Semua calon hunter wajib melewati proses yang disebut “debut” sebelum diakui sebagai hunter profesional.
Ajang ini bukan cuma formalitas bagi banyak orang, inilah kesempatan emas.
Karena meskipun kamu masih F-Rank, kalau kamu berhasil menuntaskan anomali dengan bantuan hunter profesional dan mendapatkan lisensi resmi, itu bisa jadi jalan cepat untuk naik peringkat atau bahkan direkrut oleh guild besar.
Biasanya, debut dilakukan berpasangan atau dalam kelompok kecil berisi empat orang.
Sebagian besar debut berjalan biasa-biasa saja, tapi ada juga beberapa yang langsung menarik perhatian bahkan sebelum dimulai.
Salah satunya, Celeste.
Gadis berusia tujuh belas tahun itu punya kekuatan setara D-Rank, dan lebih dari itu, dia adalah putri sulung dari hunter SS-Rank legendaris, Salvatore Costantini.
Belum lagi, parasnya yang luar biasa cantik juga bikin namanya cepat terkenal.
Rambut pirangnya yang dikepang rapi, mata birunya yang terlihat kosong tapi mempesona…
Siapa pun yang melihatnya, entah pria atau wanita, muda atau tua, pasti terpikat.
Karena Celeste adalah calon hunter dengan prospek luar biasa, para hunter profesional yang ingin jadi pendamping debutnya terus berdatangan ke Geumgang Gym.
Bukan cuma karena reputasinya tapi juga karena Celeste sendiri pernah berkata dalam wawancara dengan Asosiasi Hunter.
“Aku tidak akan pulang ke Italia. Aku akan debut di Korea.”
Ucapan itu bikin gempar.
Beberapa hunter dari Italia bahkan datang langsung, dan ada juga hunter A-Rank dari guild terkenal yang datang hanya untuk bertemu dengannya.
Akhirnya, direktur Kim kewalahan menangani mereka satu per satu.
Namun pada akhirnya, Celeste menolak semuanya.
Dengan ekspresi lembut, ia hanya berkata pelan,
“Aku tidak akan bekerja sama dengan hunter yang tak bisa aku pelajari apa pun darinya.”
Kalimat itu terdengar dingin dan datar tapi juga penuh kepercayaan diri.
“Yah, ayahnya kan SS-Rank. Wajar aja dia sombong.”
“Kalau begitu, kenapa nggak debut bareng ayahnya aja? Ngapain jauh-jauh ke Korea?”
“Katanya sih ayahnya nyuruh dia cari mentor sendiri biar bisa memperluas pandangan.”
Banyak calon hunter berlatih di Geumgang Gym, dan berkat Celeste, tempat itu mendadak jadi pusat perhatian.
Para hunter profesional pun berdatangan, bahkan beberapa yang awalnya berniat menemani Celeste malah menemukan calon murid lain di sana.
“Huh, Celeste… bahkan media juga heboh sekarang.”
Direktur Kim menunjuk TV sambil bicara ke Celeste, yang sedang duduk santai di pojok ruangan sambil main ponsel.
[Celeste lebih menyukai budaya perburuan Korea dibanding Italia!]
[Putri tertua keluarga Costantini menolak hunter Lee Jongsoo: “Tidak ada yang bisa kupelajari darinya.”]
[Kenapa Celeste jatuh cinta pada Korea?]
…Dan berita-berita tidak penting lainnya.
Sebagai putri dari salah satu dari 37 hunter SS-Rank di dunia, wajar saja media begitu antusias dengan debutnya.
Celeste melirik layar TV sekilas, lalu kembali menatap ponselnya.
“Itu aja?” tanya Celeste tanpa ekspresi.
“Kau nggak tertarik sama berita yang ramai di luar sana?” tanya direktur Kim.
“Dari kecil media selalu ngomongin aku seperti itu. Jadi, kali ini juga nggak beda.”
Yah… memang begitulah hidup anak seorang legenda.
Ia pasti sudah terbiasa dengan sorotan seperti itu.
