahak ketika para reporter mewawancarainya.

Lost Day sudah menghabiskan banyak usaha untuk menginterpretasi dungeon, dan begitu mereka gagal, reaksi reporter langsung meledak.

Taylor tidak melewatkan kesempatan untuk berteriak, “bodoh, harusnya kalian lebih siap, tahu!?” kepada para reporter.

Sayangnya, sebagian besar kata-katanya ‘disensor’ oleh reporter.

Reporter yang biasanya dituduh suka berlebihan, sekarang malah mencoba mengecilkan pemberitaan mereka!

Bahkan Yoo Seodam hanya bisa terdiam.

Para tentara berusaha mengendalikan kekacauan dengan wartawan, tapi mereka terus berdatangan tanpa henti.

Di sisi lain, Lost Day tetap bungkam.

Tidak ada hal baik yang bisa keluar dari mulut mereka sekarang.

Taylor masih tertawa seenaknya, sampai akhirnya dia menoleh dan melihat Seodam dengan wajah serius.

Alisnya berkerut.

‘Bajingan, jangan bilang kamu masih punya perasaan sama Lost Day?’

Sejak Lost Day berdiri, Seodam tinggal di sana selama 12 tahun.

Awalnya, ada beberapa alasan kenapa ia bertahan, tapi belakangan…

‘Hell Gate itu alasannya.’

Hell Gate.

Lubang aneh yang tiba-tiba muncul di tengah Samudera Pasifik, sebuah tempat yang melawan semua logika.

Kenapa muncul, isinya apa, bahkan bagaimana bisa tetap stabil… tidak ada manusia yang tahu.

Tetap saja, para hunter terus menantangnya demi suatu hari bisa menaklukkannya.

Yoo Seodam adalah salah satu hunter itu.

Mengatakan “kebanyakan hunter mati di sana” sebenarnya terlalu meremehkan.

Tingkat kelangsungan hidupnya… 0,3%.

Sebagian besar dari mereka yang kembali hidup-hidup kehilangan kewarasan, atau kembali dengan kondisi tubuh yang tidak memungkinkan mereka hidup normal lagi, apalagi menjadi hunter.

Walau pengalaman tiap orang berbeda, ada satu hal yang sama:

‘Ketakutan absolut.’

Ada juga kasus terkenal: seorang hunter S-Rank yang selamat dari Hell Gate… tapi saat kembali ke masyarakat, dia ngompol hanya karena melihat monster F-Rank. Sejak itu, ia tidak pernah bisa menghadapi monster lagi.

‘Aku tidak tahu apa yang kamu lihat di sana…’

Taylor belum pernah masuk Hell Gate.

Jadi dia tidak tahu apa yang dialami Yoo Seodam.

Tapi dia tahu satu hal:

Yoo Seodam masih menyimpan sesuatu dari Hell Gate.

Dan itu masalahnya.

Beberapa tahun lalu, hukum internasional berubah: hanya hunter A-Rank ke atas yang boleh masuk Hell Gate.

Yoo Seodam masih punya perasaan tak selesai, tapi sebagai non-superhuman, dia tidak bisa masuk lagi.

Namun… dengan kekuatan Lost Day, itu tidak mustahil.

Taylor berpikir itulah salah satu alasan Seodam bertahan meski diperlakukan buruk. Dan mungkin itu juga alasan wajahnya sekarang terlihat seperti penuh emosi campur aduk.

“Hey. Jangan bilang kamu masih punya rasa sama guild itu?”

tanya Taylor, giginya terkatup seperti benar-benar marah.

“…Hah? Kamu ngomong apa sih. Aku cuma mikir gimana caranya ngancurin mereka sepuasnya karena aku masih kurang kuat.”

Seodam menatap Taylor seperti melihat makhluk aneh.

***

Lost Day tetap diam di hadapan media.

