Sebagian besar monster punya lapisan aether di tubuhnya, tapi nggak semuanya begitu.
Sama halnya dengan para superhuman yang punya “tubuh kuat” setelah kebangkitannya.
Cara paling umum dan sederhana untuk memanfaatkan aether adalah dengan memperkuat tubuh, Strengthen Body.
Kulit mereka juga punya lapisan tipis aether yang menyerap energi dan mengubahnya jadi kekuatan yang bisa digunakan.
Sejak awal, kekuatan superhuman itu mirip banget dengan monster, sampai-sampai banyak orang bilang kalau kekuatan super itu sebenarnya cuma versi jinak dari kekuatan monster.
Dengan kata lain, makhluk di depanku ini memang manusia, tapi aku harus menganggapnya monster.
Keracunan Mana.
Fenomena ini kadang terjadi pada superhuman.
Mereka yang kehilangan kendali atas kekuatannya sendiri.
Ada beberapa kondisi sebelum seseorang benar-benar mengalami kelebihan mana. Tapi begitu mereka masuk ke fase keracunan, kesadaran mereka hilang, dan kekuatan mereka jadi luar biasa besar, sampai nggak mungkin ditaklukkan lagi.
Biasanya, satu-satunya cara… ya cuma bisa ditembak mati.
Klik!
Aku melirik lima granat di tanganku, hasil sitaan dari Kim Jitae.
Kebanyakan superhuman percaya diri dengan kekuatannya, jadi jarang bawa perlengkapan macam begini.
Dudududu!
Aku lempar granat satu per satu, lalu menembakkan pistolku dengan santai.
BANG!!
“Kuugh…!”
Granat yang meledak di bawah pergelangan kakinya berhasil merobek perlindungan aether di bagian bawah tubuhnya.
Tanpa membuang waktu, aku langsung menerjang dengan blade aether di tangan.
BOOM!!
“…Hup!”
Tapi monster itu cepat pulih dari ledakan dan mengayunkan tinjunya ke arahku, udara seolah robek disertai suara menggelegar seperti meriam!
Aku sudah memperkirakan gerakannya, jadi aku meluncur ke samping sambil menebas tumitnya dengan pedangku.
“Graaawr!!”
Aku nggak boleh meleset sedikit pun.
Sebagai hunter rendahan F-Rank, aku nggak punya kesempatan untuk salah.
Begitu masuk ke jarak serangnya, aku langsung berguling ke samping, detik berikutnya, kaki besar monster itu menghantam tanah.
Crack…!
Lantai retak seperti jaring laba-laba, menciptakan kawah selebar lima meter.
Aku memanfaatkan gelombang kejut itu untuk menembak wajahnya dengan pistol, lalu melompat menjauh.
Monster itu refleks menutupi wajahnya, naluri manusia yang masih tersisa di dalam dirinya.
‘Sekarang!’
Bang, Bang, Bang!
Tiga peluru berturut-turut aku tembakkan.
Monster itu membalas dengan menghantam lantai, seolah menolak membiarkan aku menyerang lagi.
Tapi…
“…!”
Gerakannya terasa terlalu jelas di mataku.
Pernah nggak aku mengalami hal ini sebelumnya?
Dulu, aku selalu menghindar, selalu pasif, cuma bisa menunggu celah sambil waspada mati-matian.
Dulu aku cuma bisa menyerang diam-diam pakai peralatan murahan.
Tapi sekarang… aku bisa melihat semuanya.
‘Ini… begini rasanya jadi hunter sejati?’
Percaya pada kekuatanku sendiri, bukan takut pada kelemahanku.
Boom, Boom, Boom!
Tinju besar monster itu menghujani udara sampai aku nggak bisa lagi melihat wujudnya di atas.
Tapi kebanyakan pukulannya malah meleset.
Sebelumnya, itu hal yang mustahil, menangkis pukulan makhluk sebesar itu dengan menyerap momentumnya.
Tapi sekarang, aku bisa.
Setiap pukulan berhasil kuarahkan ke samping dengan blade aether.
Atau cuma menyentuh sedikit ujung tubuhku, meleset sejengkal.
Kalau serangannya terlalu cepat, aku tembak tinjunya pakai pistol. cukup buat mengubah arah pukulannya.
Walau pistol aether memang lemah buat menembus lapisan pelindung monster, kekuatannya tetap destruktif.
Aku memakainya secara defensif , kalau waktu dan titiknya tepat, efeknya pasti bikin monster itu goyah.