Direktur Kim jadi merasa agak canggung, memikirkan kenyataan bahwa putri dari hunter sekelas Salvatore Costantini sedang duduk di kantor gym-nya yang sederhana.
‘Semua ini… berkat Yoo Seodam,’ pikirnya pelan.
Dulu, direktur Kim sempat melatih Salvatore soal kendali tubuh, tentu saja berkat perantara Yoo Seodam.
Bertahun-tahun lalu, Yoo Seodam sudah sering melakukan ekspedisi berburu ke seluruh dunia dan menjalin hubungan dengan banyak hunter ternama, termasuk Salvatore.
Saat itu, Salvatore sedang stagnan dalam perkembangannya.
Dan Seodam memperkenalkannya pada Kim, hunter asal Korea yang dikenal karena kemampuan luar biasanya dalam mengendalikan tubuh.
Tapi Celeste sendiri awalnya nggak tertarik sama Geumgang Gym.
Dia datang cuma untuk “beristirahat sejenak.”
Namun, tiga bulan berlalu dan dia belum juga kembali ke Italia.
Bahkan, kini dia bilang akan debut di Korea.
‘Dan anak itu… belakangan sering banget nonton video Yoo Seodam.’
Beberapa hari lalu, sebuah video viral di UTV, situs video global.
Isinya memperlihatkan seorang hunter F-Rank menaklukkan monster B-Rank yang sedang mengamuk.
Awalnya terlihat biasa saja, toh banyak video perburuan diunggah tiap hari.
Tapi kali ini berbeda.
Tiga puluh tahun setelah Perang Besar melawan monster, berburu adalah profesi bergengsi yang hanya bisa dilakukan superhuman dengan kekuatan luar biasa.
hunter biasa, apalagi tanpa kekuatan super, dianggap tidak lebih dari manusia normal.
Namun di video itu… seorang manusia biasa berhasil mengalahkan monster B-Rank.
Tanpa kekuatan super.
Video itu langsung meledak, lebih dari 30 juta penayangan hanya dalam beberapa hari.
Yang bikin penonton makin terkejut adalah penampilan si hunter: bukannya mengenakan armor atau setelan aether seperti hunter lain, dia cuma memakai hoodie dan celana training.
“Dia berburu monster kayak orang lagi jalan sore aja…”
Komentar pun membanjir:
[Si130: Dia manusia biasa yang berburu cuma buat hobi. (Like: 11.237 / Dislike: 973)]
[4Paune: Superhuman yang kehilangan kendali ㄷㄷ. (Like: 6.712 / Dislike: 736)]
[Millo: Gila, di menit 5:32 pistolnya nahan pukulan monster?! (Like: 7.691 / Dislike: 379)]
Orang-orang awam tahu betul seberapa lemahnya pistol hunter melawan monster.
Biasanya senjata itu cuma aksesori, jarang sekali benar-benar berguna dalam pertempuran.
Tapi di tangan Yoo Seodam, senjata itu berubah jadi tameng dan alat bantu yang presisi.
Pertarungannya nyaris seperti seni.
Sempurna. Efisien. Indah.
Bahkan Celeste sendiri terpana.
Beberapa komentar memang bilang kalau pertarungan itu cuma setting-an.
Tapi siapa yang bisa sengaja “memancing” monster B-Rank kalau dia manusia biasa?
Komentar seperti itu akhirnya tenggelam di antara pujian yang membanjir.
Dan, salah satu alasan kenapa jumlah penontonnya terus meningkat adalah karena Celeste yang menontonnya berulang-ulang.
Apa aku pernah melihat gaya pedang seperti itu sebelumnya?
Meski dia sudah belajar “Great Impact Sword” dari puluhan ahli pedang keluarga Costantini, gaya bertarung Yoo Seodam terasa jauh lebih indah dan berkelas.
Dia bisa mengingat setiap gerakan di video itu, detik demi detik, langkah demi langkah.
Thud.
Celeste berdiri, meletakkan ponselnya di meja.
Sudah cukup menonton.
Sekarang saatnya mencoba.
Meniru pedang milik Yoo Seodam.