Alasannya sederhana:

Meskipun mereka gagal menginterpretasi dungeon, Yoo Haram berpikir kalau mereka berhasil menaklukkan dungeon secara meyakinkan, citra mereka akan pulih.

Tahu reporter akan menyerbu lokasi, Lost Day memilih untuk diam sampai waktunya tepat.

Sampai akhirnya laporan masuk.

“Kewenangan masuk dungeon menolak kelompok lain.”

“…Apa?”

A-Rank interpreter Lost Day, Han Yoojun, menjawab dengan wajah datar.

“Apa? Coba ulangi.”

Ia menatap seorang perwira, tidak percaya.

Perwira itu, dengan wajah serba salah, mengulanginya.

“Benar. Kewenangan masuk dungeon telah..”

“Tidak, aku tahu itu. Tapi kenapa?!?!”

Untuk dungeon yang pintunya tidak bisa dibuka, ‘hak masuk’ diberikan kepada orang yang pertama kali menemukan cara membukanya.

Untuk mencegah hunter masuk sembarangan dan mati sia-sia, hukum internasional menyatakan bahwa pemegang hak masuk punya kendali penuh atas siapa yang diperbolehkan masuk.

Artinya, kesempatan untuk kepentingan pribadi cukup besar.

“Alasannya apa? Apa yang dia bilang?”

“Iya. Pemegang hak masuk, hunter F-Rank, Yoo Seodam mengatakan kekuatannya sudah cukup…”

“Oy, bangsat!”

Tidak seperti guild lain dan serikat hunter yang hanya ingin tahu, Lost Day benar-benar marah.

Dungeon ini punya arti penting bagi mereka.

Puluhan miliar won yang mereka investasikan bukan sekadar untuk citra, tapi untuk mendapatkan pengetahuan tak dikenal yang ada di dalam dungeon itu.

Lost Day telah menginvestasikan jumlah yang tidak masuk akal untuk mengungkap pengetahuan khusus yang hanya diketahui segelintir manusia.

Yoo Haram menarik napas panjang.

‘Tidak apa. Dia cuma F-Rank. Walaupun dia masuk dengan si S-Rank gila itu… aku yakin mereka berdua tidak akan bisa apa-apa.’

Sebaliknya, kalau mereka gagal di dalam dungeon, media akan langsung berbalik menyerang Yoo Seodam yang sedang dipuji.

Dan perhatian publik akan menjauh dari Lost Day.

Ini… kesempatan emas.

Yoo Seodam sedang mengulang kesalahan yang sama seperti Lost Day sebelumnya!

‘Sejak kau mengacaukan kami, ini terus jadi masalah…’

‘Belum cukup apa?’

***

Melalui pintu besar itu, tampak ruang buram berwarna-warni.

Tempat itu benar-benar terasa asing.

Taylor Nine, memutar-mutar baseball bat-nya dengan ekspresi siap home run, membuka mulut.

“Hey, kau yakin cuma kita berdua cukup?”

Pertanyaan itu wajar, ini dungeon terdistorsi.

Alat ilmiah tidak bisa mengukur tingkatnya, jenis monster di dalamnya, atau fenomena apa yang terjadi.

Sebuah dunia yang tidak tunduk pada akal.

Bahkan Taylor pun agak khawatir.

Tapi aku tahu.

Dungeon ini yang tidak bisa diukur sains, dibuat dari mana. Dan sebagai dungeon terdistorsi, output-nya lemah.

Output-nya memang A-Rank… tapi sifatnya S-Rank.

Biasanya butuh tiga hunter S-Rank untuk menyerbu dungeon seperti ini.

Dan bukankah aku hanya memakai peralatan tingkat-2?

Untuk menyerbu dungeon B-Rank saja ini sudah terlalu nekat.

Tampaknya mustahil.

Namun, tidak masalah.

Aku yakin.

“Kalau kita gagal dan mati, aku bakal ngikutin kamu sampai akhirat buat nyumpahinmu.”