Dan saat itu datang…
“Kugh!!”
Ketika aku menebas lehernya, monster itu terkejut mundur.
Tapi sebelum sempat menyeimbangkan diri, sebuah granat sudah menggelinding ke kakinya.
BA-BOOM!!
Tubuhnya limbung.
Aku sudah siap dengan blade aether yang berkilat di tanganku.
Manusia… seharusnya bisa bergerak secepat apa sih?
Pedang macam apa yang sebenarnya kami gunakan?
Bukankah selama ini kami cuma menebas membabi buta dengan kekuatan mentah?
Semua teknik pedang yang kulihat di dunia ini terasa tidak efisien, penuh gerakan sia-sia.
Tapi sekarang, semuanya terurai jelas di kepalaku, seolah ribuan tahun pengetahuan menuntunku.
White Swordsmanship itu…
Pedang para protagonis.
[Skill: White Swordsmanship (S) – Aktif]
[Bentuk pertama: Apathetic Introspection]
Bunga bermekaran.
Badai salju berputar.
Sebuah tarian pedang yang indah sekaligus mematikan mengalir dari ujung jariku.
Aku tahu batas tubuhku.
Bakat Swordsmanship A+ membuat gerakanku efisien, dan White Swordsmanship menuntunku untuk tumbuh lebih jauh.
Tubuhku menari seperti air terjun, menukik seperti topan.
“GRRAAWR!!”
Monster itu kembali mengamuk. Aku lempar satu granat lagi.
Jujur aja, buatku susah banget mendekat ke arahnya.
“…Kuh!”
BOOM!
Monster itu sadar kalau benda di tanganku berbahaya , makanya berusaha menghindar, tapi sia-sia.
Granat yang mantul di udara seperti bola basket itu terbang balik ke arah kepalanya, lalu meledak tepat di wajahnya.
Aku nggak boleh buang kesempatan. Meski posisiku buruk, aku tetap mundur sedikit, bersiap untuk langkah terakhir.
Granat terakhir kupegang erat.
Pin-nya kutarik.
Aku harus melemparnya.
Klik!
Tapi granat itu malah terlepas dari tanganku dan jatuh pelan ke tanah.
“…!!”
Meski kehilangan akal sehat, setiap monster masih punya naluri bertahan hidup.
Ia menyadari “kesalahanku” dan langsung menyerbu, berniat menghantamku bersamaan dengan ledakan.
Tapi..
Itu memang sengaja.
Aku memanfaatkan momen itu, melirik granat di tanah seolah bola golf, lalu menendangnya pakai sisi pedangku ke arah mulut monster.
Selanjutnya, aku tembak bawah dagunya, seperti pukulan uppercut dengan peluru.
“Kuh!!”
Begitu mulutnya tertutup, aku kumpulkan mana ke lenganku dan menancapkan blade aether tepat ke bawah dagunya.
Dan—
BA-BA-BOOM!!
Suara ledakan bergema dari dalam tubuh monster itu.
Tubuh raksasa itu goyah… lalu tumbang perlahan ke tanah.
BOOM…!
“Haaah…”
Aku menyeka keringat di wajah dan tertawa kecil melihat monster itu akhirnya jatuh.
***
BOOM…!
Bibir Kim Jitae bergetar saat melihat monster yang tadinya bisa menghancurkannya kini rebah tak berdaya.
“Ya Tuhan…”
Di depan matanya, punggung Yoo Seodam berdiri tegak , tinggi, gagah, dan tak bisa dipercaya.
Seorang manusia tanpa perlengkapan apapun… bisa menaklukkan monster sekelas itu sendirian?
Padahal, biasanya dibutuhkan minimal tiga orang dengan perlengkapan penuh untuk mengalahkan monster selevel itu.
Tapi pria itu… melakukannya sendirian.
Dengan kata lain, pikir Kim Jitae,
“Nggak peduli seberapa mahal pun peralatannya, aku nggak akan bisa ngalahin monster peringkat C sendirian.”
Itu udah jadi hal yang wajar bagi sebagian besar hunter.
Namun. kadang, sangat jarang ada makhluk yang melampaui semua logika itu.
Di tengah Samudra Pasifik, ada sebuah gate misterius yang dikenal sebagai ‘Hell Gate’, pintu menuju dunia lain.
Beberapa hunter berani masuk ke sana… dan hanya segelintir yang berhasil keluar hidup-hidup.