Beberapa minggu terakhir, dia sudah sering berlatih tanding dengannya.
Tapi Seodam belum pernah sekalipun menggunakan teknik pedang yang ada di video itu.
Celeste salah paham.
Dia pikir Seodam sengaja menahannya karena menganggapnya terlalu lemah.
Padahal sebenarnya, itu teknik baru yang bahkan belum dikuasai penuh oleh Seodam sendiri.
Tapi Celeste tidak tahu itu.
Dia merasa diremehkan dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasakan tembok besar di hadapannya.
Sebuah tantangan.
Sebuah dinding yang… harus dia lewati.
Dan entah kenapa, dia yakin kalau dia bisa menembus dinding itu, maka dirinya akan melompat jauh lebih tinggi.
Dengan memejamkan mata, Celeste mengayunkan pedang kayu di tangannya.
Bayangan Yoo Seodam muncul di benaknya.
Gerakannya yang mengalir seperti lukisan hidup seindah bunga yang mekar, sekencang air terjun, dan sedingin hujan yang turun dari langit.
***
#139.
Itulah nomor antrean yang diterima Yoo Seodam.
[Ding! Hunter nomor 129, silakan ke loket 4.]
Di Seoul, ada gedung pencakar langit 130 lantai yang dibangun dengan aether, markas besar Asosiasi Hunter Korea.
Para hunter datang ke tempat ini dengan berbagai alasan, tapi tujuan Seodam kali ini adalah untuk “pendaftaran guild.”
Hunter tidak bisa beraksi sendirian.
Mereka harus tergabung dalam sebuah guild. Tapi, tidak ada satu pun guild yang mau menerima Seodam, hunter yang dianggap sebagai relic, peninggalan masa lalu.
Karena itu, Seodam mati-matian berusaha bertahan di Lost Day.
Namun, dia tak bisa menolak uang hadiah, jadi dia memanfaatkan celah dalam hukum hunter Korea yang longgar:
selama seseorang terdaftar secara resmi, ia tetap bisa berburu , bahkan sebagai guild satu orang.
Mirip seperti membuat usaha pribadi.
Tentu, Seodam tidak benar-benar berniat membuat guild satu orang untuk berburu sendirian, hampir mustahil bagi hunter peringkat F.
Tapi baru-baru ini, Markas Pertahanan Ibu Kota menghubunginya: mereka tak bisa membayar hadiah karena dia tidak terdaftar di guild mana pun.
Jadi, ia buru-buru datang ke sini.
Kalau aku berhasil mengalahkan monster peringkat B, hadiahnya sekitar lima juta won gratis.
Masa aku mau melewatkan itu?
***
“Jadi, kau mau aku jadi senior hunter-mu?”
Hmhm.
[Ding! Hunter nomor 131, silakan ke loket 9.]
Seodam melirik Celeste di sebelahnya, gadis itu menatapnya dengan mata dingin, sulit ditebak apa yang ia pikirkan.
“Kau bilang sebentar lagi debut, kan?”
Musim gugur adalah waktu paling ramai untuk debut hunter baru.
Kelulusan Akademi Hunter juga biasanya berlangsung saat itu, jadi banyak yang debut bersamaan.
Dengan bakat seperti Celeste, seharusnya banyak yang mengajaknya bergabung.
Tapi anehnya, dia justru memilih Seodam.
Saat sedang berpikir, Celeste tiba-tiba bertanya ragu.
“Ngomong-ngomong… kita ini lagi nunggu apa?”
“Nunggu apa? Ya nunggu giliran, aku nomor 139.”
Celeste menatapnya seperti tak paham.
Apa dia nggak pernah antre di bank atau apa? pikir Seodam.
Namun gadis itu menjawab polos,
“Waktu aku ikut Ayah, stafnya selalu membawaku ke ruang VIP.”
“…”
Yah, masuk akal juga.
Seodam menelan napas, merasa sedikit gugup. Ini pertama kalinya selama 15 tahun kariernya dia mendaftarkan guild sendirian.
“Aku bukan siapa-siapa, jadi harus nunggu giliran.”