“Tenang. Aku tahu apa yang kulakukan.”

Berkat Client, aku tahu nama dungeon ini.

< Dunia ini adalah Istana magic Kekaisaran Julexa yang Telah Runtuh. >

Istana Magic.

Dari namanya sudah jelas ini dunia yang berkaitan dengan magic.

Tapi ada satu perbedaan mencolok: tingkat perkembangannya.

Sepanjang hari kemarin, saat aku memperbaiki magic circle, aku merasa ada yang aneh.

Ternyata magic di Kekaisaran Julexa jauh lebih primitif dibanding magic di Kekaisaran Vivienda.

Kalau dibandingkan, ini seperti teknologi akhir abad ke-20 versus pertengahan abad ke-21, selisih lebih dari 100 tahun.

Namun tidak seperti sains, magic bisa berkembang jauh lebih cepat bila mampu memahami magic yang inferior.

Walaupun pengetahuanku hanya setingkat siswa SMP–SMA di Akademi Vivienda, dan meski aku tidak bisa menggunakan magic, aku tetap bisa “melihatnya.”

…Sebagai profesor di Akademi Vivienda, aku memang belajar keras.

“Kalau bahaya, aku kasih sinyal alarm. Kalau situasinya buruk, guild ‘Lekaden’ dan ‘Glock’ sudah minta izin untuk menyelamatkan kita kalau perlu.”

“Apa? Kenapa mereka?”

“Bukan cuma kita yang benci Lost Day. Lagipula, kalau mereka menyelamatkan kita dan menyerbu dungeon, citra mereka naik. Tiga untung dalam satu langkah. Gila kan?”

“Eh… Serius? Ada hal kayak gitu?”

Aku tidak mungkin masuk dungeon tanpa rencana cadangan.

Aku sayang nyawa.

Dan ada sesuatu yang mengganggu pikiranku.

Ketika aku menoleh, beberapa anggota Lost Day sedang menatapku tajam dari kejauhan.

Wah, kalau tatapan bisa membunuh orang, aku sudah mati berkali-kali.

Mengabaikan tatapan itu, aku tertawa kecil.

“Ayo masuk.”

[Memasuki dungeon: Istana magic Kekaisaran Julexa yang Telah Runtuh.]

Tubuh kami seperti terseret ke suatu tempat.

Semuanya berubah dalam sekejap.

Rasanya mirip ketika menyeberang ke dunia lain untuk membunuh protagonis, tapi sedikit berbeda.

Tak lama, aku membuka mata.

Di bawah cahaya matahari terbenam yang indah, tampak istana magic raksasa, setengah hancur yang berdiri megah di hadapanku.

“Wow…”

[Caution! Epilog dunia ini telah berakhir.]

“Hah?”

Aku mengernyit melihat pesan itu.

Kalau epilog sudah selesai ya sudah selesai.

Terus… apa yang harus aku waspadai?

Saat aku bingung, Client membuka suara.

< Ketika sang protagonis menyelesaikan kisahnya, dunia mereka kehilangan makna. >

< Dengan kata lain, dunia tempatmu berada sekarang sedang berada dalam proses kehancuran. >

< Bukan peradabannya saja… tapi dunia itu sendiri. >

< Jika kau tidak keluar sebelum kehancuran total terjadi, keberadaanmu bisa lenyap. >

…Anjing.

Kenapa lo nggak bilang itu duluan!?

Aku sempat kaget, tapi akhirnya hanya bisa menghela napas panjang.

Mau dungeon ini runtuh atau tidak, pada dasarnya tidak ada yang berubah.

Tapi kata ‘epilog’ itu agak mengganggu kupingku.

“Ugh.”

Sambil menggeleng kecil, aku jongkok lalu mulai menggambar sesuatu di tanah dengan kapur.

Taylor memandangku dengan tatapan aneh, tapi aku mengabaikannya.