Para veteran yang pernah menjelajahi tempat itu di mana logika dan hukum alam nggak berlaku, bukan cuma bisa melawan monster selevel mereka, tapi juga bisa memburu makhluk yang jauh lebih kuat seorang diri.
Tapi tetap saja…
Bukankah ini terlalu gila?
Monster yang barusan dikalahkan itu punya kekuatan setara A-Rank, dan yang menumbangkannya cuma seorang hunter F-Rank dengan pistol murahan dan blade aether?
Kim Jitae sendiri udah kalah dalam hitungan detik saat mencoba menahannya.
Satu pukulan aja bisa membunuhnya.
Tapi Yoo Seodam? Dia bertarung tanpa pelindung, tanpa baju perang, dan tetap menang.
***
“Unit bantuan darurat sudah tiba!”
[Buzz!] ‘Grup 7, laporkan situasi!’
“Itu…”
Kim Jitae menoleh ke arah suara di belakang.
Tiga hunter A-Rank dengan seragam cokelat keabu-abuan muncul. berkeringat, wajah tegang.
Mereka adalah prajurit dari Capital Defense Headquarters, spesialis hunter monster: Grup 7 Unit Bantuan Darurat Seoul.
Baru saja mendarat dengan helikopter, mereka langsung bingung melihat bahwa… semuanya sudah beres.
“Apa yang terjadi di sini?”
Yang Sunyoung, pemimpin Grup 7 menatap ke arah mereka dengan dahi berkerut.
Yoo Seodam yang datang lebih dulu menjawab mewakili Kim Jitae.
“aku cuma hunter yang kebetulan lewat. Tiba-tiba aja muncul kekacauan, jadi ya… aku beresin aja.”
Sunyoung mengembuskan napas lega mendengarnya.
Monster antara peringkat B dan A mengamuk di sekitar Stasiun Konkuk, sementara tim tanggap darurat cuma punya lima D-Rank dan satu C-Rank.
Mereka sudah bersiap menemukan situasi bencana besar, tapi ternyata, semuanya udah diselesaikan oleh "hunter veteran” yang kebetulan lewat.
“Syukurlah ada hunter profesional di sini. aku akan laporkan prestasi Anda ke atasan. Bisa tunjukkan ID-nya?”
“Tentu.”
Seodam memang berniat menunjukkannya, dia juga nggak mau kerja gratis.
Begitu melihat ID-nya, ketiga A-Rank itu langsung menahan napas.
“F-Rank… B-beneran?”
“Ya.”
“…Dan kau mengalahkan monster itu sendirian?”
Nggak mungkin.
Dia satu-satunya yang masih berdiri di sini, tapi pasti ada hunter lain yang membantunya, kan?
Sunyoung sempat berpikir begitu.
Soalnya Seodam cuma pakai hoodie hitam dan celana training, bersenjata pistol sama blade aether.
Bahkan A-Rank pun nggak bisa menghadapi monster A-Rank tanpa peralatan lengkap.
Tapi
“Iya. Si brengsek itu ngacau, jadi aku beresin sendiri. Kalau ada bayaran, kasih semua ke aku.”
“Ho…”
Sunyoung terpaku. Ia kembali memeriksa ID itu.
F-Rank… #15?!
Ya Tuhan.
Itu bukan F-Rank biasa.
Hunter veteran yang bertahan hidup 15 tahun di medan tempur itu langka banget.
Bahkan superhuman dengan kekuatan istimewa sering pensiun karena luka berat atau stres mental.
Tapi orang ini F-Rank, masih bertahan di tahun ke-15-nya.
‘Nggak mungkin seseorang bisa kayak gini cuma karena pengalaman lima belas tahun…’
Ia mencatat informasi Yoo Seodam untuk dilaporkan ke markas.
Mereka pasti ingin menghubunginya lagi nanti untuk penghargaan.
“Hunter Kim Jitae, kalau begitu, aether crystal-nya bisa diserahkan seluruhnya ke hunter Yoo Seodam ya?”
“Ah, itu…”
Kim Jitae kelihatan gugup. Tapi Seodam langsung menimpali.
“Nggak ada aether crystal-nya.”
“Apa…?”
Sunyoung menatap tak percaya.
Padahal aether crystal, yang diambil dari jantung monster, menyumbang setengah dari penghasilan hunter.
Semua monster pasti punya kristal itu, jadi ucapannya terdengar mustahil.
“Itu bukan monster,” kata Seodam pelan. “Tapi… manusia yang bermutasi.”
“Apa?! Mustahil!”