Celeste mengangguk tenang, lalu ikut duduk menunggu.
Pandangan orang-orang yang lewat terasa menusuk, jelas bukan karena Seodam, tapi karena Celeste Costantini, gadis yang mencolok di mana pun berada.
***
[Ding! Hunter nomor 135, silakan ke loket 7.]
[Ding! Nomor 136…]
[Ding! Nomor 137…]
[Ding! Hunter nomor 139, silakan ke loket 3.]
Akhirnya, setelah lama menunggu, giliran Seodam tiba.
Namun, sebelum ia sempat berdiri, seseorang menghadangnya.
Orang-orang di sekitar langsung berbisik.
“Eh, itu ‘kan orang dari Lost Day?”
“Iya, S-Rank Jang Hyunsuk.”
“Ngapain dia di sini?”
Lelaki tampan dengan postur sedikit lebih tinggi dari Seodam, emblem Lost Day menempel di bahunya.
Dialah Jang Hyunsuk, superhuman peringkat S.
Ia berdiri di depan Seodam, tersenyum.
“Lama tak bertemu, Hunter Yoo Seodam.”
“Ah, aku lagi sibuk sekarang.”
“Boleh bicara sebentar?”
Jang Hyunsuk berdiri tegap, matanya bergantian menatap Seodam dan Celeste.
Lalu ia berkata,
“Hunter Yoo Seodam, kau ini senior hunter yang membimbing debut Nona Celeste Costantini, kan?”
Sebelum Seodam sempat menjawab, ia melanjutkan dengan nada tinggi.
“Tapi Nona Celeste butuh lingkungan yang lebih baik.
Bukankah kau juga tahu? Akan lebih baik jika dia didampingi oleh Hunter S-Rank seperti ku, bukan F-Rank seperti mu.”
“Hey.”
Saat mata mereka bertemu, Jang Hyunsuk refleks mundur setengah langkah.
Naluri berbicara.
Ia seorang superhuman peringkat S justru merasa takut pada seorang peringkat F.
Kenapa aku merasa seperti herbivora di depan predator? pikirnya kaget.
Seodam hanya melirik dingin, lalu berjalan melewatinya.
“Kami bisa urus diri sendiri. Jangan ganggu.”
Celeste berdiri mengikuti Seodam.
Namun Jang Hyunsuk yang baru tersadar buru-buru menghadang lagi, berbicara lewat penerjemah otomatis yang mahal.
“Ini bukan urusanmu. Aku tanya langsung saja.”
Ia menatap Celeste penuh percaya diri.
“Nona Celeste, bagaimana kalau..”
“Tidak.”
Jawaban singkat itu memotongnya mentah-mentah.
Keringat dingin muncul di pelipis Jang Hyunsuk.
“…Apa? Coba pikir lagi, jangan begini.”
“Aku tak punya apa pun untuk dipelajari darimu.”
Celeste menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinya, menunjukkan jarak kecil.
“Bahkan… sebesar ini pun tidak.”
***
Sementara itu, Seodam sudah duduk di loket 3.
Celeste ikut duduk di sebelahnya.
“Hah? Kau nggak ngomong sama dia tadi?”
Hmhm.
Celeste menggeleng pelan, dan Seodam menatapnya dengan ekspresi oh gitu ya.
Dari belakang, Jang Hyunsuk masih menatap punggung mereka dengan wajah kaku.
Dalam hatinya, nalurinya berteriak:
“Kalau aku menyerangnya sekarang… mungkin dia bisa mematahkan leherku dengan mudah.”
Hunter peringkat F itu benar-benar menakutkan.
Sebagai veteran yang sudah bertahun-tahun di medan perang, Jang Hyunsuk tahu nalurinya tak pernah salah menilai lawan.
Dan kali ini, nalurinya memperingatkannya:
Jangan macam-macam dengan orang itu.
Akhirnya, setelah menatap punggung mereka cukup lama, Jang Hyunsuk berbalik.
“…Kita lihat saja nanti, saat debutnya tiba.”
0 komentar:
Posting Komentar