“Baik. Ayo kita masuk.”

Kami berjalan menuju pintu masuk istana magic itu.

Pintu masuknya sederhana.

Mirip dengan magic circle di pintu dungeon sebelumnya, begitu aku menambahkan beberapa garis tambahan, semuanya klik terbuka dengan mudah.

Interiornya langsung terlihat.

Dari kejauhan, kami mengintip menggunakan teleskop.

Di dalam sana, seekor makhluk berkaki dua,dibangun dari logam hitam,berjalan mondar-mandir.

Dari bagian mata helmnya, cahaya biru menyala redup dengan aura yang bikin bulu kuduk berdiri.

“Gila… itu golem?”

“Bukan. Itu guardian.”

Golem dan guardian(penjaga) memang mirip sekilas, tapi sebenarnya berbeda.

Golem adalah benda alami yang diberi jantung lalu ‘hidup’, jadi wujudnya bermacam-macam, api, air, tanah, dan sebagainya.

Singkatnya, mereka itu semacam roh.

Tapi guardian adalah makhluk buatan.

Lebih mirip robot… robot energi yang tersusun dari logam dan rangkaian magic.

Dan semua rangkaian itu terlihat jelas di mataku.

Saking jelasnya, rasanya seperti orang dewasa membaca buku cerita bergambar untuk balita, sederhana banget.

Satu kalimat yang cocok untuk mereka:

Mesin pembunuh.

Lalu bagaimana dengan bangunannya?

Arsitektur Vivienda memang dibantu magic, tapi mereka selalu menyembunyikan bagian magicnya sedalam mungkin.

Sementara tempat ini…

Circuit magicnya dipamerkan terang-terangan.

‘Seperti dugaan… struktur istana ini bisa kubaca jelas. Yah, percuma juga sih pada akhirnya.’

Saat aku sedang memikirkan itu..

Wiwiing!!

Tiba-tiba alarm menyambar telingaku.

Alarm yang hanya bisa kudengar.

Magic dasar: Boundary Alarm.

Di Vivienda, ini dianggap mainan anak kecil, nggak banyak gunanya, apalagi kalau seseorang bisa merasakan mana sedikit saja.

Tapi di sini?

Tidak ada yang bisa merasakan magic sama sekali.

Artinya… ada penyusup yang masuk ke dungeon ini.

Aku cekikikan.

Bahkan identitas mereka terlihat jelas dari posisiku.

Ada tiga orang.

Bisa dipastikan, tiga superhuman peringkat S yang diselundupkan Lost Day ke sini.

Mereka bukan orang yang menghormati hukum sejak awal.

Dengan uang ratusan miliar, aku memang sudah menduga mereka akan nekat.

Tetap saja, keberanian mereka benar-benar konyol.

Mereka benar-benar datang padahal risikonya gila-gilaan.

“Taylor, kita kedatangan tamu. Tapi kita tetap harus lanjutkan dungeon ini.”

“Ah, sial. Nyusahin banget.”

“Kamu diam di sini. Aku yang pergi.”

“Apa? Aku harus..”

Aku mengalihkan pandangan, menatap seluruh interior istana itu sekali lagi.

Struktur magicnya… terlalu rapi. Terlalu ‘sempurna’.

Ini baru kedua kalinya aku melihat magic sedetail ini.

Namun aku yakin sepenuhnya:

Magic tempat ini… tidak jauh berbeda dari magic yang kutahu sekarang.

Dan kalau sebuah bangunan dibangun menggunakan magic.. berarti seluruh tempat ini adalah lautan magic.

Aku tertawa pelan.

“Hahaha.”

Aku menyimpan kembali aether blade dan aether gun.

Untuk beberapa waktu ke depan, aku tidak akan butuh keduanya.

Mulai dari titik ini..

Bukan Yoo Seodam sang hunter

Tapi Yoo Seodam sang mage.

0 komentar:

Posting Komentar

My Instagram