Di dunia sekarang, di mana kekuatan super udah umum, bahkan anak-anak bisa punya bakat dan belajar di Akademi Superpower.
Dengan meningkatnya pendidikan soal kontrol mana, kasus keracunan mana makin jarang.
Sampai-sampai ada hunter muda yang bahkan belum pernah dengar istilah keracunan mana.
“Kalau nggak percaya… hei, Kim Jitae.”
“Ya!”
“Turun ke bawah tanah, bawa lima anak buahmu.”
“T-tapi itu…”
Kim Jitae mulai berkeringat, kehilangan kata-kata.
Sunyoung langsung sadar, ada yang janggal.
Kalau memang mereka semua mati, setidaknya satu orang pasti bisa diperiksa darahnya.
Kalau ditemukan keracunan mana, berarti Seodam benar.
‘Tapi kenapa dia kelihatan kayak mau nutupin ini?’
Memang memalukan kalau anggota guild sampai kena keracunan mana, tapi sikap Kim Jitae terlalu aneh.
Saat Sunyoung hendak bertanya lebih lanjut, tapi beberapa pria bersetelan jas dan peneliti berjas putih datang.
“Kami yang akan memeriksa jenazahnya, lalu mengembalikannya ke keluarga mereka. Tenang saja, kalian bisa istirahat.”
“Ah… ya, terserah.”
Seodam mengangguk, tapi matanya langsung menatap lambang di seragam mereka.
Keningnya berkerut.
‘Kinetic Pharmaceutical Company?’
Nama yang familiar.
Dari yang ia ingat, perusahaan itu sudah lama bubar tapi kenapa muncul lagi di sini?
Dia memperhatikan mereka yang sedang buru-buru mengangkut mayat, lalu bertanya pada Kim Jitae,
“Hei, mereka ini yang ngurus pembersihan Lost Day, ya?”
Kim Jitae berkeringat, lalu mengangguk cepat.
“Iya, mereka ngurus kesehatan hunter dan juga pembersihan tubuh monster setelah perburuan.”
“Aneh… Begitu aku keluar dari guild, mereka langsung kerja sama.”
Seodam mendengus.
Dia memang punya firasat buruk terhadap Kinetic Pharmaceutical.
Begitu dia didepak dari guild, Lost Day langsung mengakuisisi perusahaan itu seolah udah nunggu momen itu dari awal.
Ada bau busuk di baliknya, tapi untuk sekarang dia nggak bisa berbuat banyak.
Sebagai F-Rank, apa sih yang bisa dia lakukan?
Melihat Yang Sunyoung yang masih menatapnya dengan mata berkilat kagum, ia bertanya,
“Ngomong-ngomong, aku boleh pergi sekarang?"
“Y-ya? Tentu saja. Kami sudah catat data Anda, jadi pembayaran akan segera diproses.”
“Oke. Selamat bertugas.”
“Terima kasih atas kerja kerasnya!”
Shoo!
Saat Seodam melangkah pergi, Sunyoung memberi hormat penuh kagum.
Kim Jitae menelan ludah.
Baru sekarang dia sadar bahwa F-Rank yang selalu diremehkan ini… layak mendapat hormat dari hunter A-Rank.
Seodam yang tampak puas kemudian menepuk keras punggung Kim Jitae.
Pa!
“Ugh!”
“Lain kali, jangan ribet-ribet bikin susah orang, paham?”
“Y-ya, iya…”
“Bagus. Aku cabut dulu.”
Dengan Kim Jitae yang tiba-tiba berubah sikap, Yoo Seodam pun pergi.
***
Kembali ke stasiun bawah tanah, tempat kejadian.
“Sial. Kereta bawah tanahnya hancur total.”
Melihat reruntuhan itu, ia akhirnya naik lagi ke permukaan dan memanggil taksi.
Sementara itu, Kim Jitae menatap kosong.
“Apa F-Rank emang biasa ngalahin monster B-Rank sendirian?”
Yang Sunyoung menggeleng pelan.
“Nggak juga… kecuali pakai perlengkapan super mahal, mungkin masih masuk akal…”
Tapi Yoo Seodam barusan bertarung tanpa satu pun perlengkapan pelindung.
“Kayaknya bukan cuma di negara kita, di luar negeri pun itu hampir mustahil.”
Dan benar saja, seperti yang diprediksi Yang Sunyoung…
Keesokan harinya, video pertarungan Yoo Seodam viral di seluruh media sosial.
0 komentar:
Posting Komentar